Dibayangi Perang Rusia Ukraina, Rupiah Diramal Melemah Rp14.400/Dolar
Nilai tukar rupiah dibuka menguat 17 poin ke Rp 14.365 per dolar AS di pasar spot pagi ini, Selasa (1/3). Tetapi rupiah diramal akan berbalik melemah di tengah masih berlanjutnya perang Rusia Ukraina.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah berbalik melemah Rp 14.366 pada pukul 09.20 WIB. Tetapi ini masih belum kembali ke posisi penutupan sebelumnya di level Rp 14.382 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya justru melemah. Yen Jepang 0,18%, dolar Taiwan 0,29%, rupee India dan yuan Cina kompak melemah 0,06%, dolar Hong Kong 0,01% dan dolar Singapura 0,1%. Ringgit Malaysia dan bath Thailand menguat masing-masing 0,03% dan 0,11%, sedangkan won Korea Selatan dan peso Filipina stagnan.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah masih akan melemah di kisaran Rp 14.400, dengan potensi support di kisaran Rp 14.350 per dolar AS. Pelemahan kurs garuda hari ini masih dibayangi perang antara Rusia dan Ukraina.
"Meskipun sentimen pasar sudah terlihat lebih positif terhadap aset berisiko, tapi pasar masih mengkhawatirkan dampak negatif perang," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (1/3).
Konflik Rusia dan Ukraina memanas sepanjang pekan lalu. Pasukan Rusia juga terus bergerak mendekati ibu kota Ukraina, Kyiv sekalipun kedua negara sepakat untuk mulai berunding.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Minggu (27/2) juga telah memerintahkan pasukan Nuklirnya dalam siaga penuh merespon sejumlah sanksi ekonomi yang dijatuhkan negara-negara barat. Ini mengirim sinyal peperangan masih akan berlanjut.
Ariston menyebut, perang yang lebih lama dikhawatirkan bisa berdampak negatif kepada perekonomian global. "Kenaikan harga energi dan komoditi yang mendorong inflasi bisa menekan pemulihan ekonomi," kata dia.
Sementara dari dalam negeri, Ariston mengatakan, pasar menantikan rilis data inflasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) siang ini. Selain itu, pasar mencermati rilis data manufaktur RI bulan Februari.
"Inflasi yang tinggi dan data Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang di bawah ekspektasi berpotensi menekan nilai tukar rupiah dan sebaliknya. Inflasi yang tinggi bisa menurunkan daya beli masyarakat dan menekan pertumbuhan ekonomi," kata Ariston.
Data IHS Markit menunjukkan PMI Manufaktur Indonesia bulan Februari masih berada di zona ekspansi tetapi menunjukkan pelemahan dari bulan sebelumnya, turun dari 53,7 menjadi 51,2 poin.
Ini menunjukkan kinerja PMI Manufaktur yang berada di zona ekspansi selama enam bulan berturut-turut. Indeks PMI manufaktur yang melemah terutama disebabkan oleh naiknya kasus Covid-19 sepanjang bulan lalu.
Sementrara itu, data Indeks Harga Konsumen (IHK) Februari diperkirakan mengalami deflasi setelah bulan lalu mencatat inflasi 0,56%. Survei Bank Indonesia (BI) pekan lalu menunjukkan kemungkinan deflasi di 0,05% secara bulanan.
Analis pasar uang Bank Mandiri Rully A Wisnubroto memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.332-Rp 14.380 per dolar AS pada hari ini. Sentimen penguatan datang dari dalam negeri sekalipun tekanan dari perang Rusia-Ukraina masih membayangi.
"Masih derasnya arus modal asing menopang pergerakan Rupiah tetap stabil di tengah sentimen ketidakpastian Perang Rusia-Ukraina," kata Rully kepada Katadata.co.id
BI mencatat secara year-to-date (ytd) terdapat modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik sebesar Rp 26,5 triliun sampai 24 Februari 2022. Sekalipun arus modal keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) meningkat pada pekan lalu, tetapi ini masih bisa dikomepnsasi oleh peningkatan di pasar saham.
Lebih lanjut, Rully mengatakan, ketegangan di Ukraina masih akan menjadi perhatian pasar ke depan. Perang ini bisa berdampak negatif ke ekonomi domestik. Risikonya ke depan terutama dari kemungkinan kenaikan inflasi karena tekanan harga minyak dunia.