Dilema Kebijakan Kartu Prakerja

Metta
Oleh Metta Dharmasaputra.
3 Mei 2020, 13:15
Metta
Ilustrator: Betaria Sarulina
Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta, Senin (20/4/2020). Pemerintah membuka gelombang kedua pendaftaran program yang bertujuan memberikan keterampilan untuk kebutuhan industri dan wirausaha itu mulai Senin ini hingga dengan Kamis (23/4/2020) melalui laman resmi www.prakerja.go.id.

Beban Berlebih

Dari gambaran itu, jelas bahwa akibat Covid-19 kartu prakerja tiba-tiba menanggung beban berlebih dari desain awalnya. Lantas, kembali ke pertanyaan sebelumnya, apakah mungkin bansos tunai yang dibagikan itu tak hanya sebagian, tapi keseluruhan bujet kartu prakerja? Mari kita lihat dari berbagai aspek.

Pertama, aspek regulasi. Melihat payung hukum yang ada, rasanya ini sulit dilakukan. Perpres Nomor 36 Tahun 2020 jelas mengatur secara spesifik soal Pengembangan Kompetensi Kerja. Karena itu, jika yang diinginkan adalah murni bansos tunai untuk korban PHK, semestinya dibuat program dan aturan tersendiri.

Masalahnya, kebutuhan penyaluran bansos berkejaran dengan waktu. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, yang menjadi payung hukum tambahan anggaran Rp 405 triliun untuk penanganan Covid-19 saja, belum disahkan DPR. Padahal, di dalamnya termasuk anggaran untuk kartu prakerja Rp 20 triliun.

DPR baru akan membahasnya pada masa persidangan selanjutnya setelah Lebaran. Dalam hal ini, sensitifitas anggota Dewan terhadap urgensi penanganan Covid-19 yang justru patut dipertanyakan. Belum lagi soal potensi gugatan yang mengintai. Lihat saja Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kini juga tengah dipersoalkan.

Karena itu, bisa celaka jika kartu prakerja kemudian dijadikan bansos tunai sepenuhnya, tanpa payung hukum yang jelas. Mempertimbangkan ancaman ini, menjadi masuk akal skema hybrid yang kemudian dipilih, guna menyiasati situasi darurat yang membutuhkan langkah cepat.

(Baca: Pengesahan Perppu Stimulus Corona Jadi UU Menanti Rapat Paripurna DPR)

Kedua, aspek teknis menyangkut ketersediaan data. Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memberikan peringatan agar penyaluran dana bansos harus tepat sasaran berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Permasalahnnya, data yang sudah tersedia rapi berdasarkan nama orang dan alamat yang dituju, baru di level 20 juta penduduk termiskin.

Ketersediaan data kelompok termiskin ini sudah diperoleh berkat pendaftaran rekening bank secara kolektif untuk penyaluran dana Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Mereka inilah yang selama ini telah menerima bansos berupa Program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako.

Kini, ketika bansos akan diperluas mencakup 40% keluarga termiskin, masih perlu tambahan data 9 juta keluarga. Merekalah yang nantinya akan mendapat bansos tunai senilai total Rp 16,2 triliun. Persoalannya, data ini kini masih sedang dipersiapkan Kementerian Sosial.

Dari gambaran itu, bisa dipastikan bahwa data akurat kelompok masyarakat yang menjadi sasaran kartu prakerja dan berada di atas 40% masyarakat termiskin tersebut belum tersedia. Karena itu, mekanisme yang paling mungkin dilakukan untuk penyaluran bansos tunai, yaitu melalui sistem registrasi kartu prakerja—baik individu maupun kolektif kelembagaan.

Ketiga, ketersediaan dana. Harus diakui, meski ada penambahan dana dua kali lipat untuk kartu prakerja, jumlahnya masih jauh dari memadai. Mekanisme registrasi dan pelatihan dalam hal ini menjadi alat seleksi untuk menyiasati keterbatasan itu, termasuk dalam pemilihan prioritas penerima kartu prakerja.

(Baca: Sengkarut Kartu Prakerja, sebelum Lahir hingga Lari di Tengah Pandemi)

PENDAFTARAN KARTU PRAKERJA GELOMBANG KEDUA
Pendaftaran kartu prakerja gelombang kedua. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.)

Kebijakan ideal

Melihat kompleksitas tersebut, tak mudah memang mencari kebijakan ideal di tengah keterdesakan waktu. Kartu prakerja menjadi pilihan kebijakan, di tengah berbagai kekurangan yang ada. Meski begitu, evaluasi dan perbaikan perlu segera dilakukan, seiring dengan pelaksanaan program yang berkejaran dengan gelombang PHK.

Berbagai input dan kritik tentang kelemahan format pelatihan kartu prakerja dapat menjadi bahan evaluasi awal. Misalnya, pelatihan online tidak cukup hanya melalui modul video, tapi perlu dilengkapi tatap muka secara jarak jauh.

Proses kurasi para provider pelatihan pun hendaknya tidak diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan platform digital sebagai penyedia lapak. Manajemen Pelaksana perlu ambil bagian, dengan melibatkan para profesional atau asosiasi terkait.

Untuk meredam berbagai kecurigaan, struktur biaya pun sebaiknya dibuka secara transparan. Ini sekaligus untuk mengurangi bias persepsi bahwa dana pelatihan online sebesar Rp 5,6 triliun hanya akan dinikmati oleh delapan platform digital.

Padahal sesungguhnya sudah ada 233 penyedia jasa training yang terhubung ke delepan platform digital tersebut. Jumlah provider dan platform digital itu pun akan terus bertambah, sepanjang lolos verifikasi.

(Baca: Pemerintah Tak Atur Besaran Komisi untuk Mitra Kartu Prakerja)

Langkah lain yang juga bisa dipertimbangkan oleh pemerintah, yaitu memperbesar porsi insentif dan mengurangi biaya pelatihan online di masa Covid-19, meski tentu tidak bisa dihilangkan sepenuhnya.

Di sisi lain, pemerintah perlu menyegerakan penyaluran berbagai bansos lainnya. Dengan begitu, kebutuhan mendesak masyarakat, bisa segera terpenuhi dan kartu prakerja pun tak lagi menanggung beban berlebihan. 

Sebagai catatan akhir, sesungguhnya tak akan pernah ada kebijakan ideal. Apalagi di tengah situasi darurat, yang mengharuskan tindakan cepat meski penuh keterbatasan.

Itu sebabnya, mantan Presiden dan Jenderal Prancis yang amat tersohor di masa Perang Dunia II Charles de Gaulle (1890-1970) pernah berujar, “To govern is always to choose among disadvantages.” Memerintah selalu berarti memilih di antara berbagai opsi yang tidak menguntungkan. 

(Baca: Mayoritas Pendaftar Kartu Prakerja Dinilai Hanya Incar Insentif Dana)

Halaman:
Metta
Metta Dharmasaputra.
Pendiri Katadata Insight Center

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...