Inflasi AS Capai 8,3%, The Fed Berpeluang Naikkan Lagi Suku Bunga
Inflasi tahunan di Amerika Serikat (AS) pada April turun dari 8,5% menjadi 8,3%. Meski turun, realisasi ini masih lebih tinggi dari perkiraan pasar dan masih dekat dengan level tertingginya 40 tahun terakhir.
Data inflasi terbaru ini menunjukkan bahwa bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) masih memiliki pekerjaan besar untuk menekan inflasi menuju target 2%. Tingkat inflasi ini membuka peluang peningkatan suku bunga lebih lanjut.
Inflasi telah menjadi ancaman terbesar bagi pemulihan ekonomi Amerika Serikat saat ini. Pejabat pembuat kebijakan The Fed telah menanggapi kenaikan inflasi ini dengan dua kali menaikkan suku bunga, termasuk kenaikan agresif 50 bps pada pekan lalu.
Gubernur The Fed Jerome Powell dalam pengumuman pekan lalu mengatakan bahwa peluang masih terbuka untuk menaikkan suku bunga 50 bps dalam dua pertemuan berikutnya. Hal ini juga didukung oleh komentar Gubernur The Fed St. Louis James Bullard yang mengatakan rencana kenaikan 50 bps merupakan tolak ukur yang baik saat ini.
Bullard menyebut laporan terbaru inflasi 8,3% pada April tetap menunjukkan tingkat inflasi yang 'panas'. Meski demikian, ini belum mengharuskan The Fed untuk mengambil langkah lebih agresif berupa kenaikan suku bunga 75 bps.
"Itu bukan perkiraan dasar saya (kenaikan 75 bps), jadi saya pikir kami punya rencana yang bagus," ujarnya seperti dikutip dari Reuters pada Kamis (12/5).
Bullard mengulangi pernyataannya bahwa ia merasa The Fed perlu terus bergerak dalam peningkatan 50 bps itu untuk sisa pertemuan tahun 2022. Ia mendorong suku bunga dana federal ke kisaran antara 3,25% dan 3,5% pada akhir tahun.
Inflasi April sebesar 8,3% lebih tinggi dari perkiraan Dow Jones sebesar 8.1%. Ini juga masih mendekati level tertinggi sejak Musim panas 1982. Inflasi secara bulanan naik 0,3% atau lebih rendah dari kenaikan bulan sebelumnya yang mencapai 1,2%, tetapi masih di atas perkiraan pasar di 0,2%.
Sementara, inflasi inti, yang tidak menghitung kenaikan pada harga makanan dan energi mencapai 6,2%, juga lebih tinggi dari perkiraaan 6%. Namun, ini masih lebih rendah dari realisasi bulan sebelumnya 6,5%.
Harga energi secara bulanan mencatat deflasi 2,7% terutama karena penurunan 6,1% pada harga bensin. Tetapi secara tahunan, harga energi masih mencatat inflasi tinggi 30,3%. Sementara harga makanan tetap naik secara bulanan sebesar 0,9%, tidak setinggi bulan sebelumnya 1%. Inflasi harga pangan secara tahunan sebesar 8,3%.
"Kami mulai melihat energi turun sedikit, tetapi itu tidak cukup. Pasar mengharapkan angka yang lebih baik dan itu tidak cukup baik untuk mengesampingkan lebih banyak pengetatan Fed," kata kepala strategi pendapatan tetap di Charles Schwab Kathy Jones seperti dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (12/5).
Namun, kekhawatiran terutama pada kenaikan biaya hunian masih berlanjut. Komponen ini membentuk sekitar sepertiga dari bobot inflasi konsumen secara keseluruhan. Inflasi pada sektor hunian sevesar 0,5% secara bulanan, konsisten dalam tiga bulan berturut-turut. Secmantara secara tahunan naik 5,1% atau tertinggi sejak April 1991.