Televisi (TV) masih dianggap sebagai media yang berpengaruh dalam membentuk opini publik. Tidak mengherankan jika banyak iklan politik yang berseliweran di TV selama masa kampanye. Namun, Partai Politik (Parpol) yang jor-joran beriklan di TV, ternyata belum bisa mendongkrak elektabilitasnya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Berdasarkan data hasil survei Sigi Kaca Pariwara, ada tiga partai yang memasang iklan di televisi hingga di atas seribu kali tayangan. Ketiganya adalah Partai Perindo, PSI, dan Hanura. PSI menjadi partai yang iklannya paling banyak tayang di TV, mencapai 1.220 spot iklan. Perindo menyusul dengan 1.220 spot iklan dan Hanura 1.053 spot iklan.

Advertisement

Meski penayangan lebih sedikit dari PSI, biaya iklan yang dikeluarkan Perindo tercatat paling tinggi, yakni Rp 82,7 miliar. Sedangkan PSI hanya Rp 42,8 miliar dan Hanura Rp 40,2 miliar. Sebagai partai baru, Perindo dan PSI memang perlu mengeluarkan dana besar untuk kampanye, termasuk iklan di TV, agar bisa dikenal masyarakat lebih luas.

(Lihat Databoks: PSI Teratas Kampanye di TV, Gerindra Terhemat)

Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan ada peningkatan elektabilitas PSI sejak beriklan di televisi. Sebelum masa kampanye media masa, elektabilitas PSI hanya berada di angka 0,3 persen. Kemudian naik menjadi 1,3 persen setelah penayangan iklan di televisi.

Direktur Eksekutif Indikator Indonesia Burhanuddin Muhtadi menduga elektabilitas PSI terkerek iklan televisi yang kerap menjadi bahan perbincangan warganet di media sosial. Dalam sejumlah iklannya, Ketua Umum PSI Grace Natalie sering mengucapkan kata "udah? udah?" di akhir pernyataannya.

"Mungkin berkat iklan 'udah, udah' itu. Baru kali ini kami menemukan elektabilitas PSI di atas 1 persen," ujarnya di Jakarta, Rabu (3/4).

Namun, kenyataan berkata lain. Hasil perhitungan cepat (quick count) sejumlah lembaga survei menunjukkan ketiga parpol yang mengeluarkan belanja iklan TV terbesar malah terancam gagal masuk parlemen. Perolehan suara PSI hanya PSI hanya 2,1 persen, Perindo 2,8 persen, dan Hanura 1,7 persen. Angka ini masih di bawah ambang batas syarat partai politik bisa duduk di DPR yang mencapai 4 persen.

Berbanding terbalik dengan Gerindra yang tercatat paling hemat membelanjakan iklannya di televisi selama masa kampanye, tapi berhasil mendulang suara besar dalam Pemilu. Menurut data Sigi Kaca Pariwara, Gerindra hanya membelanjakan Rp 77 miliar untuk iklan TV dengan total 200 tayangan. Namun, hasil quick count menunjukkan perolehan suara partai Prabowo Subianto mencapai 12,7%. Gerindra berada di posisi kedua setelah PDIP. 

Infografik Iklan Parpol

Belanja Iklan Tidak Berbanding Lurus dengan Elektabilitas Parpol

Analis Politik dari Exposit Strategic Arif Susanto mengatakan besaran belanja iklan televisi oleh partai politik tidak selalu berkolerasi dengan perolehan suara mereka dalam pemilu. "Pada sedikitnya tiga pemilu terakhir, kami mendapati fenomena yang agak berlainan," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (25/4).

Dia menjelaskan fenomena yang terjadi pada 2004, Partai Demokrat, Golkar dan Gerindra termasuk pengiklan terbesar di televisi. Ketiganya juga memperoleh dukungan suara yang signifikan saat pemilu di tahun tersebut. Namun, fenomena yang berbeda terjadi pada dua pemilu berikutnya.

Pada 2014, belanja besar iklan televisi oleh Partai Hanura, Partai Demokrat, dan PAN tidak sebanding dengan perolehan suara mereka dalam Pemilu. Sedangkan pada Pemilu 2019, gelontoran belanja iklan PSI, Perindo, dan Hanura, justru tidak mampu meloloskan mereka ke Senayan.

(Baca: TV Masih Mendominasi, tapi Iklan Online Tumbuh Lebih Cepat)

Menurutnya, efektivitas iklan parpol setidaknya dipengaruhi beberapa hal. Pertama, pengenalan publik terhadap Parpol. Partai-partai baru memiliki beban lebih berat untuk dikenal dibandingkan partai-partai mapan.

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement