Jebakan Euforia dari Pertumbuhan Kinerja Investasi

Arifuddin Hamid
Oleh Arifuddin Hamid
27 Januari 2025, 07:45
Arifuddin Hamid
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Investasi dan Hilirisasi/ BKPM merilis serapan investasi pada kuartal III-2024 mencapai Rp431,4 triliun, tumbuh 15,2% dibandingkan periode sama pada 2023. Investasi barangkali dapat menjadi penggerak produktif sektor ekonomi. Pertumbuhan investasi di kuartal ketiga tahun ini pun masih melaju 0,71% ketimbang kuartal kedua. 

Hal ini memunculkan asa bagi penguatan fundamental ekonomi Indonesia. Meski politik bergolak, tetapi iklim bisnis tetap kondusif. Kepercayaan investor masih cukup terjaga. 

Sederet prestasi kelembagaan investasi ini pantas diapresiasi. Sepanjang Januari-September 2024 mampu merealisasikan pertumbuhan yang equal, yakni serapan investasi dominan di luar Jawa dengan proporsi 50,34%. Proporsi investasi domestik juga tidak beda jauh dengan investasi asing. 

Capaian ini juga menyuguhkan setitik optimisme bahwa Indonesia dipandang sebagai salah satu negara dengan kondisi investasi yang prospektif, selain kinerja pelaku usaha domestik yang semakin kompetitif. Di tengah ketidakpastian geopolitik dan lesunya perekonomian global, kabar baik ini mengerek kepercayaan diri pemerintah. 

Secara sektoral, Indonesia juga pantas disebut mendapatkan berkah investasi. Sepanjang dua tahun terakhir, investasi banyak teralokasi di sektor manufaktur: 41,2% pada 2022 dan 42,1% pada 2023. Hal ini menunjukkan terjadi pergeseran alokatif dari sektor padat modal dan berteknologi tinggi menuju sektor padat karya yang diharapkan menyerap banyak tenaga kerja. 

Di sisi lain, dengan alokasi investasi domestik yang mengarah pada sektor tersier (jasa) sepanjang 2020-2024, investor domestik kian kompetitif dengan bertumpu pada kecanggihan teknologi.

Karena itu, meski secara kumulatif sektor jasa masih memberikan kontribusi investasi terbesar, tetapi proporsi sektor manufaktur terus tumbuh. Tren ini tentu dapat menjelaskan mengapa serapan investasi di Indonesia masih berdimensi kerakyatan: bertumbuh 19,23% pada 2021, 52,7% (2022), dan 14,12% (2023). 

Hal ini terlihat dari penyerapan tenaga kerja yang mengesankan di kuartal III-2024, yakni tumbuh sebesar 25,88% dibandingkan kuartal III tahun lalu. Secara kumulatif tahunan, serapan tenaga kerja juga membaik, tumbuh 4,45% pada 2021, kemudian 8,03% pada 2022, dan melonjak 39,73% pada 2023. 

Tantangan

Investasi asing dapat menjadi rujukan daya saing sebuah negara, karena ini berdampak nyata pada diversifikasi ekspor, ketersediaan lapangan kerja, dan keberlanjutan lingkungan. Meskipun ini juga dipengaruhi oleh kualitas infrastruktur dan modal manusia (Komaliddin, dkk, 2023). 

Secara faktual, jika merujuk pada peringkat daya saing global (World Competitiveness Report, 2024), peringkat Indonesia menunjukkan perbaikan yang simultan. Dari peringkat ke-44 pada 2022, naik menjadi 34 (2023), dan semakin membaik di urutan ke-27 pada 2024.

Secara lebih spesifik, peringkat Indonesia untuk beberapa indikator daya saing lainnya cukup positif. Efisiensi berusaha berada di peringkat ke-14, unggul jauh ketimbang Brasil (61), Meksiko (53), atau Argentina (66). Kinerja ekonomi Indonesia juga berada di urutan ke-24, masih lebih baik dari Brasil (38), Meksiko (25), dan Argentina (62). 

Indonesia juga unggul untuk dua indikator lainnya, yakni efisiensi pemerintahan dan infrastruktur. Jika mendasarkan pada berbagai indikator tersebut, kondisi investasi di Indonesia semestinya jauh kompetitif.

Namun jika merujuk pada tren investasi asing, UNCTAD (2024) mencatat sepanjang 2022-2023, realisasi investasi asing di Indonesia anjlok sebesar 13,63%, dari sebelumnya US$25,3 miliar (2012) menjadi US$21,6 miliar (2023). Bandingkan dengan Vietnam yang justru mengalami kenaikan, dari US$17,9 miliar menjadi US$18,5 miliar. 

Secara kumulatif, total realisasi kita juga masih kalah dibandingkan dengan Brasil, Meksiko, bahkan Argentina. Semuanya negara yang kerap disandingkan dengan Indonesia sebagai episentrum baru pertumbuhan ekonomi dunia, serta negara dengan investasi yang menjanjikan.

Berbagai fakta ini tentu menyelip paradoks. Perbaikan beberapa indikator investasi tidak sejalan dengan peningkatan arus investasi asing. Tudingan paling mendasar adalah investasi kita yang sangat boros. 

Angka incremental capital output ratio (ICOR) Indonesia justru mengalami kenaikan, dari 5,2 pada 2004 melonjak menjadi 7,6 pada 2024. Ini artinya, setiap tambahan PDB sebesar US$1, investasi di Indonesia membutuhkan tambahan modal sebesar US$7 (Verico, dkk, 2024). 

Oleh karenanya, pertumbuhan investasi tidak lantas berdampak nyata pada pertumbuhan. Kuantitas investasi yang tidak sejalan dengan efisiensinya hanya menghasilkan output yang kecil. Ini bisa jadi penjelasan paling valid mengapa pertumbuhan tidak meroket.

Di sisi lain, dengan proporsi alokasi investasi di sektor manufaktur yang cukup gemuk, persoalan mendasarnya justru pada produktivitas tenaga kerja. Pekerja Indonesia termasuk yang tidak produktif di Asia Tenggara, hanya menempati peringkat ke-5, berada di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand (Asian Productivity Organization, 2021). Padahal, industri manufaktur menyumbang 18,67 persen PDB Indonesia, menjadi kontributor terbesar. Ini berarti, investasi terjebak beban ganda: efisiensi dan produktivitas. 

Mendasarkan keberhasilan ekonomi hanya pada besaran investasi rupanya tidaklah cukup. Ekonomi kita terlalu kompleks, analisisnya perlu berpijak pada hal-hal yang lebih mikro dan teknis. Reformasi struktural nyatanya memang harus menyeluruh, tidak terbatas pada revisi peraturan. 

Ekonomi biaya tinggi yang menyebabkan input modal tidak sebanding dengan output produk, harus berjalan seirama dengan produktivitas tenaga kerja. Perizinan efisien mesti sejalan dengan peningkatan kualitas SDM. Dan yang juga penting, jangan sampai terjebak euforia, atau bahkan delusi. Kita perlu banyak-banyak mawas diri.

Arifuddin Hamid
Arifuddin Hamid
Peneliti Prolog Initiatives

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...