Lima Poin Kontroversial dalam RUU Pertanahan yang Akan Disahkan DPR

Hari Widowati
20 September 2019, 12:11
RUU Pertanahan, pasal-pasal kontroversial, kriminalisasi penggusuran, hak tanah adat
ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI
Petani dan warga masyarakat yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu (FRB) mengadakan unjuk rasa di depan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara, Kamis (12/4/2018). DPR akan mengesahkan RUU Pertanahan pada 24 September 2019 meskipun ada penolakan dari berbagai pihak.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan akan disahkan pada 24 September mendatang. Pembahasan RUU yang menjadi inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 2 Februari 2015 ini telah memasuki tahap akhir.

RUU Pertanahan memang termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2019. RUU ini diusulkan oleh empat fraksi di Komisi II DPR, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP). Selain itu, Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga menjadi pengusul RUU Pertanahan.

Advertisement

Sejumlah kalangan menyoroti poin-poin yang kontroversial di dalam RUU Pertanahan. RUU ini dinilai lebih membela kepentingan investor dan membuat posisi rakyat semakin lemah dalam konflik agraria. Berikut ini poin-poin tersebut berdasarkan informasi yang dikumpulkan Katadata dari berbagai sumber.

1. Reforma agraria tak dianggap penting

Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gajah Mada (UGM), Maria Sumardjono, menilai RUU Pertanahan tidak menganggap penting reforma agraria. Pengaturan reforma agraria dalam RUU ini hanya menyalin isi Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018.

"Padahal RUU Pertanahan diharapkan memuat prinsip-prinsip reforma agraria itu apa, subjek prioritas pemanfaatannya siapa, objeknya apa, dan bagaimana memecahkan konflik lahan," ujar Maria dalam diskusi di Komnas HAM, Jakarta, seperti dikutip CNNIndonesia.com, Jumat (6/9).

(Baca: Picu Konflik, Ombudsman dan KPA Minta DPR Batalkan RUU Pertanahan)

2. Perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) hingga 90 tahun

Dalam pasal 25 RUU Pertanahan, disebutkan perpanjangan HGU yang sudah diberikan selama 35 tahun bisa diperpanjang untuk kedua kalinya sehingga total HGU mencapai 90 tahun. Padahal, sebelumnya disebutkan perpanjangan HGU hanya bisa dilakukan satu kali.

RUU Pertanahan memberi pengecualian perpanjangan hingga dua kali dengan mempertimbangkan umur tanaman, skala investasi, dan daya tarik investasi. Namun, tidak jelas pihak mana yang menentukan hal tersebut. Maria menilai pasal ini hanya berpihak pada kepentingan investor dan menutup kemungkinan bagi masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah.

(Baca: JK: Revisi UU Pertanahan untuk Akomodir Investasi dan Hak Masyarakat)

3. Hidupkan praktik politik agraria zaman kolonial

RUU Pertanahan dikhawatirkan menimbulkan masalah baru. Wakil Ketua Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan, mekanisme penyelesaian konflik agraria yang komprehensif tidak ada sehingga yang berpotensi muncul adalah pengadilan pertanahan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement