Transformasi Ekonomi Hijau Indonesia Terus Naik dalam 10 Tahun
Transformasi ekonomi hijau di dalam negeri terus menunjukkan peningkatan dalam 10 tahun. Ini berdasarkan Indeks Ekonomi Hijau (GEI) yang baru saja diluncurkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas hari ini, Selasa (9/8).
Indeks ini terdiri atas 15 indikator yang digolongkan ke dalam tiga pilar yakni indikator ekonomi, sosial dan lingkungan. Meski meningkat, indeks tersebut menunjukkan bahwa transformasi ekonomi hijau Indonesia masih ada catatan dari aspek lingkungan.
"Hasilnya, secara keseluruhan terlihat bahwa performa Indonesia tidak jelek-jelek amat, ada progres walau tentu naik turun," kata Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Medrilzam dalam konferensi pers daring.
Indeks ekonomi hijau Indonesia pada tahun 2020 sebesar 59,17. Nilai tersebut merupakan yang tertinggi dalam satu dekade terakhir dan menunjukkan kenaikan 25% sejak 2010.
Kinerja ini ditopang utamanya oleh pilar ekonomi dengan skor indeks 64,98 poin, sementara pilar sosial dan lingkungan di bawah indeks secara keseluruhan. Indeks sosial dengan skor 59 dan lingkungan 52,35 poin.
"Kita lihat ada pekerjaan rumah dalam konteks lingkungan, kita perlu menjaga betul ekonomi kita menjadi lebih baik dan mengimbangi juga dengan pilar-pilar lainnya," kata dia.
Pilar ekonomi terdiri atas enam indikator. Ini antara lain, intensitas emisi, intensitas energi final, Pendapatan Nasional Bruto (GNI) per kapita, produktivitas pertanian, produktivitas tenaga kerja sektor industri dan tenaga kerja sektor jasa.
Pilar lingkungan terdiri atas lima indiaktor, mulai dari presentase luas tutupan hutan, bauran energi baru dan terbarukan, presentase sampah terkelola, penurunan emisi kumulatif dan penurunan tutupan lahan gambut.
Empat indikator dari pilar sosial mulai dari angka harapan hidup hingga, tingkat kemiskinan, rata-rata lama sekolah dan tingkat pengangguran terbuka. Dia memerincikan, empat indikator yang mencatatkan performa tertinggi pada 2020 yakni tutupan hutan, sampah yang terkelola, produktivitas tenaga kerja dan angka harapan hidup.
Keempat indikator tersebut mencatatkan skor di atas 75 poin. Sementara yang terendah yakni indiaktor degradasi lahan gambut serta kemiskinan yang berada di level 25 poin.
Kenaikan kasus Covid-19 pada 2020 menyebabkan kemunduran signifikan pada tingkat kemiskinan dan pengangguran. Hal ini yang menyebabkan pilar sosial anjlok pada 2020 saat dua pilar lainnya meningkat pada 2020.
Medrilzam menyebut selama 10 tahun terakhir sebetulnya tren indeks ekonomi hijau nasional terus naik. Namun, pada tahun 2015 sempat turun signifikan karena adanya kebakaran hutan. Peristiwa tersebut yang menajadi alasan indikator lingkungan menyentuh level terendahnya dalam 10 tahun terakhir pada 2015.
Lebih lanjut, peluncuran indeks GEI ini untuk menyediakan alat ukur yang jelas untuk memantau proses transiformasi ekonomi hijau di Indonesia. Pasalnya, mengukur ekonomi hijau tidak cukup melihat dari data PDB hijau saja, melainkan perlu melihat lebih luas termasuk dari aspek sosial dan lingkungan.