Dua Komisaris Garuda Indonesia Menilai Perusahaan Harusnya Merugi

Image title
24 April 2019, 22:10
Garuda Indonesia, laporan keuangan
Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi, pesawat milik Garuda Indonesia

Dua Komisaris PT Garuda Indonesia Tbk., Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, menyoroti pencatatan akuntansi pada laporan kinerja keuangan perusahaan tahun buku 2018. Mereka menilai pencatatan akuntansi dalam laporan keuangan tersebut tidak sesuai dengan standar pencatatan akuntansi. Alhasil, mereka menolak untuk menandatangani laporan keuangan tersebut.

Mereka menilai, seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi tahun berjalan senilai US$ 244,95 juta atau setara Rp 3,45 triliun (kurs: Rp 14.100 per dolar AS). Namun, di dalam laporan keuangan malah tercatat memiliki laba tahun berjalan senilai US$ 5,01 juta setara Rp 70,76 miliar.

Advertisement

Keberatan mereka didasarkan pada perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan yang ditandatangani oleh anak usaha Garuda Indonesia, yakni PT Citilink Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata). Menurut mereka pendapatan dari Mahaka yang sebesar US$ 239,94 juta tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.

Jumlah tersebut termasuk pendapatan dan piutang Mahata terhadap PT Sriwijaya Air sebesar US$ 28 juta ditambah PPN sebesar US$ 2,8 juta yang merupakan bagian bagi hasil Garuda Indonesia. Seperti diketahui, perjanjian pengadaan wifi antara Mahata dengan Citilink diperluas ke Grup Garuda Indonesia, di mana Sriwijaya merupakan bagian dari grup tersebut.

(Baca: Garuda Indonesia Bukukan Laba Bersih Rp 11,5 Miliar Tahun Lalu)

Laporan Keuangan Garuda Indonesia Menyesatkan

Berdasarkan dokumen yang didapatkan oleh awak media tertanggal 2 April 2019, sikap kedua komisaris tersebut didasarkan kepada tidak ada pembayaran yang telah dilakukan oleh Mahata meskipun telah terpasang satu unit alat wifi di Citilink. Bahkan dalam perjanjian dengan Mahata, tidak tercantum "term of payment" karena pada saat itu masih dinegosiasikan cara pembayarannya. 

Selain itu, menurut Chairal dan Dony, sampai saat ini tidak ada jaminan pembayaran yang tidak dapat ditarik kembali (seperti Bank Garansi atau instrumen keuangan yang setara) dari pihak Mahata kepada Garuda Indonesia. Padahal jaminan pembayaran tersebut merupakan instrumen yang menunjukkan kapasitas Mahata sebagai perusahaan yang bankable. Mahata hanya memberikan Surat Pernyataan Komitmen Pembayaran Biaya Kompensasi.

Dalam Perjanjian Mahata juga terdapat pasal pengakhiran yang menyatakan Citilink dapat mengakhiri sewaktu waktu dengan alasan bisnis. Padahal menurut Penyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) nomor 23, dapat diterimanya pendapatan harus diukur dengan pendapatan tetap atau jaminan yang tidak dapat dikembalikan dalam suatu kontrak yang tidak dapat dibatalkan.

Menurut mereka, dengan pengakuan pendapatan seperti itu berdampak pada laporan keuangan tahun buku 2018 yang seharusnya membukukan kerugian yang signifikan menjadi laba. Terlebih Garuda Indonesia merupakan perusahaan publik atau terbuka, ada potensi yang sangat besar atas penyajian kembali laporan keuangan tersebut yang dapat merusak kredibilitas perusahaan.

(Baca: Gandeng Airbus, Garuda Indonesia Bidik Pasar Penerbangan Regional)

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement