Pengelolaan Hutan Lestari di Lahan Gambut

Ringkasan
- Lahan gambut rentan terhadap kebakaran dan subsidensi, tetapi juga merupakan sumber daya alam penting yang perlu dikelola secara berkelanjutan. Pemanfaatannya harus bijak untuk menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan konservasi.
- Peningkatan produktivitas HTI di lahan gambut dilakukan melalui praktik silvikultur intensif, pemuliaan pohon, dan pengendalian hama penyakit. Penggunaan teknologi seperti drone, sensor, dan sistem pemantauan berbasis data mendukung pengelolaan yang presisi.
- PT RAPP di Riau telah menerapkan praktik pengelolaan HTI berkelanjutan, yang terbukti berhasil meningkatkan produktivitas dan menekan kebakaran hutan. Hal ini membuktikan bahwa HTI di lahan gambut bisa layak secara ekonomi, bertanggung jawab secara ekologis, dan diterima secara sosial.

Lahan gambut dikenal sebagai ekosistem yang sangat rentan. Saat kering, lahan ini mudah terbakar, menghasilkan emisi CO2 dalam jumlah besar. Secara fisik, lahan gambut mirip spons, yang mengembang dan mengkerut sesuai kadar airnya, membuatnya rentan terhadap subsidensi jika kadar air tidak terjaga. Bencana kebakaran hutan dan lahan besar pada tahun 2015, terutama di lahan gambut, menunjukkan kerentanannya.
Di sisi lain, lahan gambut merupakan sumber daya alam yang penting, yang perlu dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sambil tetap menjaga keberlanjutan ekosistemnya. Sejak 1990-an, banyak lahan gambut yang telah dikonversi menjadi hutan tanaman industri (HTI) dan kebun kelapa sawit.
Di tengah proses pembangunan Indonesia, negara dengan lebih dari 270 juta penduduk, pemanfaatan lahan gambut secara bijak sangat diperlukan untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan upaya konservasi serta restorasi lahan gambut.
Hingga saat ini, luas lahan gambut Indonesia mencapai 13,4 juta hektar (Soifo, 2024). Per 2016, sekitar 2,45 juta ha lahan gambut dipergunakan untuk pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI), dan 1,73 juta ha untuk Hak Guna Usaha (HGU) kelapa sawit (Data APHI). Di Provinsi Riau, sekitar 60% dari total kawasan lahan adalah lahan gambut.
Pertanyaannya sekarang bukan lagi apakah lahan gambut dapat dikelola, tetapi bagaimana cara pengelolaan lahan gambut— dalam hal ini untuk HTI—dapat memberikan manfaat sosial-ekonomi secara berkelanjutan, tanpa meningkatkan risiko kebakaran dan subsidensi. Jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini dapat ditemukan melalui praktik nyata yang diterapkan oleh sebuah perusahaan HTI yang mengelola lahan gambut lebih dari 300.000 hektare di Provinsi Riau, yakni APRIL Group melalui PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Intinya, ada empat faktor utama yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di lahan gambut secara berkelanjutan, yaitu: penerapan manajemen air untuk menjaga kebasahan gambut secara optimal; penerapan sistem pencegahan kebakaran yang efektif; dukungan riset dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas tegakan; serta peran aktif masyarakat. Tulisan ini akan fokus pada upaya peningkatan produktivitas di lahan gambut melalui serangkaian langkah strategis, terutama melalui penerapan riset dan teknologi.
Peningkatan Produktivitas
Faktor utama untuk mewujudkan pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang lestari, baik di lahan gambut maupun di area lainnya, adalah melalui peningkatan produktivitas tegakan. Dengan meningkatkan hasil produksi kayu bulat (log) per hektar, target produksi yang yang lebih tinggi dapat dicapai dengan luasan lahan yang sama. Peningkatan produktivitas tegakan dilakukan melalui penerapan teknik-teknik silvikultur, perbaikan genetik (genetic improvement), dan dibarengi dengan pengendalian hama dan penyakit.
Praktik Silvikultur dan Precision Plantation Management
Praktik silvikultur mencakup serangkaian tindakan mulai dari kegiatan penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Dikenal juga praktik silvikultur intensif yang memadukan penggunaan bibit unggul (pemuliaan tanaman), manipulasi lingkungan, dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Penerapan silvikultur intensif diyakini lebih meningkatkan pertumbuhan tanaman dan memberikan produksi kayu yang lebih tinggi dan berkualitas.
Rangkaian praktik silvikultur intensif dimulai dengan pemilihan bahan genetik terbaik dari hasil pemuliaan pohon yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim. Sifat-sifat unggul yang dipilih adalah potensi pertumbuhan yang cepat, ketahanan terhadap hama dan penyakit serta memiliki sifat kayu (serat) yang cocok untuk industri pulp dan turunannya. Bibit terbaik dihasilkan dari kebun pembibitan (central nursery) modern.
Di lapangan, setelah persiapan lahan yang optimal, penanaman dilakukan dengan jarak tanam yang sesuai mengacu pengalaman empiris. Selama proses pertumbuhan, perawatan seperti pemupukan, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit diterapkan untuk memastikan kondisi ideal bagi perkembangan pohon. Pada saat pemanenan, diterapkan teknik pemanenan yang rendah dampak (low impact harvesting system) agar kerusakan lahan minimal.
Precision plantation management adalah sistem pengelolaan hutan tanaman yang “tepat” untuk tanaman (bahan genetik) dan lahan. Prinsip “tepat” harus diterapkan agar Tepat Waktu, Tepat Sasaran, Tepat Dosis, Tepat Cara dan Tepat Biaya. Misalnya, dalam pemupukan, dosis, jenis, cara, dan waktu pemberian pupuk harus disesuaikan dengan klon dan jenis tanah yang berbeda. Semua ini dapat diketahui melalui penelitian dan pengembangan yang terpadu dan berkelanjutan.
Dalam praktiknya, penggunaan teknologi seperti drone dengan kamera khusus, sensor tanah, dan sistem pemantauan berbasis data dapat membantu mengumpulkan informasi akurat mengenai topografi lahan, pertumbuhan pohon, kesehatan pohon, kelembaban tanah, dan kondisi iklim. Data ini memungkinkan pengelola hutan dengan presisi dan akurasi tinggi untuk membuat keputusan yang lebih tepat dalam berbagai tindakan silvikultur.
Contoh konkret dari precision plantation management adalah penggunaan teknologi GIS (Geographic Information System) untuk memetakan area yang membutuhkan perhatian khusus, seperti area yang rentan terhadap hama atau daerah dengan kesuburan tanah yang rendah. Dengan informasi ini, intervensi yang tepat dapat dilakukan secara lebih efektif, mengurangi pemborosan sumber daya dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Dengan memadukan praktik silvikultur yang baik dan teknologi modern, kita tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menciptakan ekosistem hutan yang lebih sehat dan berkelanjutan. Langkah ini penting untuk memastikan bahwa HTI tidak hanya menguntungkan dari segi ekonomi, tetapi juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Pemuliaan Pohon
Pemuliaan pohon merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kualitas genetik pohon, seperti pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit. Proses ini ini meliputi pemilihan pohon unggul, penyerbukan terkendali (controlled pollination) dan pengujian klonal, yang bertujuan menemukan bahan genetik yang paling sesuai dari spesies yang terpilih. Dalam industri kehutanan, pemuliaan pohon berkontribusi pada pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Di PT RAPP, program pemuliaan dilakukan melalui seleksi berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas, fokus pada sifat kayu yang sesuai untuk industri pulp dan turunannya, pertumbuhan yang lebih cepat serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Ini bertujuan memenuhi permintaan industri yang berkelanjutan.
Selain itu, pemuliaan juga diarahkan untuk mengembangkan pohon yang tahan terhadap perubahan iklim, dengan mengidentifikasi sifat genetik yang adaptif. Penggunaan teknologi molekuler untuk penandaan gen-gen yang berhubungan dengan sifat-sifat yang diinginkan juga dilakukan untuk membantu seleksi klon/family dan berkontribusi pada keberlanjutan dan stabilitas jangka panjang HTI.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit (H&P) merupakan aspek penting lainnya untuk memastikan produktivitas. Di RAPP, pendekatan yang diterapkan dalam program kesehatan tanaman memberikan contoh yang baik mengenai bagaimana perusahaan dapat melindungi persemaian (nursery) dan areal hutan tanaman industri (HTI) dari ancaman hama dan penyakit yang berdampak signifikan secara ekonomi dan lingkungan.
Dengan sistem pemantauan proaktif, RAPP dapat mengawasi hama dan penyakit secara menyeluruh, memungkinkan tindakan pencegahan sebelum masalah membesar. Inovasi dalam pengendalian H&P juga menjadi fokus, seperti pengembangan teknologi yang aman dan ramah lingkungan. Penggunaan agen pengendali hayati, seperti Trichogramma sp untuk mengatasi hama penggulung daun, menunjukkan bahwa solusi alami dapat dioptimalkan dalam pengelolaan hutan.
RAPP juga memanfaatkan teknologi modern dengan meluncurkan aplikasi berbasis Android, memungkinkan petugas lapangan untuk memantau kondisi tanaman secara real-time, meningkatkan efisiensi pengumpulan data dan pengambilan keputusan.
Luaran: HTI Lestari
Praktik pengelolaan HTI telah diterapkan oleh PT RAPP di Riau, dan hasilnya menunjukkan kemajuan yang positif. Data empiris menunjukkan bahwa kejadian kebakaran hutan dapat ditekan dari tahun ke tahun. Meskipun riset mendalam mengindikasikan bahwa potensi subsidensi masih ada, langkah-langkah kontingensi terus disiapkan untuk mengatasi masalah ini.
Upaya peningkatan produktivitas, termasuk peningkatan volume kayu, menunjukkan tren positif. Pemenuhan kebutuhan bahan baku dari produksi sendiri semakin meningkat setiap tahunnya, yang tercapai berkat penerapan praktik-praktik yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini sekaligus menandakan bahwa perusahaan semakin mandiri dan efisien.
Semua fakta ini menunjukkan bahwa HTI di lahan gambut dapat dianggap sebagai economically viable (layak secara ekonomi), ecologically responsible (bertanggung jawab secara ekologis), dan socially acceptable (dapat diterima secara sosial). Ketiga karakteristik ini adalah ciri-ciri dari HTI yang lestari. Dengan mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, pengelolaan HTI dapat memberikan manfaat yang luas bagi semua pihak yang terlibat.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.