Mengurai Tudingan Monopoli Avtur dan Harga Tinggi Tiket Pesawat

Komaidi Notonegoro
Oleh Komaidi Notonegoro
13 Oktober 2024, 10:16
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti
Ilustrator : Bintan Insani | Katadata
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Harga avtur di dalam negeri sedang disorot sejumlah pihak, di antaranya oleh Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hal itu terkait dengan keluhan pengguna jasa penerbangan yang menyampaikan bahwa biaya penerbangan domestik dinilai jauh lebih mahal dibandingkan dengan biaya penerbangan internasional.

Kementerian Perhubungan menyampaikan penyebab utama dari tingginya biaya penerbangan atau harga tiket pesawat domestik adalah harga avtur yang lebih mahal akibat praktek monopoli. Karena itu, pihaknya mendorong agar pasar avtur di dalam negeri dilaksanakan oleh multiprovider sebagaimana yang juga direkomendasikan oleh KPPU.

Kementerian Pariwisata juga menyampaikan pandangan yang relatif sama bahwa multiprovider dalam pasar avtur akan mendorong harga tiket pesawat menjadi lebih terjangkau. Mahalnya tiket pesawat pada rute penerbangan domestik dinilai memberikan dampak signifikan terhadap penurunan kinerja industri pariwisata. Musababnya, wisatawan domestik lebih memilih untuk bepergian ke luar negeri.      

Avtur dan Harga Tiket Pesawat

Berdasarkan hasil studi, rata-rata porsi biaya avtur dalam komponen harga tiket pesawat 20 – 40 %. Dengan demikian, 60 sampai 80 % komponen biaya penerbangan yang lain di luar biaya avtur. Karena itu, upaya menurunkan harga tiket pesawat hanya dengan berfokus pada harga avtur dapat menghasilkan kebijakan yang tidak proporsional.

Porsi biaya avtur terhadap total biaya penerbangan sejumlah maskapai seperti Garuda Indonesia, Thai Airlines, Singapore Airlines, Qatar Airways, dan Emirates pada 2019 masing-masing sekitar 27 %, 27 %, 29 %, 36 %, dan 32 %. Pada tahun lalu, porsi biaya avtur dalam komposisi biaya penerbangan kelima maskapai tersebut meningkat menjadi 36%, 39 %, 31%, 41%, dan 36%.

Peningkatan ini salah satunya karena rata-rata harga minyak dunia pada periode tersebut meningkat sekitar 30%. Harga minyak jenis BRENT meningkat dari US$ 64,30 per barel pada 2019 menjadi US$ 82,49 pada 2023. Adapun harga minyak jenis WTI meningkat dari US$ 56,99 per barel pada 2019 menjadi US$ 77,58 pada 2023.

Kesimpulan yang menyebutkan bahwa tingginya harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik akibat mahalnya harga avtur, kiranya perlu ditinjau kembali. Berdasarkan ketentuan Permenhub No.20/2019, komponen tarif atau harga tiket pesawat yang harus dibayar oleh konsumen meliputi: (1) tarif jarak; (2) pajak; (3) iuran wajib asuransi; dan (4) biaya tuslah/tambahan (surcharge).

Tarif jarak yang harus dibayar konsumen terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung meliputi biaya operasi langsung tetap dan biaya operasi langsung variable. Biaya operasi langsung tetap yang dimaksud dalam Permenhub No.20/2019 meliputi: (1) biaya penyusutan atau sewa pesawat; (2) biaya asuransi; (3) biaya gaji tetap crew; (4) biaya gaji tetap teknisi; dan (5) biaya crew dan teknisi training.

Sementara, biaya operasi langsung variable meliputi: (1) biaya pelumas; (2) biaya bahan bakar minyak (avtur); (3) biaya tunjangan crew; (4) biaya overhaul atau pemeliharaan; (5) biaya jasa kebandarudaraan; (6) biaya jasa navigasi penerbangan; (7) biaya jasa ground handling penerbangan; dan (8) biaya katering penerbangan.   

Berdasarkan ketentuan Permenhub No.20/2019, dalam harga tiket pesawat yang dibayar oleh konsumen adalah untuk membayar sekitar 16 komponen biaya maskapai termasuk pajak, asuransi, dan surcharge. Karena itu, peningkatan harga tiket pesawat tidak hanya terkait dengan harga avtur, tetapi juga ditentukan oleh 15 komponen biaya yang lainnya.

Benarkah Terjadi Monopoli?

Dalam teori ekonomi, pasar monopoli didefinisikan sebagai kondisi pasar di mana hanya terdapat penjual tunggal yang menguasai pasar. Pada pasar monopoli tidak terdapat barang lain yang sejenis dan tidak terdapat pesaing bagi sebuah perusahaan. Monopolis akan bertindak sebagai penentu harga atau price-maker dan memiliki fleksibilitas untuk menaikkan atau menurunkan harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi.

Jika mengacu pada ketentuan regulasi dan fakta di lapangan, pasar avtur di dalam negeri dapat dikatakan tidak mengarah pada kondisi monopoli. Kondisi pasar avtur Indonesia tidak sesaui dengan definisi monopoli pada teori ekonomi tersebut. Hal itu dipertegas melalui ketentuan Pasal 2 Peraturan BPH Migas No.13/P/BPH MIGAS/IV/2008 yang menetapkan bahwa “Kegiatan usaha Penyediaan dan Pendistribusian BBM Penerbangan terbuka di setiap Bandar Udara bagi seluruh Bandan Usaha yang memenuhi persyaratan dengan tetap memperhatikan prinsip persaingan sehat, wajar dan transparan”.

Berdasarkan data, saat ini telah terdapat empat pelaku usaha yang memiliki izin niaga avtur di Indonesia yaitu: (1) PT Pertamina Patra Niaga; (2) PT AKR Corporindo; (3) PT Dirgantara Petroindo Raya; dan (4) PT Fajar Petro Indo. Jika mengacu pada ketentuan regulasi dan fakta bahwa telah terdapat sejumlah pelaku usaha dalam pasar avtur di Indoensia, tidak tepat jika pasar avtur di dalam negeri disebut sebagai monopoli.

Mencermati permasalahan, data, dan fakta yang ada tersebut para stakeholder pengambil kebijakan sebaiknya bersinergi dan duduk bersama untuk mencari solusi. Perlu diketahui dengan detail penyebab tingginya harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik akibat biaya avtur atau justru akibat 15 komponen biaya lainnya, seperti jasa kebandarudaraan, jasa navigasi penerbangan, jasa ground handling penerbangan, dan tarif pajak misalnya yang pada umumnya masih diberlakukan sama untuk penerbangan jarak jauh maupun jarak dekat.

Selain itu, perlu diidentifikasi dengan pasti penyebab lesunya industri pariwisata di dalam negeri semata-mata akibat harga tiket penerbangan yang tinggi atau justru karena masih terbatasnya infrastruktur di daerah wisata. Atau juga lantaran ada pungutan tidak resmi di lokasi wisata yang menyebabkan industri pariwisata di dalam negeri secara relatif menjadi lebih mahal.

Semoga para stakeholder pengambil kebijakan lebih bijaksana, tidak saling menyalahkan di publik tetapi lebih mengutamakan duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan. Dalam implementasi kebijakan publik, semua tahapan mulai dari perencanaan, implementasi, dan evaluasi perlu dilakukan dengan cermat untuk menghindari suatu kondisi di mana sedang sakit perut tetapi yang diberikan obat adalah kepalanya.

Komaidi Notonegoro
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...