Penundaan Pajak Karbon Berpotensi Hambat Pensiun Dini PLTU Batu Bara

Muhamad Fajar Riyandanu
17 Oktober 2022, 16:26
pajak karbon, pensiun dini pltu, batu bara
Katadata/Muhammad Fajar Riyandanu
PLTU Tanjung Jati.

Penerapan pajak karbon dinilai sebagai kunci penting dalam rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Sehingga penundaan implementasinya ke 2025 dinilai berpotensi menghambat rencana ini.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, penerapan pajak karbon berpotensi meningkatkan biaya penyediaan tenaga listrik atau BPP sehingga menaikkan harga listrik dari PLTU batu bara lebih mahal dibandingkan harga listrik dari energi terbarukan.

"Adanya pajak karbon bisa membuat harga listrik dari PLTU lebih mahal dibandingkan jenis pembangkitan lain, maka secara ekonomis lebih untuk melakukan pensiun dini bisa lebih cepat jika pajak karbon itu efektif," kata Fabby dalam Energy Corner CNBC pada Senin (17/10).

Namun begitu, Fabby menilai pungutan dari pajak karbon perlu ditingkatkan untuk mempercepat pensiun dini PLTU batu bara. Implementasi pajak karbon diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan perpajakan (HPP) yang rencananya dimulai pada 1 April dengan tarif karbon minimum sebesar Rp 30 per Kg CO2.

Fabby menilai tarif karbon Rp 30.000 atau US$ 2 per ton itu masih jauh dari angka ideal. Dalam proyeksi IESR, pemerintah diwajibkan untuk melakukan pensiun dini kepada 9,2 giga watt (GW) PLTU hingga 2030 dengan komposisi 5 GW pembangkit milik PLN dan 4,2 GW dari pembangkit swasta atau Independent Power Producers (IPP).

Pensiun dini merupakan salah satu upaya untuk mengejar komitmen membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat celcius. "Dari 5 GW ini ada 4,5 GW PLTU milik PLN bisa pensiun dini pada 2023 karena umurya sudah lebih dari 30 tahun," ujar Fabby.

Kebijakan DMO Batu Bara Perlambat Pensiun Dini PLTU

Fabby pun menyoroti aturan transisi dan peta jalan pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang tertulis dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT.

Halaman Selanjutnya
Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...