Bansos Tunai Rp 300 Ribu Dinilai Tak Ampuh Kerek Daya Beli Masyarakat

Image title
21 Januari 2021, 20:20
Warga membawa pulang bantuan sosial non tunai di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (14/1/2021). Sebanyak 7.421.816 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Provinsi Jawa Barat mendapat bantuan tunai dari Pemerintah
ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/wsj.
Warga membawa pulang bantuan sosial non tunai di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (14/1/2021).

Berbagai upaya dilakukan pemerintah guna memulihkan perekonomian nasional. Salah satunya melalui stimulus terhadap dunia usaha, serta bantuan sosial (bansos) tunai untuk mendorong daya beli dan konsumsi masyarakat, sehingga memutar roda perekonomian.

Terlebih, perbankan masih ragu dalam menyalurkan kredit dengan jumlah besar, lantaran khawatir menjadi kredit macet. Oleh karena itu, stimulus dunia usaha dan bansos ini kian dibutuhkan. Sementara konsumsi, yang menyumbang 10% produk domestik bruto (PDB), turun signifikan.

Meski demikian, peneliti bidang ekonomi The Indonesian Institute Rifki Fadilah menilai dana bantuan langsung tunai sebesar Rp 300 ribu yang diberikan pemerintah cenderung minim.

"Jika dibandingkan dengan garis kemiskinan dan kebutuhan masyarakat, jumlah ini relatif kecil. Per September 2019 masyarakat membutuhkan Rp 440 ribu guna memenuhi kebutuhannya," kata Rifki dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (21/1).

Dengan demikian nominal bansos yang sebesar Rp 300 ribu menurut dia belum efektif mendorong permintaan dan konsumsi masyarakat. Dia menyarankan agar pemerintah menaikkan nominal bantuan langsung tunai.

Selain itu bentuk bansos juga bisa didiversifikasi melalui bantuan tunai dan pemberian kupon, serta memanfaatkan fasilitas deferred drawdown option (DDO). "Kalau bansos hanya Rp 300 ribu, masyarakat akan menyimpan uangnya untuk keperluan lain, sehingga yang tidak terjadi kenaikan permintaan,” ujar dia.

Rifki menekankan, pemerintah harus rasional dalam memulihkan perekonomian. Terlebih dari sisi investasi, dunia usaha banyak yang tertekan. Secara umum, dunia usaha enggan ekspansi bisnis, sebelum pandemi covid-19 usai.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Shinta Widjaja Kamdani mengusulkan, anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk korporasi dan intensif pengusaha yang belum terealisasi tahun lalu bisa ditambahkan ke anggaran tahun ini.

Halaman:
Reporter: Annisa Rizky Fadila
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...