Jokowi: Nilai Klaim BPJS Kesehatan Terlalu Besar

Ameidyo Daud Nasution
17 Oktober 2018, 17:09
Monitoring Kepatuhan BPJS Kesehatan
ANTARA FOTO/Rahmad
Petugas pemeriksa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan (kanan) mewawancarai pekerja tenaga kesehatan saat monitoring kepatuhan pemberi kerja di Lhokseumawe, Aceh, Selasa (14/3). Kegiatan itu untuk memastikan perusahaan (pemberi kerja) mendaftarkan seluruh karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan, dan hak pekerja atas perusahaannya untuk didaftarkan menjadi Peserta BPJS Kesehatan sesuai amanat undang undang nomor 24 tahun 2011 tentang Jaminan kesehatan bagi tenaga kerja.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengkaji klaim yang diajukan oleh pesertanya. Pasalnya, nilai klaim BPJS Kesehatan terutama untuk penyakit katastropik dianggap terlalu besar.

Jokowi menyebutkan, dalam belanja BPJS Kesehatan 2017, klaim untuk penyakit jantung mencapai Rp 9,2 triliun, kanker Rp 3 triliun, gagal ginjal serta stroke masing-masing sebesar Rp 2,2 triliun. Selain itu, klaim penyakit non katastropik juga cukup besar. Contohnya, klaim untuk operasi katarak sebesar Rp 2,6 triliun dan fisioterapi senilai Rp 965 miliar. "Hati-hati, ini besar sekali dan harus jadi kajian," kata dia dalam keterangan resmi Sekretariat Presiden, Rabu (17/10).

Advertisement

Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan di depan para direktur utama rumah sakit yang menjadi anggota Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Pada kesempatan tersebut Jokowi juga mengatakan, mencegah penyakit juga harus diutamakan layaknya mengobati. Beberapa caranya adalah mempromosikan gaya hidup sehat agar kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia lebih baik. Dengan demikian, masyarakat bisa mengaktualisasikan perannya dalam pembangunan bangsa.

Hal-hal terkait kondisi keuangan BPJS harus menjadi perhatian. Apalagi, baru-baru ini BPJS harus menyelesaikan utang kepada rumah sakit. Hal tersebut berujung suntikan uang pemerintah sebesar Rp 4,9 triliun. Jokowi meminta BPJS Kesehatan menyusun manajemen sistem yang jelas agar rumah sakit juga mendapat kepastian pembayaran.
"Harusnya ini urusan dirut BPJS, tidak sampai ke Presiden seperti begini," keluhnya.

(Baca: Jokowi Putuskan Tambal Defisit BPJS Kesehatan Pakai APBN)

Jokowi mengatakan, dia kerap menegur Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris. Di sisi lain, ia sadar bahwa mengelola klaim dari rumah sakit di seluruh Indonesia tidaklah mudah. Berdasarkan pengalamannya ketika menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, urusan klaim biaya kesehatan ini memang cukup rumit. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem yang kuat dan handal untuk mengelola klaim biaya kesehatan.

Di era revolusi industri 4.0, perubahan terjadi di segala bidang kehidupan, termasuk ekonomi, pertanian, pendidikan dan kesehatan. Jokowi menyebutkan sudah banyak inovasi yang dilakukan di dunia kesehatan, misalnya aplikasi khusus untuk anak-anak dan teknologi cetak tiga dimensi (3D) untuk sel. "Penggunaan big data dapat mengidentifikasi penyakit. Rumah sakit harus menjadi smart hospital, aplikasi seperti ini sangat murah, tidak sampai Rp 100 juta bisa membangun sistemnya," ujarnya.

Integrasi layanan kesehatan yang didukung sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi yang memadai akan memperbaiki kualitas hidup masyarakat. "Contoh smart hospital di dunia banyak sekali muncul, di California berkolaborasi dengan Silicon Valley. Saya kira, yang seperti ini akan cepat masuk ke Indonesia," kata Jokowi.

(Baca: BPJS Kesehatan Sebut Aturan Baru Dapat Tekan Defisit Rp 360 Miliar)

Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement