Mengapa Digital Sustainability Perlu Dibahas dalam Debat Capres?
Masalah keberlanjutan lingkungan merupakan isu penting dan sudah menjadi komitmen semua pihak untuk menjaga leberlangsungan bumi. Secara global, tantangan besar yang dihadapi adalah perubahan iklim dan transisi menuju energi terbarukan yang bersih.
Persoalan sustainability adalah masalah global yang memerlukan komitmen gotong royong dari semua pihak yang hidup bersama di planet ini. Pemerintah Indonesia pun sudah berkomitmen untuk berkontribusi dalam mengatasi persoalan utama di atas, salah satunya melalui target net zero emission pada 2060.
Isu sustainability atau keberlanjutan lingkungan dan digitalisasi selalu menjadi topik hangat dalam setiap debat capres maupun cawapres. Sejauh yang kami dengar, ketiga paslon lebih fokus membahas isu digitalisasi dalam ranah pengembangan teknologi dan bagaimana masyarakat mendapatkan manfaat yang optimal dari pemanfaatan teknologi tersebut. Sedangkan topik digital sustainability belum pernah dibahas secara serius oleh ketiga paslon.
Mengenai Digital Sustainability
Digital sustainability adalah bagaimana menghasilkan teknologi digital yang ramah lingkungan serta memanfaatkannya secara bijak dan cerdas untuk mendukung tercapainya komitmen bersama dalam mencapai net zero emission, pengurangan sampah, dan mencegah perubahan iklim atau menjamin keberlanjutan lingkungan. Teknologi digital memiliki dampak terhadap lingkungan semenjak proses pembuatannya sampai ketika digunakan dalam mentransmisikan informasi.
Mari lihat gambaran berikut ini. Carbon foot print dari proses untuk memproduksi perangkat keras lebih besar dari pada ketika perangkat keras tersebut digunakan(Ferreboeuf et al., 2021). Emisi GHG dari sektor digital tumbuh sekitar 6 % per tahun dan menyumbang 3,5 % dari total emisi GHG global(Ferreboeuf et al., 2021).
Kebutuhan energi yang diperlukan untuk mengirimkan informasi pun cukup besar. Jika melihat dampak dari transmisi data per 1 GB yang menghasilkan sekitar 67 gram CO2(Ferreboeuf et al., 2021), maka semakin sering kita menghasilkan informasi dan mentransmisikannya, carbon foot print yang dihasilkan juga semakin besar.
Untuk itu, digital sustainability dapat diimplementasikan melalui beberapa cara. Pertama penggunaan energi untuk mengoperasikan teknologi digital perlu memanfaatkan energi bersih dan terbarukan.
Kebutuhan energi yang cukup besar digunakan dalam mengoperasikan data centre, infrastruktur pendukung, dan gadget yang digunakan oleh pengguna secara langsung(Pan et al., 2022). Selain penggunaan energi bersih dan terbarukan, pengembangan aplikasi digital perlu mengadopsi green software engineering, yang menekankan operasional aplikasi yang efisien dalam menggunakan energi.
Yang kedua, selain dampak emisi GHG yang dihasilkan dari digitalisasi, teknologi digital juga dapat dimanfaatkan secara cerdas untuk mendukung keberlanjutan lingkungan. Pemanfaatan teknologi IOT dengan berbagai sensornya yang canggih untuk memonitor parameter polusi, sampah, dan perubahan iklim menjadi salah satu poin strategis(Pan et al., 2022).
Contoh yang paling nyata adalah sensor yang mampu mengetahui polusi udara di berbagai kota besar. Tersedianya sensor yang akurat dan aplikasi yang memungkinkan pengambil keputusan dan masyarakat luas mengetahui parameter polusi udara dapat membantu tindakan terbaik untuk mengurangi polusi udara, misalnya melakukan tindakan terhadap sumber polusi.
Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan untuk mengetahui dan memprediksi dampak dari timbulan sampah dan polusi dari berbagai aktivitas penduduk sebuah kota adalah contoh lain dari penerapan digital sustainability.
Aplikasi berbasiskan sistem cerdas yang mampu meningkatkan dan mengubah kesadaran masyarakat dari tidak peduli terhadap lingkungan menjadi peduli lingkungan juga sangat bermanfaat. Misalnya, aplikasi yang mampu memberikan informasi berapa carbon foot print dari mobilitas seseorang pada hari itu, dan memberikan saran sarana mobilitas yang paling ramah lingkungan.
Digital Teknologi dan Climate Citizenship
Kemampuan teknologi digital dalam mempertemukan dan mendorong terwujudnya komunitas yang memiliki interest yang sama dalam bidang lingkungan mampu memicu gerakan yang luas bagi terwujudnya lingkungan yang berkelanjutan(Pan et al., 2022). Kemampuan teknologi digital di atas dapat mendorong terwujudnya kesadaran individu dan publik secara luas dalam mengatasi persoalan perubahan iklim.
Bahkan pada level tertentu, pemanfaatan teknologi digital dapat mendorong sebuah aksi bersama untuk mengatasi perubahan iklim. Sebagai contoh yaitu mengurangi polusi udara melalui gerakan bersama dalam memanfaatkan transportasi ramah lingkungan untuk menuju tempat kerja.
Mendorong Digital Sustainability di Indonesia
Kebijakan lebih luas untuk mendorong partisipasi publik dalam digital sustainability perlu diperkuat di Indonesia melalui beberapa hal sebagai berikut. Pertama, kebijakan untuk mendorong pemanfaatan energi bersih dan terbarukan untuk keperluan operasional dari infrastruktur dan gawai digital.
Kedua pemanfaatan teknologi digital, IOT, dan kecerdasan buatan untuk menyebarluaskan data dan informasi lingkungan kepada masyarakat luas sehingga mendorong perubahan perilaku pengguna. Hal ini juga memungkinkan untuk memberikan tindakan terhadap pelanggaran aturan tentang lingkungan.
Ketiga mendorong pemanfaatan green software engineering dalam mengembangkan aplikasi yang hemat energi. Keempat yakni perlunya keterbukaan informasi tentang sejauhmana teknologi digital yang diterapkan oleh organisasi, misalnya pemerintah daerah, lembaga publik, serta organisasi bisnis memenuhi digital sustainability melalui penerapan indeks digital sustainability yang dapat diakses oleh masyarakat luas.
**
Ferreboeuf, H., Efoui-Hess, M., & Verne, X. (2021). Environmental impacts of digital technology: 5-year trends and 5G.
Pan, S. L., Carter, L., Tim, Y., & Sandeep, M. (2022). Digital sustainability, climate change, and information systems solutions: Opportunities for future research. International journal of information management, 63, 102444.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.