Untung-Buntung Investasi Telkomsel di GoTo

Metta Dharmasaputra
14 Juni 2022, 12:37
Metta Dharmasaputra
Ilustrator: Betaria Sarulina

Jangan Jadi Penonton

Melihat berbagai potensi besar tersebut, masuk akal Telkom Group sejak lama ingin ikut masuk ke dalam ekosistem bisnis startup. Niat ini sesungguhnya sudah muncul sejak 2018, namun tak kunjung terealisasi.

Baru ketika Menteri BUMN beralih ke tangan Erick Thohir, rencana ini kembali hidup. Agak terlambat memang. Jika saja, Telkom Group sudah masuk bersama Astra sejak 2019, ketika saham Gojek masih jauh lebih murah, potensi keuntungan yang bisa diraih akan jauh lebih besar.

Bisa jadi, karena tidak lagi ingin terlambat, Kementerian BUMN kemudian menginisiasi Merah Putih Fund pada Desember 2021, yang mendapat dukungan penuh dari Presiden Joko Widodo. Penyediaan dana ini ditujukan untuk mengakselerasi startup lokal yang berpotensi menjadi unicorn. Selain Telkomsel, sokongan juga datang dari Mandiri, MDI Ventures, BRI, dan BNI.

Dukungan pemerintah dan keikutsertaan BUMN dalam pengembangan ekosistem digital memang sudah sepatutnya. Riset yang dilakukan Google, Temasek, Bain & Company menunjukkan bahwa ekonomi digital di Asia Tenggara akan tumbuh pesat.

Nilainya yang pada tahun lalu masih sebesar US$ 174 miliar, akan membengkak menjadi US$ 363 miliar pada 2025. Yang fantastis, sebesar 40 persen (US$ 146 miliar) di antaranya bakal disumbang oleh Indonesia.

Di tengah gelombang perubahan ini, kita bersyukur Indonesia tak lagi ketinggalan kereta. Meminjam istilah penulis terkenal Malcolm Gladwell, telah lahir para Outliers di industri perusahaan rintisan teknologi digital nasional.

Nadiem Makarim dan Kevin Aluwi (Gojek), William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison (Tokopedia), Achmad Zaki dan Fajrin Rasyid (Bukalapak), serta Ferry Unardi (Traveloka), adalah beberapa nama di antaranya. Merekalah pendiri unicorn pertama Indonesia, dengan nilai perusahaan di atas US$ 1 miliar.

Setiap zaman selalu saja melahirkan tokohnya. Ketika Amerika Serikat digerakkan oleh transformasi terbesar dalam sejarahnya pada 1860-1870-an, yang ditandai dengan dimulainya industri manufaktur saat rel kereta api dibangun dan bursa Wall Street didirikan, muncul generasi John D. Rockefeller dan J.P. Morgan.

Seiring dengan datangnya era revolusi industri kedua di masa itu, muncul pula para pembuat mobil pertama di dunia, seperti Karl Benz di Jerman dan Henry Ford di AS. Lalu di abad 20, lahir para raja perangkat lunak komputer di Lembah Silikon, seperti Bill Gates (Microsoft), Steve Jobs (Apple), dan Erick Schmidt (Novell) yang sama-sama kelahiran tahun 1955.

Kini, gelombang revolusi digital yang sudah terjadi sejak 1980-an adalah sebuah keniscayaan. Terus-menerus dihantui ketakutan dan tak punya nyali mengambil risiko investasi untuk masa depan, hanya akan menjadikan Indonesia sebagai penonton di tengah arus besar kemajuan dunia. Semoga startup nasional terus tumbuh dan menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

Halaman:
Metta Dharmasaputra
Metta Dharmasaputra
Co-founder, CEO Katadata

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...