BI Pangkas Suku Bunga Acuan, Kurs Rupiah Semakin Melemah
Nilai tukar rupiah pada pasar spot pagi ini, Jumat (19/2), dibuka melemah 0,18% ke level Rp 14.050 per dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang Garuda pun terus melemah ke level Rp Rp 14.077. Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah melemah 0,18% ke level Rp 14.085.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra memperkirakan rupiah berpotensi tertekan hari ini terhadap dolar AS seiring dengan penurunan indeks saham global.
"Selain itu, kebijakan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) juga membantu memberikan tekanan ke rupiah. Ini karena perbedaan yield dengan dolar AS kian menipis," ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (19/2).
Bank sentral memutuskan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke level terendahnya sepanjang masa di 3,5%. Keputusan yang diambil lewat hasil rapat dewan gubernur ini merupakan langkah lanjutan mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa suku bunga deposito dan pinjaman juga turun masing-masing 25 bps menjadi 2,75% dan 4,25%. "Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang rendah dan stabilisasi rupiah yang terjaga," kata Perry, Kamis (18/2).
Di sisi lain, Ariston menilai bahwa angka prediksi pertumbuhan ekonomi 2021 BI yang diturunkan menjadi 4,3-5,3% karena kasus pandemi menjadi sentimen negatif.
Tingkat positif Covid-19 di Indonesia masih tergolong tinggi dan hal ini menambah tekanan ke rupiah. Dengan demikian, mata uang Garuda akan bergerak di rentang Rp 14.000-14.100 per dolar.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, pemangkasan bunga acuan memang dilakukan demi mendorong pertumbuhan ekonomi. "Namun langkah ini harus tetap memperhatikan stabilitas ekonomi, terutama stabilitas nilai tukar rupiah," ujar Ibrahim kepada Katadata.co.id.
Usai bank sentral menurunkan suku bunga kebijakan, rupiah langsung melemah ke level Rp 14.025 per dolar pada penutupan pasar spot Kamis (18/2). Namun, pelemahan tersebut turut dipacu oleh menguatnya indeks mata uang Negeri Paman Sam.
Ibrahim menyebutkan bahwa penguatan dolar AS terjadi karena rilis data Negeri Paman Sam yang terus positif belakangan ini. Data tersebut meningkatkan harapan bahwa negara itu akan pulih lebih cepat daripada rekan-rekan globalnya.
Data AS yang optimis pada hari Rabu (17/2) memberikan dorongan pada greenback. Penjualan ritel inti tumbuh 5,9% pada bulan Januari 2021, dibandingkan dengan koreksi 1,8% pada Desember 2020.
Kemudian, data indeks harga produsen 1,3% pada Januari 2021, lebih tinggi dari bulan Desember yakni 0,3%. Penjualan ritel tumbuh 5,3% pada Januari 2021, berlawanan dengan kontraksi 1% pada bulan sebelumnya.
Selain rupiah, beberapa mata uang Asia juga melemah. Mengutip Bloomberg, dolar Singapura melemah 0,08%, won Korea Selatan 0,19%, dan baht Thailand 0,1%.
Namun, mayoritas mata uang Asia justru menguat seperti yen Jepang menguat 0,01%, dolar Taiwan 0,03%, peso Filipina 0,08%, rupee India 0,14%, yuan Tiongkok 0,25%, dan ringgit Malaysia 0,01%. Sementara itu, dolar Hong Kong stagnan.