Pro dan Kontra Rencana Pembangunan Terowongan Toleransi Jokowi

Hari Widowati
12 Februari 2020, 16:38
terowongan toleransi Jokowi, terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, simbol toleransi, fungsi terowongan toleransi Jokowi, renovasi Masjid Istiqlal
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Sejumlah pekerja memasang panel listrik tenaga surya di atap Masjid Istiqlal di Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Pemerintah akan membangun terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, Jakarta Pusat. Pembangunan terowongan tersebut termasuk dalam proyek renovasi Masjid Istiqlal yang ditargetkan rampung pada April 2020.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, rencana pembangunan terowongan tersebut telah disampaikan kepadanya. "Tadi ada usulan untuk dibuat terowongan dari Masjid Istiqlal ke Katerdral, sudah saya setujui," kata Jokowi saat meninjau proyek renovasi Masjid Istiqlal, seperti dikutip Antara di Jakarta, Jumat (7/2).

Terowongan itu diharapkan menjadi sarana untuk silaturahmi. “Tidak perlu menyeberang, sekarang pakai terowongan silaturahmi,” katanya.

(Baca: Jokowi Sebut Renovasi Masjid Istiqlal Terbesar dalam 41 Tahun Terakhir)

Toleransi Bukan Sekadar Simbol

Namun, beragam tanggapan hadir dari sejumlah tokoh. Ada yang mendukung, ada pula yang meminta Jokowi untuk mengkaji ulang ide pembangunan terowongan yang menghubungkan dua rumah ibadah itu.

Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama (NU), mengkritik pembangunan terowongan tersebut. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyatakan, masyarakat membutuhkan silaturahmi dalam bentuk infrastruktur sosial, bukan dalam bentuk infrastruktur fisik berupa terowongan.

“Di mana pemerintah secara sungguh-sungguh membangun toleransi otentik, toleransi hakiki, dan bukan toleransi basa-basi. Itu yang dibutuhkan,” kata Abdul Mu'ti seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.

Hal serupa dilontarkan oleh NU. Ketua Umum Pengurus Besar NU, Said Aqil Siroj, mempertanyakan urgensi pembangunan tersebut. “Harus ada nilai dong, apa nilai budaya, apa nilai agama, atau cuma strategi politik?” ujar Said, seperti dikutip dari Republika.

Menurunya, akan lebih baik jika kedua rumah ibadah membangun kerja sama di bidang lainnya, seperti teknologi dan ekonomi. Selain itu, membangun toleransi juga dapat dilakukan melalui kebersamaan sikap mengenai kondisi di dalam dan luar negeri.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...