Catatan Atas Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu untuk Industri

Pri Agung Rakhmanto
Oleh Pri Agung Rakhmanto
26 Agustus 2023, 10:00
Pri Agung
Ilustrator: Betaria Sarulina

Penurunan harga gas domestik untuk industri telah lama menjadi prioritas pemerintah. Gas bumi di satu sisi disebut sebagai salah satu komponen utama dan terpenting untuk beberapa jenis kegiatan usaha industri di Indonesia.

Namun, di sisi lain, harganya di dalam negeri disebut tinggi dan tidak kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN. Pasalnya, harga gas di plant gate konsumen industri di tanah air umumnya di atas U$ 6 per juta British Thermal Unit (MMBTU).

Pemerintah kemudian menetapkan dan telah mengimplementasikan kebijakan penurunan harga gas bumi tertentu untuk industri kurang lebih sejak awal 2020 lalu. Kebijakan HGBT dipandang sebagai salah satu instrumen yang tepat untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia. 

Mencermati perkembangan implementasinya hingga saat tulisan ini dibuat, ada dua hal utama yang dalam pandangan penulis dapat menjadi perhatian kita bersama.

Pertama, terkait bahwa harga gas di dalam negeri disebut tinggi dan tidak kompetitif. Informasi yang tersampaikan ke pengambil kebijakan kemungkinan tidak cukup utuh.

Merujuk data Kementerian ESDM (2020), harga gas hulu Indonesia tercatat berada pada kisaran US$ 3,40 hingga US$ 8,24 per MMBTU. Sedangkan biaya transmisi berkisar antara US$ 0,02 hingga US$ 1,55 per MMBTU, biaya distribusi US$ 0,20 sampai US$ 2,00 per MMBTU, biaya niaga US$ 0,24 hingga US$ 0,58 per MMBTU, dan iuran usaha US$ 0,02 sampai US$ 0,06 per MMBTU.

Di sektor hulu, rentang harga gas tersebut tercatat cukup kompetitif dibandingkan negara lain. Tingkat harga gas hulu di Malaysia berada pada kisaran US$ 2,4 hingga US$ 6,9 per MMBTU, harga gas hulu di Thailand berada pada kisaran US$ 3,74 sampai US$ 8,10 per MMBTU, Vietnam ada pada kisaran US$ 2,50 hingga US$ 8,70 per MMBTU dan Myanmar ada pada kisaran US$ 3,80 hingga US$ 5,50 per MMBTU.

Di midstream, berdasarkan data International Gas Union, pada 2022 besar biaya midstream dalam menyalurkan gas sampai ke pengguna akhir di Tanah Air berada pada kisaran US$ 2 hingga US$ 2,8 per MMBTU. Sedangkan biaya di sejumlah negara di wilayah Asia berkisar antara US$ 0,5 sampai US$ 26 per MMBTU sampai di titik pengguna.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa di tingkat global, posisi harga gas bumi Indonesia di tingkat pengguna akhir, baik untuk harga gas yang ditetapkan melalui kebijakan HBGT maupun harga gas yang ditentukan melalui mekanisme B to B (Business to Business), pada dasarnya masih berada pada level moderat dibandingkan negara lainnya.

Eksplorasi migas
Eksplorasi migas (Katadata)

Untuk harga gas di tingkat pengguna akhir yang ditetapkan melalui kebijakan HBGT (US$ 6 per MMBTU), harga gas Indonesia tercatat lebih rendah dibandingkan Thailand, Cina, Jepang dan Korea Selatan. Untuk yang ditetapkan melalui mekanisme B to B, harga gas Indonesia tercatat masih cukup bersaing dengan sejumlah negara di kawasan ASEAN, seperti Thailand, Singapura dan Malaysia. 

Level harga gas di setiap negara pada dasarnya memang dapat berbeda-beda, tergantung pada mekanisme dan kebijakan – pasar, subsidi, dan pajak - yang diterapkan pemerintah setempat. Namun, di setiap negara, level harga gas selalu akan tetap berpijak dan mempertimbangkan tingkat keekonomian yang layak pada semua sektor yang terkait di dalam penyediaannya.

Dari mulai keekonomian yang layak di sisi suplai, baik suplai yang berasal dari impor maupun produksi dari pengembangan lapangan gas, di sisi midstream dalam hal penyaluran gas baik melalui transmisi dan distribusinya, maupun di sisi keterjangkauan dan proporsionalitas kemanfaatan ekonominya di sisi pengguna akhir. Jadi, tidak hanya melihat satu aspek di level pengguna akhir saja. 

Kedua, terkait biaya-manfaat dari kebijakan HGBT, ditinjau dari sisi fiskal dan perekonomian secara lebih luas. Implementasi kebijakan HGBT memberi dampak fiskal, baik langsung maupun tidak langsung.

Salah satu konsekuensi dari imlementasi kebijakan HGBT adalah terjadinya penurunan penerimaan negara bukan pajak secara langsung dari sektor hulu migas. Merujuk data Kementerian ESDM (2023), PNBP bagian pemerintah atas penerimaan hulu gas bumi pada 2020 dilaporkan turun sebesar US$ 454 juta atau setara dengan Rp 6,81 triliun.

Angka itu kemudian meningkat menjadi US$ 1.159 juta atau setara dengan Rp 17,38 triliun pada 2021. Lalu pada 2022, PNBP atas penerimaan hulu gas bumi dilaporkan turun sebesar US$ 878,24 juta atau setara dengan Rp 12,93 triliun. 

Halaman:
Pri Agung Rakhmanto
Pri Agung Rakhmanto
Dosen di FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Editor: Sorta Tobing

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...