Menyorot Kinerja Bank Nasional yang Dimiliki Asing di Masa Pandemi

Happy Fajrian
3 Desember 2020, 07:00
bank asing, kinerja, perbankan,
Donang Wahyu|KATADATA
Petugas penukaran mata uang merapihkan uang yang hendak ditukar dengan mata uang asing di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta

Beberapa tahun terakhir kepemilikan sejumlah bank nasional berpindah ke tangan investor asing melalui sederet proses akuisisi. Bahkan beberapa bank dibeli dengan nilai yang cukup fantastis.

Stakeholder industri perbankan, baik regulator maupun pelaku industri, meyakini kehadiran pemodal asing memperkuat struktur permodalan bank sehingga menambah daya gedor untuk berekspansi.

Advertisement

Apalagi perbankan harus memenuhi ketentuan permodalan minimum sebesar Rp 3 triliun pada 2022. Sehingga investor asing dapat membantu bank-bank yang bermodal cekak memenuhi target tersebut.

Investor asing menggelontorkan dana yang sangat besar untuk mengambil alih bank nasional. Seperti pada akuisisi 88,12% saham Bank Permata oleh Bangkok Bank Public Company Limited yang nilainya mencapai Rp 33,28 triliun belum lama ini.

Namun nilai akuisisi Bank Permata jauh di bawah akuisisi Bank Danamon oleh Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ (Mitsubishi UFJ Financial Group/MUFG). Bank terbesar di Jepang ini menggelontorkan Rp 82,68 triliun untuk mengakuisisi 94% saham Bank Danamon. MUFG juga mencaplok 99% saham Bank Nusantara Parahyangan senilai Rp 3,1 triliun, yang kemudian digabung dengan Bank Danamon.

Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), juga membeli bank nasional dengan harga yang cukup fantastis. Bank terbesar kedua di Jepang ini mengambil alih 96,9% saham Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) senilai Rp 29,46 triliun antara 2013 hingga 2019. SMBC juga menguasai 98,48% saham Bank Sumitomo Mitsui Indonesia yang kemudian dimerger dengan BTPN.

Selain tiga akuisisi yang bernilai fantastis tersebut, masih ada beberapa bank lainnya yang diakuisisi dengan harga yang lebih ramah di kantong investor asing. Mayoritas adalah bank kecil seperti Bank Agris, Bank Mitraniaga, Bank Dinar, serta Bank Andara atau Bank Oke.

Bank Agris dan Bank Mitraniaga diakuisisi oleh Industrial Bank of Korea (IBK). Bank asal Korea Selata ini membeli 95,79% saham Bank Agris senilai Rp 1,14 triliun, dan 71,68% saham Bank Mitraniaga senilai Rp 477,59 miliar. Kedua bank ini kemudian dimerger dan berganti nama menjadi Bank IBK Indonesia.

Sementara Bank Dinar dan Bank Oke diakuisisi oleh perusahaan pembiayaan yang juga berasal dari Korea Selatan, APRO Financial. 77,38% saham Bank Dinar diakuisisi senilai Rp 691 miliar. Sedangkan Bank Oke, yang dulunya bernama Bank Andara, diakuisisi pada 2016 dan 2017. Dua bank ini kemudian digabung menjadi Bank Oke Indonesia.

Kemudian ada juga bank kelompok BUKU (bank umum kegiatan usaha) 3 yang juga diambilalih oleh bank asal Korea Selatan, KB Kookmin Bank, yakni Bank Bukopin. Kookmin menggenggam 67% saham Bank Bukopin melalui dua kali proses penambahan saham yang digelar Bank Bukopin.

Pertama Kookmin menyerap 33,9% saham baru senilai Rp 710 miliar pada penawaran umum terbatas V dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, dan sisanya melalui private placement senilai Rp 3,11 triliun untuk menambah porsi sahamnya menjadi 67%.

Sebagai informasi, OJK hanya mengizinkan kepemilikan saham maksimal sebesar 40% pada satu bank oleh investor lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank. Jika ingin lebih dari itu, maka ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, termasuk harus melakukan penggabungan usaha atau merger.

Bank Danamon
Bank Danamon. Bank terbesar Jepang, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) mengakuisisi Bank Danamon senilai Rp 82,8 triliun. (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Kinerja Bank Asing Terpukul Pandemi

Kinerja industri perbankan sendiri hingga kuartal ketiga tahun ini masih berada dalam tekanan pandemi Covid-19. Tekanan dialami bank asing (kantor cabang bank asing) dan bank swasta nasional yang kini telah dikuasai investor asing.

OJK mencatat penyaluran kredit perbankan melambat cukup dalam, hanya tumbuh 0,12% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal III tahun ini menjadi Rp 5.530,6 triliun. Pertumbuhan ditopang oleh bank pelat dan bank pembangunan daerah (BPD).

Sedangkan kredit bank swasta nasional dan bank asing terkontraks. Perkembangan dan pertumbuhan kredit bank berdasarkan kepemilikannya dapat dilihat pada dua databoks berikut ini.

Dari databoks di atas terlihat bahwa laju pertumbuhan kredit KCBA sepanjang tahun ini selalu berada di teritori negatif. Hanya pada Maret dan April 2020 yang pertumbuhannya positif. Alhasil labanya ikut menyusut, seperti pada databoks berikut.

Sama halnya dengan bank swasta nasional yang dimiliki investor asing. Secara keseluruhan kinerja bank swasta nasional sepanjang tahun ini melambat, bahkan terkontraksi, terutama sejak Juni 2020.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement