Berkah Melimpah Listrik Tenaga Surya di Tanah Jawa

Muhamad Fajar Riyandanu
13 Juli 2022, 13:05
plts, pembangkit listrik tenaga surya, panel surya
Katadata/Muhammad Fajar Riyandanu
Masyarakat Desa Kaliurip, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengandalkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk menghidupkan pompa air untuk mengairi sawahnya.

Sebanyak 144 panel surya yang masing-masing berkapasitas 310 watt/peak, menjadi instrumen penting bagi 2.100 penduduk Desa Kaliurip, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) tersebut berfungsi untuk menghidupkan pompa air untuk mengairi sawah.

Keberadaan pompa air ini sangat krusial. Sebab, posisi sawah dan ladang di desa itu lebih tinggi dari Sungai Tajum yang menjadi sumber air terdekat. Sebelumnya warga mengandalkan kincir air yang dibangun secara swadaya untuk mengairi sawah. Namun beberapa tahun lalu kincir air tersebut kandas diterjang banjir.

Advertisement

Kepala Desa Kaliurip Kitam Wahyudi mengisahkan bahwa setelah itu warga mencoba menggunakan pompa air berbahan bakar diesel. Tapi, penggunaan pompa diesel malah memunculkan masalah baru, yakni 'besar pasak daripada tiang'.

Warga harus merogoh kocek sebesar Rp 25.000 per jam untuk membeli bahan bakar. Padahal, dalam sehari sawah harus diairi setidaknya selama tujuh jam. Biayanya lebih mahal lagi warga yang tidak memiliki pompa diesel yang harus mengeluarkan ongkos sewa.

"Apalagi kalau musim tanam, bajak sawah itukan perlu air yang banyak, pakai traktor juga," kata Wahyudi saat ditemui Katadata.co.id beberapa waktu lalu, Rabu (29/6).

Warga setempat pun mencari cara agar air sungai Tajum bisa mengaliri ke sawah mereka dengan biaya minim. Alhasil, Petani Desa Kaliurip melalui perangkat desa mengajukan proposal kepada Dinas Pertaninan Kabupaten Banyumas. Keluhan warga dijawab dengan pemasangan pompa air tenaga surya di tahun 2018.

Sungai Tajum, Desa Kaliurip, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Sungai Tajum, Desa Kaliurip, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. (Katadata/Muhammad Fajar Riyandanu)

Pembangunan membutuhkan waktu sekitar satu tahun dan baru bisa dimanfaatkan perdana pada musim tanam pertama 2019. "Bisa mengairi 20 hektar sawah dan ladang, terutama di musim tanam kedua. Untuk palawija, jagung dan kacang-kacangan," sambung Wahyudi.

Pengairan pun dirasa lebih cepat sejak adanya pompa air tenaga surya. Dari yang sebelumnya membutuhkan waktu 30 hari, kini para petani hanya butuh warktu 20 hari.

Adapun 144 panel surya tersebut terletak di tengah-tengah lahan hasil hibah masyarakat. Bentuknya yang melebar dan didominasi warga biru kontras dengan hamparan padi yang menguning di bulan Juni.

Aliran listrik dari ratusan panel surya itu dialirkan ke rumah pompa melalui pipa besi warna merah berukuran 11 centimeter (cm). Pompa tersebut berada di salah satu sisi tepi Sungai Tajum yang berjarak 300 meter dari lokasi panel surya. Dengan hadirnya pompa air tenaga surya, sawah warga bisa panen dua sampai tiga kali dalam setahun.

Kuswari, sebagai warga yang ditunjuk sebagai operator pompa mengatakan, pompa tersebut tertanam di kedalaman 8 meter di bawah permukaan sungai. Pompa tersebut dilindungi oleh sebuah bangunan setinggi 4 meter dari rataan sungai.

Bentuk bangunan itu seperti rumah dan hanya memiliki satu buah pintu masuk yang terletak di atap bangunan. "Pompa hidup mulai dari pukul tujuh pagi hingga pukul lima sore, setiap hari," kata Kuswari.

Pipa yang mengalirkan air dari Sungai Tajum ke lahan warga Desa Kaliurip
Pipa yang mengalirkan air dari Sungai Tajum ke lahan warga Desa Kaliurip (Katadata/Muhammad Fajar Riyandanu)

Sebagai operator pompa, Kuswari sehari-hari berjaga di pos instalasi saklar untuk mengatur waktu aliran air. Selain itu, pria berusia 53 tahun tersebut akan menjadi orang yang paling dicari petani setiap ada yang hendak mengadu soal kemacetan pasokan air.

Kuswari menyebut, aliran Sungai Tajum yang mengalir sepanjang lebih dari 65 kilometer itu tak akan pernah kering, sekalipun di saat musim kemarau. "Kalau air macet, saya bersama beberapa warga masuk ke dalam rumah pompa, bersihin sampah dan lumpur. Kadang juga mengganti pipa yang bocor," ujarnya.

Merujuk pada data debit Sungai Tajum yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru) Provinsi Jawa Tengah, rata-rata debit air Sungai Tajum pada 2014 berada di angka 10,94 meter kubik (m3) per detik, dengan debit air paling banyak banyak 33,14 m3 per detik pada Desember.

Adapun untuk biaya pemeliharaan pompa, perawatan panel surya dan ongkos penggantian pipa yang pecah, penerima manfaat wajib membayar retribusi dalam bentuk hasil panen berupa 10 kilogram gabah setiap sepuluh angga. Satu angga setara 70 meter persegi (m2).

Dari lokasi rumah pompa, terlihat gagah Gunung Slamet yang menjulang di selebah timur dan rangkaian Gunung Batur di sebelah barat. Di lokasi tersebut juga ada bangunan peninggalan Jepang yang tersusun dari ribuan batu kali.

Bentuknya seperti gua yang menembus tanah. Lebar lorongnya mungil dan hanya cukup dimasuki oleh satu orang dewasa. Dalam dan gelap. "Itu dulunya saluran irigasi, Mas. Kalau mau difoto, izin dulu sama yang nunggu. Baca salam," kata seorang Babinsa kepada Katadata.co.id.

Goa peninggalan tentara Jepang yang sempat berfungsi sebagai saluran irigasi.
Goa peninggalan tentara Jepang yang sempat berfungsi sebagai saluran irigasi. (Katadata/Muhammad Fajar Riyandanu)

Walau persoalan akses air ke lahan pertanian sudah mulai teratasi, masih ada beberapa kendala dalam penyaluran akses air tersebut. Satu diantaranya adalah kurang meratanya akses air terhadap warga Desa Kaliurip.

Menurut Warjo selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Desa Kaliurip menyampaikan masih ada puluhan area persawahan petani Desa Kaliurip yang belum merasakan manfaat dari adanya pompa air tenaga surya. Hal tersebut terjadi di lahan yang terletak di wilayah atas yang jauh dari titik hidran.

Hingga saat ini, sebagian petani masih ada yang bergantung pada air hasil tadah hujan. "Dari 70 orang yang punya tanah, hanya 45 orangan yang lahannya bisa dialiri. Yang sebelah sana (wilayah tinggi) belum bisa dialiri semua," ujar Warjo.

Selain itu, Warjo mengeluhkan waktu penggunaan pompa air yang hanya bisa dilakukan pada siang hari. Menurutnya, dengan waktu yang terabatas, sejumlah titik sawah belum memperoleh akses air yang optimal.

Sebagai tokoh yang dituakan di Desa Kaliurip, Warjo berharap pemerintah dapat memberikan sebuah solusi seperti penambahan listrik, penyediaan penampungan setrum hasil dari atap surya, atau pembangunan pemampungan air.

"Karena kalau aktif siang saja, masih kurang. ada sawah-sawah yang tidak bisa teralirkan kalau waktu siang saja. Kami mengharapkan ini tidak hanya bisa dimanfaatkan pada siang saja, tapi juga pas malam," harap Warjo.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement