Raih Penghargaan & Diakui KPK, Sistem E-Budgeting akan Dihapus Anies?

Hari Widowati
1 November 2019, 18:51
polemik APBD DKI Jakarta, Anies Baswedan, e-budgeting DKI Jakarta, anggaran lem aibon, APBD DKI Jakarta janggal, Ahok, Jokowi
apbd.jakarta.go.id
Temuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mengenai anggaran pembelian lem Aibon senilai Rp 82,5 miliar dan pembelian pulpen Rp 124 miliar menimbulkan polemik mengenai e-budgeting.

Pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2020 menjadi perhatian masyarakat. Temuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI mengenai anggaran pembelian lem aibon senilai Rp 82 miliar dan anggaran pembelian pulpen Rp 124 miliar dari Sudin Pendidikan Jakarta Timur menuai polemik.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut kejanggalan anggaran tersebut disebabkan oleh kesalahan di sistem e-budgeting (penganggaran elektronik). Sistem yang digunakan sejak Basuki Tjahaja Purnama (BTP/Ahok) menjadi gubernur DKI Jakarta itu dinilai rentan kesalahan. Pasalnya, anggaran yang sudah dimasukkan harus diverifikasi secara manual oleh manusia.

Advertisement

"Setiap tahun saya perhatikan staf memasukkan angkanya dulu, toh nanti dibahas karena dalam pembahasan nanti rekening dan komponennya disamakan. Kalau sistemnya smart maka dia akan melakukan verifikasi untuk kegiatan a, b, c, itu tidak logis kalau dilakukan dengan angka yang tidak proporsional," kata Anies, di Jakarta, Rabu (30/10). Oleh karena itu, Anies berencana mengganti e-budgeting dengan sistem yang lebih pintar.

(Baca: Heboh Anggaran Besar Lem Aibon dan Bolpoin dalam APBD 2020 DKI Jakarta)

Digagas Jokowi dan Diterapkan Sejak Ahok Jadi Gubernur

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan sistem e-budgeting yang digunakan dalam penyusunan anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta? Sejarah e-budgeting dimulai sejak Joko Widodo (Jokowi) dan Ahok masih menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 2013.

Seperti dilansir Kompas.com, Jokowi mengajukan penggunaan e-budgeting kepada DPRD DKI Jakarta untuk mengontrol anggaran secara terbuka. Sistem penganggaran elektronik itu penting untuk mencegah adanya anggaran 'siluman' atau permainan antara legislatif dan eksekutif.

Dengan e-budgeting, hanya pihak-pihak yang memiliki otoritas tertentu yang memiliki kata sandi (password) untuk memasukkan atau mengubah angka dalam anggaran tersebut. Keberadaan sistem penganggaran elektronik ini dikukuhkan dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 145 tahun 2013. Namun, Pergub tersebut baru dilaksanakan ketika Ahok menjadi gubernur.

Ahok pernah bersitegang dengan DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan APBD. Ia mencoret anggaran senilai Rp 1,5 triliun. Anggaran itu disebutnya sebagai anggaran siluman karena bawahannya dipaksa memasukkan sejumlah tambahan anggaran oleh oknum anggota DPRD.

Sistem ini diklaim mampu menyelamatkan anggaran Pemprov DKI hingga triliunan rupiah. Bahkan, sistem ini mendapat penghargaan dari Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas). Menurut beritasatu.com, Pemprov DKI Jakarta meraih Anugerah Pangripta Nusantara (APN) 2016 dan Millenium Development Goals (MDGs) 2016.

Ada empat kategori yang dimenangkan DKI Jakarta, yakni Provinsi dengan Perencanaan Terbaik, Provinsi dengan Perencanaan Inovatif, Provinsi dengan Perencanaan Progresif, dan Provinsi dengan Pencapaian MDGs Tertinggi pada 2015. Salah satu faktor yang menunjang kemenangan DKI adalah penggunaan e-budgeting dalam penyusunan APBD.

(Baca: Ahok dan Anies Berseteru, Buntut Anggaran Janggal di APBD Jakarta)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement