Menilik Manajemen Ketahanan Pangan dan Ekonomi Sirkular di Al-Zaytun
Al-Zaytun adalah pondok pesantren modern berasrama di daerah Indramayu, Pantai Utara Jawa Barat di bawah pimpinan Syaikh Panji Gumilang. Beberapa hari yang lalu - out of curiosity - penulis berkesempatan datang di pesantren ini, menghadiri undangan wisuda sarjana.
Orasi ilmiah dibawakan pembicara tamu Dahlan Iskan, Jend. (purn) Kivlan Zen dan Ch. Robin Simanullang. Kami mendengar dari Syekh Panji bagaimana pengelolaan pendidikan termasuk manajemen pangan diselenggarakan. Keesokan harinya Abdul Halim, Sekretaris Yayasan membawa rombongan kami berkeliling di beberapa fasilitas pertanian, peternakan, laboratorium dan industri pendukungnya.
Areal pesantren sekitar 1.600 hektare yang dibeli secara bertahap sejak 1990-an. Gedung sekolah, kampus, asrama, dan perkantoran terletak di tengah dengan luas 324 hektare. Sekitar 650 hektare merupakan lahan tanaman keras, palawija, pusat perikanan, dan peternakan. Sementara 600 hektare di sisi luar sebagai lahan persawahan produktif.
Jumlah peserta didik, mulai tingkat SD hingga Mahasiswa, tenaga kependidikan, dan karyawan sekitar 8.000 orang. Apabila rata-rata mengkonsumsi ¼ kg beras, itu artinya per hari harus disediakan dua ton beras, di luar sayuran, buah-buahan, maupun makanan suplemen pendukung.
Di Al-Zaytun, seluruh kebutuhan pangan warganya dipenuhi dari hasil sendiri, dengan strategi pemberdayaan masyarakat setempat yang ditopang teknologi tepat guna. Eks pemilik lahan, masyarakat sekitar, maupun pendatang diberi kesempatan menggarap persawahan dan digaji normal. Mereka tergabung dalam Paguyuban Petani Penyangga Ketahanan Pangan Indonesia.
Musim tanam dua kali setahun. Bibit padi dan sarana produksi disediakan, yang akan diperhitungkan setelah panen (yarnen = bayar panen). Sisanya dibagi dua dengan Al-Zaytun, yang membeli seluruhnya sesuai harga yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Gabah yang telah dibersihkan disimpan dalam satu silo berkapasitas 1000 ton. Al-Zaytun memiliki satu rangkaian penggilingan padi terpadu berbentuk horizontal. Jenis ini hanya ada dua di Indonesia. Padi digiling sesuai kebutuhan. Mesin gilingan padi tersebut hanya dilayani dua orang, mulai dari gabah masuk di satu ujung hingga keluar beras premium di ujung seberangnya, yang telah terjahit dalam karung-karung.
Teknologi dan komputer membantu kelancaran kerja. Kapasitas giling 50 ton per hari. Karena tempat penyimpanan di silo berbentuk kerucut terbalik, maka yang akan digiling pertama adalah gabah pada urutan terbawah dengan prinsip first in first out (FIFO). Dengan suhu yang tepat, kualitas gabah tetap terjaga. Syekh Panji menyebut ini adaptasi modern dari ilmu Nabi Yusuf yang mampu menjaga dan menyimpan tujuh tahun panen gandum di Mesir kuno tanpa cacat.
Bibit padi adalah bibit unggul hasil pemuliaan sendiri. Ada jenis kualitas Thailand, kualitas padi Jepang hingga padi unggul daerah. Al-Zaytun mengembangkan sendiri, karena menurut Syekh Panji, kualitas bibit padi pemerintah selama ini adalah ex bibit IR yang sudah agak lama tidak diperbaharui, serta boros pupuk kimia.
Tanaman padi menggunakan pupuk kandang yang berasal dari limbah kotoran ratusan sapi, domba, kambing, dan ribuan ayam hasil pemuliaan dan penggemukan di sana. Bekas pepadian dan tanaman buah-buahan musiman lainnya dijadikan sebagai campuran kompos. Adapun sisa-sisa limbah makanan harian santri merupakan santapan ikan dan sapi-sapi, yang dengan gembira menyantap sisa makanan yang bebas dari pupuk kimia organik. Itulah wujud ekonomi sirkular.
Al-Zaytun saat ini sedang membangun dua kapal penangkap ikan berkapasitas masing-masing 600 gross ton (GT) atau rata-rata dua kali kapasitas kapal nelayan besar sebagai bagian dari rencana pusat perikanan terpadu. Progresnya melewati 75%. Kapal dilengkapi dengan tempat penyimpanan ikan (cold storage) modern, yang mampu berlayar selama 15 hari hingga ke Laut Natuna atau Laut Arafura.
Pembangunan awal Al-Zaytun pada 1996 dihadiri Presiden Suharto, yang kemudian diresmikan oleh Presiden B.J Habibie tahun 1999. Beberapa menteri dan pejabat senior seperti Harmoko, Menteri Agama Malik Fajar, Mantan Kepala BIN Hendropriyono, Jenderal Wiranto hingga Kepala KSP yang sekaligus Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Jenderal Moeldoko telah berkunjung dan menyatakan kekagumannya akan sistem pengelolaan pendidikan yang terpadu dengan pertanian modern.
Ini adalah pusat pendidikan yang memberi kesempatan kepada anak-anak didik melihat secara vocational bagaimana suatu pesantren modern didirikan dan dikelola dengan menjaga keseimbangan kelestarian alam, lingkungan, warga sekitar dan manusia. Diharapkan anak-anak lulusannya akan dapat berkiprah dengan baik di manapun, sesuai motto Al-Zaytun “Menghantar peserta didik untuk jadi dirinya pada zamannya”
Pada tulisan berikutnya akan saya jelaskan bagaimana Al-Zaytun mencukupi seluruh kebutuhan konsumsinya mulai dari air minum, garam, kecap, teh, lauk-pauk, gula, sabun dan sebagainya secara mandiri.
Pusat Pendidikan Al-Zaytun tidak terlalu jauh dari Jakarta. Saya mengimbau kiranya pemerintah, dunia pendidikan, industri dan masyarakat pergi dan belajar serta berstudi banding ke sana: tempat integrasi pendidikan, pertanian, perkebunan dan peternakan terpadu. Model ini, kalau dapat ditiru dan diadopsi pemerintah, pemerintah daerah, dan dunia industri, Indonesia akan mampu lebih mandiri.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.