Musim Akuisisi Bank Kecil Jelang Tenggat Aturan Modal

Happy Fajrian
3 Desember 2020, 09:15
bank, modal inti bank, perbankan, merger akuisisi bank,
123RF.com/Sergey Nivens
Ilustrasi.

Dalam waktu berdekatan perusahaan keuangan milik pengusaha Chairul Tanjung, Mega Corpora, mengakuisisi dua bank.  Mega Corpora mengakuisisi 3,06 miliar saham atau setara 73,71% dari seluruh saham Bank Harda Internasional dan 26% saham Bank Bengkulu.

Tidak diketahui berapa harga yang disepakati di kedua transaksi tersebut. Mengacu pada harga penutupan saham Bank Harda sehari sebelum pengumuman rencana akuisisi di level Rp 165 per saham, maka transaksi tersebut bernilai sekitar Rp 504 miliar.

Advertisement

Rencana masuknya konglomerat sekelas CT sebagai pemegang saham memberi harapan baru kepada seluruh stakeholder di bank yang tengah mengejar target modal inti minimum Rp 1 triliun yang harus dipenuhi akhir tahun ini. Terbukti harga saham bank berkode emiten BBHI ini langsung menyentuh batas auto reject atas alias ARA.

Apalagi Bank Harda harus menambah lebih dari Rp 700 miliar supaya tidak terdegradasi menjadi bank perkreditan rakyat (BPR). Menurut laporan keuangannya, per September 2020 modal inti bank ini hanya Rp 290,9 miliar, atau masuk kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1 dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun.

Seperti Bank Harda, Bank Bengkulu juga termasuk bank BUKU 1 yang masih belum memenuhi ketentuan modal inti minimum. Walaupun bank ini hanya membutuhkan suntikan modal sekitar Rp 150 miliar agar bisa memenuhi aturan OJK karena per September 2020 Bank Bengkulu telah mengempit modal inti sebesar Rp 853,1 miliar. Namun dengan masuknya CT, langkah untuk menuju modal inti Rp 1 triliun akhir tahun ini menjadi lebih ringan.

Sebelumnya Mega Corpora juga telah memiliki saham di dua bank pembangunan daerah (BPD) lainnya, yakni BPD SulutGo, dan BPD Sulteng.

Pentingnya Skala Ekonomi

Aturan terkait permodalan inti minimum bank tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum yang mulai berlaku Maret tahun ini.

Melalui beleid ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingin industri perbankan Indonesia didukung dengan permodalan yang kuat. Jika pemilik bank tidak mampu menyuntikkan dana segar, maka otoritas mendorong bank untuk mencari rekan bank lain untuk diajak konsolidasi, merger dan akuisisi.

OJK mensyaratkan permodalan yang lebih besar karena melihat persaingan kedepan akan semakin ketat. Apalagi di masa pandemi corona ini ada perubahan perilaku di masyarakat yang menuntut bank untuk menyesuaikan layanannya sesuai dengan kebutuhan nasabahnya.

“Di masa pandemi ini ada behaviour dari nasabah yang semakin menginginkan layanan cepat, tanpa tatap muka, cukup dengan handphone mereka ingin bisa melakukan apa saja. Ini membutuhkan teknologi, dan teknologi membutuhkan modal,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.

Tanpa modal yang kuat, mustahil bagi bank untuk menangkap tren itu. Kemampuan ekspansi bank menjadi terbatas, terutama dalam memitigasi risiko-risiko yang muncul akibat pandemi corona yang telah menyebabkan resesi di berbagai negara termasuk Indonesia. membuat roda perekonomian macet.

Akibatnya, bank semakin sulit mengucurkan kredit. Ini diperparah dengan menurunnya kemampuan bayar debitur karena banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan yang membuat rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bank melambung jika tidak segera dibentuk pencadangannya. Padahal untuk membentuk pencadangan tersebut bank lagi-lagi membutuhkan dukungan modal.

Menurut data Statistik Perbankan Indonesia, (SPI), kinerja industri perbankan sepanjang tahun ini merosot tajam. Per September 2020 kredit perbankan hanya tumbuh 0,12% secara tahunan dibandingkan periode yang sama 2019.

Kinerja bank BUKU 1 pun terus merosot selama beberapa tahun terakhir. Baik dalam penyaluran kredit, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), ataupun profitabilitasnya.

Asetnya pun terus menyusut. Saat ini bank-bank BUKU 1 hanya menggenggam kue industri perbankan kurang dari 1% untuk aset, DPK, dan kredit, tepatnya kredit 0,65%, DPK 0,62%, dan aset 0,64%.

Oleh karena itu pada akhir 2022, seluruh bank di Indonesia diwajibkan sudah memiliki modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun untuk menangkap tren digitalisasi yang semakin kencang. Jumlah tersebut harus dipenuhi secara bertahap, yakni Rp 1 triliun tahun ini dan Rp 2 triliun pada akhir 2021.

“Kami mengharapkan bank-bank yang belum kuat untuk memenuhi aturan ini mencari partner untuk melakukan konsolidasi. Kami menginginkan pada tahun-tahun berikutnya konsolidasi menjadi keharusan bagi bank yang belum bisa memenuhi ketentuan POJK 12/2020,” kata Heru.

Oleh karena itu pada akhir 2022, seluruh bank di Indonesia diwajibkan sudah memiliki modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun untuk menangkap tren digitalisasi yang semakin kencang. Jumlah tersebut harus dipenuhi secara bertahap, yakni Rp 1 triliun tahun ini dan Rp 2 triliun pada akhir 2021.

Jika aturan tersebut tidak dipenuhi, bank terancam turun kasta menjadi BPR. OJK pun memahami bahwa untuk pemilik bank menyuntikkan modal hingga Rp 1 triliun setiap tahunnya berat. Oleh karena itu OJK menyarankan konsolidasi bagi bank yang tidak bisa memenuhi aturan modal minimum bisa dengan merger atau akuisisi.

“Kami mengharapkan bank-bank yang belum kuat untuk memenuhi aturan ini mencari partner untuk melakukan konsolidasi. Kami menginginkan pada tahun-tahun berikutnya konsolidasi menjadi keharusan bagi bank yang belum bisa memenuhi ketentuan POJK 12/2020,” kata Heru.

Manuver Bank BUKU 1 Meningkatkan Modal

Ketika aturan tersebut diterbitkan pada Maret 2020, data OJK menunjukkan ada 13 bank umum konvensional dan 4 bank umum syariah yang masuk dalam kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1 yang bermodal inti di bawah Rp 1 triliun.

Seiring waktu, jumlah bank BUKU 1 ini terus berkurang. Menurut Statistik Perbankan Indonesia (SPI), per September 2020 bank konvensional BUKU 1 tersisa 10 bank. Namun jumlah bank syariah-nya tidak berubah, masih 4 bank.

Menurut catatan Katadata.co.id, jumlah bank BUKU 1 berkurang setelah melakukan penambahan modal, baik melalui suntikan modal pemilik. Misalnya  BPD Banten dan Bank Lampung oleh pemerintah daerahnya masing-masing, serta Bank Kesejahteraan Ekonomi.

Pada akhir 2019, salah satu pemegang saham Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE), PT Danadipa Artha Indonesia yang memegang 21% saham, mengambil alih kendali bank tersebut dari pemegang saham lainnya, yakni Induk Koperasi Pegawai RI sebesar 25,43% dan Recapital sebesar 19,68%.

Setelah itu Danadipa kembali menyuntikkan modal melalui private placement, sehingga kepemilikannya naik menjadi 92,63%. Pada akhir 2019 modal inti BKE tercatat hanya Rp 281,19 miliar. Namun pada kuartal I, modalnya telah melesat lebih dari Rp 700 miliar, tepatnya Rp 734,02 miliar menjadi Rp 1,01 triliun. Per September 2020 modal intinya telah tembus Rp 1,3 triliun.

Ada juga bank yang mendapat suntikan modal pasca-diakuisisi oleh pemilik barunya, seperti pada Bank Jago, Bank Yudha Bhakti, dan Bank Royal. Belum termasuk empat bank yang diakuisisi oleh investor asal Korea Selatan, yakni Bank Dinar dan Bank Oke (dulu Bank Andara) yang dibeli APRO Financial, serta Bank Mitraniaga dan Bank Agris yang dibeli Industrial Bank of Korea (IBK).

Bank Jago dibeli oleh Jerry Ng dan Sugito Walujo pada 2019, masing-masing melalui Metamorfosis Ekosistem Indonesia dan Wealth Track Technology Limited. Jerry merupakan mantan Direktur Utama Bank BTPN, sedangkan Sugito adalah pemegang saham BTPN sebelum diakuisisi Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC).

Sebelum diakuisisi, Bank Jago memiliki modal yang sangat mini. Per September 2019 modal intinya hanya Rp 85,33 miliar. Setelah akuisisi rampung, modalnya melesat menjadi Rp 662,11 miliar per Desember 2019. Sembilan bulan kemudian, per September 2020, Bank Jago sudah naik kelas ke BUKU 2 dengan modal intinya sebesar Rp 1,06 triliun.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement