Lahan Gambut yang Merana: Dijadikan Food Estate, Gagal, Lalu Diabaikan

Iola Abas,
Oleh Iola Abas
18 Februari 2025, 06:46
Iola Abas,
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Tema Hari Lahan Basah Sedunia atau World Wetlands Day yang diperingati pada Februari tahun ini adalah melindungi lahan basah demi masa depan bersama. Perlindungan lahan basah dan masa depan bersama merupakan dua kata kunci yang hampir tak pernah dilakukan di tanah air kita. Di Indonesia, lahan basah, terutama gambut, kian tergusur konversi yang salah satunya menjadi proyek lumbung pangan alias food estate

Ekosistem gambut –sebagai bagian dari lahan basah– masih dianggap sebagai lahan mati yang bisa dieksploitasi ketimbang harus direstorasi. Parahnya, eksploitasi lahan gambut dilakukan serampangan tanpa dasar penelitian matang. Eksploitasi lahan gambut bahkan bakal lebih masif dengan munculnya wacana pembukaan 20 juta hektare hutan atas nama pangan dan energi.

Kegagalan menjadikan lahan gambut sebagai lahan pertanian sebenarnya sudah tergambar jelas dari pengalaman masa lalu. Namun, pemerintah tak pernah jera dengan kegagalan itu. Hasil studi Pantau Gambut bertajuk Swanelangsa Pangan di Lumbung Nasional memperlihatkan bahwa proyek food estate Kalimantan Tengah telah menggusur lahan gambut dan hutan. Studi ini melakukan pemantauan pada 30 titik lokasi di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau selama periode 2020 hingga 2023. Lokasi itu menjadi area lumbung pangan, bekas Pengembangan Lahan Gambut (PLG) sejuta hektare pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Soeharto mendorong produksi pertanian lewat pengembangan lahan gambut melalui Keppres Nomor 82/1995. Proyek sejuta hektare era Orde Baru gagal. Selain target produksi yang tidak terpenuhi, bencana ekologi datang. Setidaknya api membakar 730.000 hektare area hutan Indonesia pada 1997-1998. 

Pada 1998, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie menghentikan proyek dan menyatakannya sebagai proyek gagal karena pengkajian ekosistem yang kurang. Hal ini ditandai dengan kerusakan lahan gambut dan kebakaran yang diakibatkan proyek tersebut. Buruknya perlakuan terhadap ekosistem gambut pun menyebabkan kerentanan terhadap kebakaran hutan dan lahan ikut meningkat.

Pengembangan lahan gambut dihentikan tetapi tak ada upaya pemulihan kerusakannya. Lahan peninggalan eks-PLG pada umumnya ditumbuhi semak belukar setinggi orang dewasa (1-2 meter). Meski terlihat cukup tinggi, semak ini hanya menyerupai rerumputan dan bukan pohon. Semak belukar tumbuh subur karena pohon yang sebelumnya menutupi lahan telah dibabat habis. Lahan yang sudah terbuka tersebut kemudian ditinggalkan karena proyek PLG sejuta hektare berakhir gagal.

Pada era Presiden Joko Widodo, bekas lahan pengembangan gambut yang terbengkalai di Kalimantan Tengah kembali digadang-gadang menjadi bagian lumbung pangan nasional. Kegagalan di masa lalu tak membuat jadi bahan pelajaran. Alih-alih memperbaiki dan memulihkan ekosistem yang telah rusak, food estate menjadi Program Strategis Nasional (PSN) melalui PP nomor 109/2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Setelah proyek food estate dicanangkan, sebagian lahan bersemak belukar belum dibuka. Sementara sebagian lainnya telah mengalami pembukaan lahan untuk pencetakan sawah baru. Meski begitu, lahan yang sudah dibuka tidak lantas menjadi sawah. Sebagian besar dibiarkan terbuka dan terbengkalai hingga kembali ditutupi oleh semak belukar. Bahkan, ada beberapa area yang berubah menjadi perkebunan sawit karena diakuisisi oleh perusahaan perkebunan sawit.

Tidak semua tanaman bisa tumbuh subur di lahan gambut. Ini juga berlaku pada padi jenis irigasi dan tadah hujan yang menjadi salah satu komoditas andalan food estate Kalimantan Tengah. Umumnya, kedua varietas padi ini tumbuh di lahan yang memiliki tingkat keasaman (pH) netral di kisaran 5-6. Namun, menanam varietas tersebut di tanah gambut yang berkarakter asam dan miskin hara pada akhirnya hanya akan menciptakan kerugian.

Setahun berselang, kegagalan food estate sudah terlihat. Pada 2021, data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa hasil intensifikasi sawah tidak produktif di Kalimantan Tengah hanya mencapai 3,5 ton Gabah Kering Giling (GKG) per hektare. Padahal, panen padi idealnya menghasilkan minimal 4 ton per hektare.

Selain padi, Pantau Gambut juga menemukan bahwa umbi singkong yang ditanam untuk food estate di Desa Tewai Baru, Gunung Mas, berukuran kecil menyerupai wortel, berwarna kuning seperti kunyit, dan rasanya pahit. Karakter ini mengindikasikan adanya kandungan sianida yang tinggi.

Lahan gambut terbukti tidak sesuai untuk budidaya padi yang dibawa oleh proyek food estate. Kegagalan berulang dari program lumbung pangan di Kalimantan Tengah tidak bisa dilepaskan dari ketidaksesuaian lahan dan pengelolaan yang buruk. Data pemantauan Pantau Gambut mencatat, sekitar 50% dari lahan yang telah dibuka kini terbengkalai, dan sebagian lahan yang aktif malah ditanami kelapa sawit. Bukan komoditas pangan.

Dengan berbagai kegagalan itu, proyek food estate harus segera dievaluasi secara menyeluruh. Jejak kerusakan lingkungan dan ekosistem gambut, cukup menjadi alasan untuk menghentikan proyek ini. Pemerintah harus menghentikan eksploitasi lahan gambut dan fokus untuk merehabilitasi lahan gambut yang telah rusak. Fungsi ekologisnya sebagai penyimpan karbon dan pengatur tata air alami harus kembali. Praktik pertanian yang memanfaatkan lahan basah tanpa mengeringkan gambut, harus diadopsi sebagai strategi utama dalam mengelola lahan gambut dengan meletakkan komunitas dan petani lokal sebagai subyek utama.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Iola Abas,
Iola Abas
Koordinator Nasional Pantau Gambut

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...