Volume Anak Krakatau Tersisa 30% Pasca Erupsi, Potensi Tsunami Minim
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut potensi erupsi Gunung Anak Krakatau tidak akan memicu tsunami. Pertimbangannya, volume gunung ini susut dari 150-180 juta meter kubik hingga saat ini hanya tersisa 40-70 juta meter kubik. Jadi, penyusutannya sekitar 60% atau dua per tiga dari volume awal.
PVMBG menyebut potensi bahaya yang ditimbulkan Gunung Anak Krakatau adalah lontaran material lava pijar gunung tersebut. Letusan berasal dari magma yang keluar dari kawah dan bersentuhan dengan air laut. Tsunami baru akan muncul apabila ada reaktivasi struktur patahan atau sesar yang ada di Selat Sunda. "Dengan volume tersisa, potensi terjadi tsunami kecil," demikian keterangan PVMBG, Jumat (28/12) malam.
Volume yang berkurang ini lantaran proses rayapan dan erupsi yang terjadi pada 24-27 Desember lalu. Berdasarkan analisis visual, Anak Krakatau yang tingginya semula 338 meter terkikis menjadi hanya 110 meter saja. Bahkan, gunung ini menjadi lebih rendah daripada Pulau Sertung yang menjadi latar belakangnya. "Sebagai catatan, Pulau Sertung tingginya 182 meter," demikian keterangan PVMBG.
Namun, hingga saat ini status Gunung Anak Krakatau itu masih terpantau pada Level III (Siaga) sehingga masyarakat tidak boleh mendekati gunung tersebut dalam radius 5 kilometer. Per 28 Desember 2018, terjadi letusan dengan tinggi asap maksimum yang terpantau setinggi 200 meter hingga 3.000 meter yang bergerak ke arah timur dan timur laut. "(Masyarakat) diimbau menyiapkan masker untuk mengantisipasi jika terjadi hujan (abu)," kata PVMBG.
Masyarakat di sekitar pesisir Banten dan Lampung juga diharapkan tetap tenang, beraktivitas seperti biasa dan tidak mempercayai isu erupsi Anak Krakatau dapat menyebabkan tsunami. "Tetap tenang dengan senantiasa mengikuti arahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat," demikian penjelasan PVMBG.