Rupiah Anjlok ke 14.623 per Dolar, Terimbas Pengetatan Moneter The Fed
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 16 poin ke Rp 14.614 per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot pagi ini, Jumat (13/5). Pelemahan rupiah berlanjut usai komentar terbaru bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) terkait pengetatan moneter yang akan lebih agresif demi menekan inflasi.
Mengutip Bloomberg, rupiah melanjutkan pelemahan ke Rp 14,623 pada pukul 09.15 WIB. Ini semakin jauh dari level penutupan kemarin sebesar Rp 14.598 per dolar AS. Mayoritas mata uang Asia lainnya juga melemah terhadap dolar.
Yen Jepang anjlok 0,62% disusul yuan Cina 0,37%, rupee India 0,24%, ringgit Malaysia 0,06% dan dolar Singapura 0,05%. Sementara, dolar Taiwan dan won Korea Selatan kompak menguat 0,11%, peso Filipina 0,06%, baht Thailand 0,01%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah masih akan tertekan ke arah Rp 14.650, dengan potensi support di kisaran Rp 14.550 per dolar AS. Pergerakan kurs garuda hari ini masih dibayangi ekspektasi pengetatan moneter yang agresif di Amerika Serikat.
Gubernur The Fed kembali muncul dengan komentarnya terkait langkah lebih agresif akan kembali diambil untuk meredam inflasi yang kini mendekati level tertingginya dalam 40 tahun.
Dikutip dari CNBC Internasional, semalam, Powell mengatakan pengendalian inflasi menuju 2% menjadi prioritas utama bank sentral saat ini. Ia tidak menjanjikan 'soft landing' bagi perekonomian karena The Fed menaikkan suku bunga.
"Pasca pernyataan Powell ini, indeks dollar AS terlihat menguat ke level tertinggi sejak Desember 2002 di kisaran 104.92," ujar Ariston, Jumat (13/5).
Seperti diketahui, The Fed sudah menaikkan bunga acuan sebanyak dua kali tahun ini. Kenaikan pertama pada Maret sebesar 25 bps, serta kenaikan lebih agresif pada pekan lalu sebesar 50 bps. Pasar memperkirakan kenaikan 50 bps masih akan terjadi pada pertemuan bulan depan dan masih akan ada kenaikan bunga sampai akhir tahun.
Di samping terimbas komentar The Fed tersebut, pergerakan rupiah hari ini juga dipengaruhi rilis data ketenagakerjaan AS semalam. Data klaim tunjangan pengangguran AS mingguan selama empat minggu masih menunjukkan penurunan.
Ini mengindikasikan bahwa kondisi tenaga kerja cukup sehat sehingga kebijakan pengetatan moneter tidak mengganggu lapangan pekerjaan. Simak databoks berikut:
Meski demikian, penguatan rupiah akan ditopang oleh sentimen pasar terhadap aset berisiko yang terlihat positif pagi ini. Indeks saham Asia rata-rata dibuka menguat. Indeks Nikkei 225 Jepang menguat 2,3% begitu juga Shanghai SE Composite Cina 0,49% Hang Seng Hong Kong 1,39% dan Kospi korea Selatan 1,64%.
"Kelihatannya pasar mengambil kesempatan untuk membeli di level rendah. Ini mungkin bisa menahan pelemahan rupiah," kata Ariston.
Analis DCFX Lukman Leong melihat memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.500-Rp 14.700 per dolar AS. Menurutnya, secara keseluruhan sentimen masih negatif. Sentimen risk off global meningkat setelah beberapa data ekonomi AS menunjukkan kekhawatiran inflasi tinggi yang persisten dan kemungkinan resesi.
Dari dalam negeri cenderung positif seperti rilis data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan neraca perdagangan yang masih solid. "Namun data inflasi terakhir menunjukkan adanya lonjakan harga, menunjukkan bahwa Indonesia tidak terisolir dari masalah inflasi," kata Lukman kepada Katadata.co.id.