Memahami Pakaian Adat Bali dari Makna, Jenis, dan Unsurnya
Pakaian adat merupakan simbol kebudayaan yang dimiliki oleh suatu daerah. Seluruh provinsi di Indonesia memiliki pakaian adat dengan ciri khas sesuai kebudayaan yang berkembang di provinsi tersebut.
Di Provinsi Bali, pakaian adat yang digunakan terdiri dari beberapa unsur. Merujuk pada siaran pers “Seminar Sehari Filosofi Pakaian Adat Bali” dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jembrana, Bapak Wayan Gunarta menyampaikan makna pakaian adat Bali berikut ini.
Makna Pakaian Adat Bali
Filosofi pakaian adat Bali pada dasarnya bersumber pada ajaran Sang Hyang Widhi, yakni Tuhan yang dipercayaii memberikan keteduhan, kedamaian dan kegembiraan bagi umat Hindu yang mempercayainya.
Pakaian adat Bali pada dasarnya adalah sama, yakni kepatuhan terhadap Sang Hyang Widhi. Dasar konsep dari busana adat bali adalah konsep Tapak Dara (swastika) yang disebut Tri angga yang terdiri dari:
- Dewa Angga: Dari leher ke kepala.
- Manusa Angga: Dari atas pusar sampai leher.
- Butha Angga: Dari pusar sampai bawah.
Jenis Pakaian Adat Bali
Jenis pakaian adat Bali adalah sebagai berikut.
1. Payas Agung
Payas Agung adalah pakaian adat Bali yang hanya digunakan oleh dalam berbagai acara adat seperti pernikahan, munggah deha (upacara kedewasaan), pitra yadnya (ngaben), mesagih (upacara potong gigi), dan upacara adat lainnya.
Dari laman resmi Dinas Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Buleleng, pada zaman dulu, hanya darah bangsawan saja yang bisa mengenakan Payas Agung. Namun, kini semua kalangan bisa menggunakannya.
Payas Agung dominan dengan warna emas dan mahkota tinggi yang menjulang. Untuk wanita, mengenakan pakaian ini terlihat anggun, cantik dan elegan. Untuk pria, Payas Agung mengkombinasikan lilitan kain songket mewah dengan jas beludru bermotif prada Bali.
Penggunaan Payas Agung disertai riasan yang mewah. Pada bagian dahi wanita dirias dengan lengkungan atau srinata agar wanita terlihat lebih bersahaja. Di antara kedua alis terdapat bindi yang dalam agama Hindu diyakini sebagai simbol penanda cinta, kecantikan, kemakmuran, kehormatan, hingga penangkal nasib buruk. Dahi menjadi lokasi penggunaan bindi karena merupakan tempat cakra keenam.
Busana wanita akan memakai tapih (kain) panjang yang melilit tubuh dari dada hingga ke jari kaki. Tapih ini akan dilapisi kemben sebagai penutup dada dan kamen untuk menutup hingga ke mata kaki.
Perhiasan yang digunakan adalah cerik (seperti gelang) di bahu sebelah kiri serta pending emas (seperti ikat pinggang) di pinggang, gelang kana di lengan, dan gelang satru di pergelangan tangan.
2. Payas Jangkep
Payas Jangkep adalah pakaian adat Bali yang artinya busana dan riasan lengkap (jangkep). Tampilan pakaian ini sekilas hampir mirip dengan Payas Agung. Tetapi, aksesoris payas jangkep lebih lengkap dan tidak semewah Payas Agung.
Payas Jangkep dikenakan pada saat sesi lamaran pernikahan, upacara kemanusiaan yang saling menghormati satu sama lain, acara wisuda, atau acara lain yang bersifat formal.Pada Payas Jangkep, wanita biasanya menggunakan sanggul tanpa srinata.
Biasanya sanggul diberi hiasan emas dan bunga segar, tapi tak setinggi dan seberat Payas Agung. Untuk atasan, wanita biasanya menggunakan kebaya khas Bali berbahan brokat dengan desain yang mewah. Korset atau bulang pasang dikenakan sebelum kebaya. Maknanya sebagai simbol pengontrol emosi wanita.
Pria mengenakan baju safari yang memiliki bentuk serupa dengan kemeja pada umumnya. Bedanya, baju safari memiliki kerah dan dua saku di bagian kiri serta kanan bawah.
3. Payas Madya
Payas Madya berarti pakaian adat Bali yang sedang atau menengah. Tampilannya tidak terlalu mewah tapi juga tidak terlalu sederhana. Payas Madya dikenakan oleh orang Bali untuk kepentingan upacara keagamaan seperti sembahyang ke Pura, hari raya umat Hindu, upacara kremasi, dan lain sebagainya.
4. Payas Alit
Payas Alit adalah pakaian adat Bali yang paling sederhana. Kata ‘alit’ berarti kecil atau sederhana. Payas Alit dikenakan oleh warga Bali pada saat yang tidak terlalu istimewa, seperti saat membersihkan tempat suci, kegiatan gotong royong, atau membantu tetangga di sekitar.
Unsur Pakaian Adat Bali untuk ke Pura
Pakaian adat Bali untuk ke Pura terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut.
Unsur Pakaian Adat Bali untuk Laki-laki
Pakaian adat Bali untuk ke Pura bagi laki-laki terdiri dari:
1. Kamen (Kain)
Mengenakan pakaian adat Bali bagi laki-laki diawali dengan menggunakan kain/kamen dengan lipatan untuk putra kamen/wastra melingkar dari kiri kekanan karena merupakan pemegang Dharma.
Tinggi kamen putra kira-kira sejengkal dari telapak kaki karena putra sebagai penanggung jawab harus melangkah dengan panjang, tetapi harus tetap melihat tempat yang dipijak.
2. Kancut (Lelancingan)
Laki-laki menggunakan kancut (lelancingan) dengan ujung yang lancip dan sebaiknya menyentuh tanah. Ujungnya yang ke bawah adalah simbol penghormatan terhadap ibu pertiwi.
Kancut juga merupakan simbol kejantanan. Tetapi, untuk persembahyangan, tidak diperkenankan untuk menunjukkan kejantanan yang berarti pengendalian.
3. Saputan (Kampuh)
Untuk menutupi kejantanan itu maka ditutupi dengan saputan (kampuh). Tinggi saputan kira-kira satu jengkal dari ujung kamen. Selain untuk menutupi kejantanan, saputan juga berfungsi sebagai penghadang musuh dari luar. Saputan melingkar berlawanan arah jarum jam (prasawya).
4. Selendang kecil (Umpal)
Selanjutnya menggunakan selendang kecil (umpal) yang bermakna bahwa orang tersebut sudah mengendalikan hal-hal yang buruk. Pada saat penggunaan umpal, tubuh manusia sudah terbagi dua yaitu Bhuta Angga dan Manusa Angga.
Penggunaan umpal diikat menggunakan simpul hidup di sebelah kanan sebagai simbol pengendalian emosi dan persamaan. Umpal harus terlihat sedikit sebagai simbol kesiapan untuk memegang teguh Dharma.
5. Baju (Kwaca)
Setelah itu, dilanjutkan dengan menggunakan baju (kwaca) yang bersih, rapi dan sopan. Pada saat berkunjung ke pura, masyarakat Bali menunjukan rasa syukur dengan memperindah diri. Jadi, pada bagian baju sebenarnya tidak ada patokan yang pasti.
6. Udeng (Destar)
Terakhir, laki-laki mengenakan udeng. Secara umum, udeng dibagi tiga, yaitu:
- Udeng jejateran (udeng untuk persembahyangan) yang menggunakan simpul hidup di depan, disela-sela mata, sebagai lambang cundamani atau mata ketiga dan pemusatan pikiran. Ujung menghadap ke atas sebagai simbol penghormatan pada Sang Hyang Aji Akasa.
- Udeng dara kepak (dipakai oleh raja), yang memiliki tambahan penutup kepala sebagai simbol pemimpin yang selalu melindungi masyarakatnya dan pemusatan kecerdasan.
- Udeng beblatukan (dipakai oleh pemangku) yang tidak ada bebidakan, hanya ada penutup kepala dan simpulnya di belakang dengan diikat ke bawah sebagai simbol lebih mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi.
Unsur Pakaian Adat Bali untuk Perempuan
Pakaian adat Bali untuk ke Pura untuk perempuan terdiri dari:
1. Kamen
Sama seperti busana adat putra, pakaian adat Bali untuk perempuan diawali dengan memakai kamen. Tetapi, lipatan kamen melingkar dari kanan ke kiri sesuai dengan konsep sakti. Perempuan sebagai sakti bertugas menjaga agar laki-laki tidak melenceng dari ajaran Dharma.
Tinggi kamen perempuan kira-kira setelapak tangan karena pekerjaan putri sebagai sakti sehingga langkahnya lebih pendek.
2. Bulang
Setelah menggunakan kamen, dilanjutkan memakai bulang yang berfungsi untuk menjaga rahim dan mengendalikan emosi.
3. Kebaya dan Selendang (Senteng)
Selanjutnya mengenakan kebaya lalu mengikat selendang (senteng) menggunakan simpul hidup di bagian kiri. Artinya sebagai sebagai sakti dan mebraya. Perempuan memakai selendang diluar dan tidak tertutupi oleh baju. Tujuannya agar selalu siap membenahi laki-laki jika melenceng dari ajaran Dharma.
4. Pepusungan
Pepusungan ada tiga yaitu:
- Pusung gonjer yaitu dibuat dengan cara rambut dilipat sebagian dan sisanya digerai. Pusung gonjer digunakan untuk perempuan yang masih lajang sebagai lambang kebebasan memilih dan dipilih pasangannya. Pusung gonjer juga sebagai simbol keindahan dan Tri Murti.
- Pusung Tagel adalah untuk perempuan ang sudah menikah.
- Pusung podgala/pusung kekupu yaitu cempaka putih dan cempaka kuning sebagai lambang Tri Murti.
Itulah pembahasan mengenai pakaian adat Bali. Sebagai warga Indonesia, memperluas wawasan tentang pakaian adat Bayi merupakan cara untuk melestarikan kebudayaan Indonesia.