Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Disarankan Fokus ke Daya Beli
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani menyarankan agar pemerintah fokus pada pemberian insentif yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat dibandingkan untuk mendorong investasi.
Hal ini seiring dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak bersumber dari utang melainkan investasi. Sedangkan konsumsi dalam negeri menurut Menkeu tidak lagi dapat diandalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Menkeu optimistis, dengan menggenjot investasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 7%. Oleh karena itu, untuk mengundang lebih banyak investasi, pemerintah telah menyiapkan berbagai fasilitas fiskal dan memperbaiki iklim investasi termasuk dengan memangkas hambatan-hambatan investasi dari segi kebijakan atau perizinan.
"Kalau insentifnya ke investasi semua, 'kan itu investasinya belum tentu ada. (Jadi) tidak efektif," kata Aviliani dalam acara The 3rd Consumer Banking Forum di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (27/11).
(Baca: Sri Mulyani: Bukan dari Utang, Ekonomi bisa Tumbuh 7% dari Investasi)
Menurut dia, salah satu kebijakan insentif yang bisa diberikan pemerintah yakni dengan menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Dengan PTKP yang lebih besar, masyarakat akan memiliki alokasi pendapatan yang dapat dibelanjakan yang lebih besar sehingga pada akhirnya bisa mendorong konsumsi.
Dia menilai hal tersebut lebih penting dibanding investasi karena konsumsi memiliki kontribusi hingga 56% dari total produk domestik bruto (PDB). "Apalagi investasi Indonesia masih terbatas karena produknya belum berkembang," ujarnya.
Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) pun menunjukkan konsumsi rumah tangga sejak semester I 2018 selalu tumbuh di atas 5% sehingga berkontribusi besar dalam menjaga pertumbuhan ekonomi seperti terlihat dalam databoks berikut ini.