Bank Ina Milik Anthoni Salim Rights Issue Rp 1,2 T untuk Digitalisasi
PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) menetapkan harga pelaksanaan dalam penawaran umum terbatas dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue Rp 4.200 per saham. Alhasil, jumlah dana yang diterima bank milik taipan Anthoni Salim ini bisa mencapai maksimal Rp 1,18 triliun.
Berdasarkan keterbukaan informasi terbaru, Bank Ina Perdana menawarkan maksimal 282,71 juta saham biasa dalam rights issue ini. Jumlah itu setara 4,76 % dari jumlah seluruh saham setelah aksi korporasi tersebut.
PT Indolife Pensiontama sebagai pemegang saham pengendali menyatakan akan melaksanakan haknya. Saat ini Indolife memiliki 1,27 miliar saham atau setara 22,47 % dari seluruh saham Bank Ina Perdana.
Bila saham yang ditawarkan dalam rights issue ini tidak seluruhnya diambil oleh pemegang saham lain, sisanya akan dialokasikan kepada pemegang saham yang memesan lebih besar dari haknya.
"Apabila setelah alokasi tersebut masih terdapat sisa saham yang ditawarkan, saham tersebut tidak akan dikeluarkan dari portepel," demikian dikutip dari keterbukaan informasi, Selasa (23/11).
Jika hanya Indolife Pensiontama saja yang mengambil haknya, persentase kepemilikan di Bank Ina Perdana meningkat menjadi 23,33 % dengan jumlah saham menjadi 1,33 miliar saham.
Sementara pemegang saham lainnya terdilusi 4,76 %. Mereka yakni DBS Bank LTD S/A LTSL As Trustee of NS Financial Fund yang punya 593,38 juta saham atau setara 10,49 % akan turun menjadi 10,38 % jika tidak mengambil hak rights issue ini.
Porsi Lion Trust S/A NS Asean Financial Fund yang punya 1,03 miliar unit saham Bank Ina Perdana atau setara 18,29 akan turun menjadi 18,09 %. Lalu, pemegang saham PT Gaya Hidup Masa Kini yang punya 564,18 juta saham atau setara 9,98% akan turun menjadi 9,87 %.
PT Philadel Terra Lestari memiliki 410,09 juta saham atau setara 7,25 %, dan jika tidak mengambil hak, porsi sahamnya turun menjadi 7,17 %. Saham Bank Ina Perdana juga dimiliki oleh PT Samudra Biru sebanyak 933,7 juta saham atau setara 16,51 % tapi akan turun 16,33% jika tidak ambil haknya.
Porsi kepemilikan saham Bank Ina Perdana oleh masyarakat yang sebanyak 847,98 juta saham atau setara 15 %, akan berkurang dengan asumsi tidak ada yang mengambil rights issue. Porsi saham publik turun menjadi 14,83%.
Manajemen Bank Ina Perdana mengatakan, dana yang diperoleh dari hasil rights issue akan digunakan seluruhnya untuk modal kerja. Hal ini terkait pelaksanaan kegiatan operasional serta pengembangan usaha.
"Sesuai dengan strategi Perseroan untuk menerapkan digitalisasi dalam proses bisnis perseroan," kata manajemen Bank Ina Perdana.
Pengembangan usaha yang dimaksud merupakan pengembangan usaha yang dikategorikan sebagai belanja operasional atau operational expenditure (Opex).
Bank Ina Perdana mengembangkan digitalisasi melalui kerja sama layanan terkelola dengan vendor (pihak ketiga). Sehingga bank tidak berinvestasi langsung dengan membeli aset atau peralatan.
Biaya informasi dan teknologi untuk pengembangan digitalisasi, terutama untuk lisensi perangkat lunak yang bersifat berlangganan dan infrastruktur. Hal itu dikerjasamakan dengan penyedia cloud dan penyedia layanan terkelola.
Adapun dengan dana yang diperoleh dari hasil pelaksanaan rights issue ini, maka Bank Ina Perdana juga memenuhi persyaratan modal inti yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2020 mengenai Konsolidasi Bank Umum.
OJK mewajibkan bank umum untuk memiliki modal inti minimal Rp 2 triliun pada akhir 2021 dan Rp 3 triliun untuk 2023. Adapun, modal inti Bank Ina Perdana per September 2021 masih Rp 1,15 triliun.
Rencananya tanggal pencatatan rights issue di Bursa Efek Indonesia pada 3 Desember 2021. Lalu, periode perdagangan sertifikat bukti rights issue pada 3-9 Desember 2021.
Periode penyerahan saham hasil pelaksanaan rights issue pada 7-13 Desember 2021. Tanggal terakhir pembayaran pemesanan saham tambahan dijadwalkan pada 13 Desember 2021. Tanggal penjatahan pemesanan saham tambahan pada 14 Desember 2021.