Nasib Saham hingga Rupiah di Tengah Volatilitas Tinggi Dampak Gejolak Politik
Wall Street sepanjang bulan lalu mengalami volatilitas tinggi, sehingga mencatatkan performa yang bervariatif. Indeks Dow Jones dan S&P 500 masing-masing menguat 4,41 % dan 1,13 %, sementara Nasdaq melemah 0,75 %.
Saat ini, musim laporan keuangan korporasi kuartal kedua 2024 telah mendekati puncaknya di akhir bulan Agustus mendatang. Berdasarkan data factset pada pekan akhir Juli kemarin, sebanyak 75 % perusahaan yang tergabung dalam indeks S&P 500 sudah melaporkan kinerja keuangan triwulan kedua 2024, dan 78 % di antaranya melaporkan laba di atas ekspektasi.
Namun kinerja keuangan beberapa korporasi sektor teknologi, yang mendominasi kapitalisasi pasar di Amerika Serikat memberikan laporan dan outlook yang lebih lemah dari perkiraan pasar. Kondisi ini mendorong volatilitas pasar keuangan global dan membebani kinerja saham sektor teknologi.
Selain itu, berlanjutnya konflik geopolitik di kawasan Timur Tengah ikut membuat investor menahan diri untuk masuk secara agresif ke aset berisiko. Konflik yang berlanjut dan meluas ke wilayah Timur Tengah lainnya dapat mendorong kenaikan harga komoditas global, sehingga dikhawatirkan akan menghambat bank sentral untuk melonggarkan kebijakan moneter.
Di satu sisi, indikator perekonomian AS dari sisi ketenagakerjaan dan manufaktur dilaporkan melambat pada Juli. Kondisi ini mendorong kekhawatiran investor akan risiko resesi yang dapat melanda ekonomi negeri Paman Sam itu, sehingga rencana bank sentral The Fed memangkas suku bunga pada September mendatang dinilai terlambat.
Di Asia, perekonomian Cina terlihat masih belum stabil, terlihat dari indikator sektor manufaktur NBS bulan Juni yang masih berada pada zona kontraksi 49,4, sedikit lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya di level 49,5. Belum pulihnya sektor manufaktur Negeri Panda itu berkorelasi dengan rendahnya permintaan pasar.
Namun demikian, pemerintah Cina terus berkomitmen untuk mendukung perekonomian dengan memberikan sejumlah stimulus ekonomi, di antaranya dengan kembali memangkas tingkat suku bunga dasar kredit atau loan prime rate sebanyak 10 bps, untuk tenor satu dan lima tahun menjadi 3,35 % dan 3,85 %.
Beralih ke domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal kedua 2024 sebesar 5,05 %, lebih tinggi dibandingkan konsensus sebesar 5 %. Kontribusi pertumbuhan ekonomi datang dari tingginya konsumsi masyarakat, terutama di saat libur hari raya. Selain itu, tingkat inflasi pada Juli berada di 2,13 % y-o-y, lebih rendah jika dibandingkan periode sebelumnya di 2,51 %, di tengah tekanan harga komoditas global yang menurun.
Dari kebijakan moneter, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 6,25 %. BI menilai keputusan tersebut memadai untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, serta mengarahkan inflasi inti dan inflasi indeks harga konsumen (IHK) terkendali dalam kisaran 2,5 ± 1 % hingga akhir 2024.
Equity
Indeks harga saham gabungan Bursa Efek Indonesia naik sebesar 2,72 % sepanjang Juli. Saham di sektor industri dan transportasi memimpin penguatan masing-masing sebesar 12,05 % dan 11,40 %. Penguatan pasar saham di bulan Juli didorong salah satunya dari aliran dana asing yang sepanjang bulan itu telah masuk lebih dari Rp 2 triliun.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang lebih agresif turut mendorong ekspektasi investor bahwa Bank Indonesia dapat segera memangkas suku bunga acuan.
Tingkat suku bunga yang lebih rendah akan mengurangi beban pinjaman korporasi dan mendorong pendapatan perusahaan. Tak hanya itu, likuiditas pun berpotensi meningkat. Beberapa sektor yang dapat diuntungkan dengan pemangkasan suku bunga adalah seperti perbankan, konsumsi, teknologi informasi, hingga ke properti.
Bonds
Pergerakan pasar obligasi di bulan Juli cenderung menguat, terlihat dari pergerakan imbal hasil pemerintah RI tenor 10 tahun yang menurun sebanyak 2,40 % menjadi 6,90 %, yang berarti terjadi kenaikan dari sisi harga. Penurunan imbal hasil ini mengikuti imbal hasil acuan US Treasury 10 tahun, yang turun dari 4,46 % ke level 4,02 % di akhir Juli.
Hal ini turut mendorong pembelian obligasi oleh investor asing yang mencari imbal hasil lebih tinggi terutama di negara emerging. Investor asing tercatat melakukan pembelian bersih sekitar Rp 4,8 triliun sepanjang bulan lalu. Kenaikan minat investor turut didukung oleh nada kebijakan bank sentral The Fed yang mengindikasikan akan mengakhiri fase kenaikan suku bunga melihat tren penurunan inflasi.
Dengan penurunan imbal hasil yang relatif cukup cepat dalam jangka waktu singkat, hal ini berpotensi memicu aksi profit taking oleh investor. Namun dalam jangka waktu menengah, seiring meredanya laju inflasi maka selisih antara inflasi dan imbal hasil obligasi pemerintah RI atau real yield akan tetap berada di level yang cukup menarik dibandingkan rata-rata obligasi investment grade lainnya. Hal ini akan menjadi daya tarik bagi investor asing untuk tetap masuk ke pasar obligasi domestik.
Currency
Mata uang rupiah menguat sepanjang Juli, terlihat dari pergerakannya yang menurun sebanyak 0,70 % ke kisaran Rp 16.260 per dolar Amerika. Keputusan Bank sentral The Fed yang kembali menahan kebijakan suku bunga pada pertemuan awal bulan Agustus sesuai dengan ekspektasi pasar, namun pimpinan The Fed, Jerome Powell, memberikan pidato yang bernada dovish setelah pertemuan tersebut. Hal ini mensinyalkan ada pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan September mendatang.
Selain itu, neraca perdagangan kembali surplus pada Juni 2024 sebesar US$ 2,39 miliar. Cadangan devisa Indonesia juga naik di level US$ 145,4 miliar pada Juli, atau setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. Kenaikan cadangan devisa berasal dari penerbitan sukuk global pemerintah dan kenaikan penerimaan pajak barang/ jasa.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.