Kemana Investor Ritel di Pasar Saham Indonesia?

Fikri C. Permana dan Metta Melani L
Oleh Fikri C. Permana - Metta Melani L
10 Maret 2025, 07:05
Fikri C. Permana dan Metta Melani L
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pada 20 Februari 2025 lalu, kita melihat Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI027 resmi ditutup dan mencetak rekor pemesanan tertinggi sepanjang sejarah e-SBN. Total pemesanan mencapai Rp37,36 triliun, jauh melampaui target yang hanya sebesar Rp25 triliun. Pada saat yang sama, kita juga melihat kenaikan nilai rata-rata transaksi investor ritel di pasar saham domestik menjadi sekitar Rp5,35 triliun, dari rata-rata hanya Rp4,09 triliun di sepanjang 2024 lalu. Bahkan dengan catatan komposisi rata-rata nilai perdagangan harian investor ritel di Februari 2025 mencapai 43% setiap harinya, meningkat dari hanya sekitar 33% di 2024 lalu.

Namun, jumlah tersebut masih lebih rendah dibanding rata-rata harian investor ritel pada 2021 dan 2022 lalu yang bahkan mencapai Rp7,48 triliun dan Rp6,61 triliun secara berturut-turut. 

Seiring dengan komposisi perdagangan harian ritel yang mengecil dari 56% pada 2021 dan 45% pada 2022. Hal yang tentunya akan sedikit mengagetkan mengingat jumlah investor ritel, yang diindikasikan oleh jumlah SID, meningkat menjadi 15 juta pada awal 2025, dari hanya 7,3 juta di 2021 lalu. 

Pertanyaannya ada apa dengan investor ritel Indonesia? Apakah daya beli mengalami penurunan sehingga berakibat pada penurunan kemampuan berinvestasi dari para investor ritel domestik? Atau apakah terjadi pengalihan pola investasi dari saham ke aset portofolio lainnya? Atau mungkin ada hal lain yang perlu menjadi pertimbangan guna mendorong investor ritel berpartisipasi di pasar saham domestik?

Faktor utama yang dapat menjelaskan penurunan transaksi investor ritel di pasar saham meskipun jumlah investor terus bertambah adalah perubahan preferensi investasi mereka. Dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu, investor ritel semakin sadar akan pentingnya diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko. 

Salah satu indikasinya adalah besarnya minat terhadap ORI027 yang menawarkan return tetap dengan risiko yang lebih rendah dibandingkan saham. Kenaikan signifikan pada penjualan obligasi ritel menunjukkan bahwa investor ritel lebih memilih instrumen pendapatan tetap yang lebih stabil dibandingkan fluktuasi pasar saham yang penuh ketidakpastian.

Di samping itu, tren penurunan kelas menengah Indonesia turut memengaruhi perilaku investasi masyarakat. Menurut laporan Financial Times, jumlah kelas menengah di Indonesia menyusut dari 60 juta orang pada 2018 menjadi hanya 47,9 juta pada 2024, atau sekitar 17% dari populasi. Penurunan ini disebabkan oleh ketergantungan pada sektor ekonomi dengan upah rendah, terbatasnya pekerjaan formal, serta kurangnya investasi di industri berpenghasilan tinggi. 

Dengan semakin menyusutnya daya beli kelas menengah, masyarakat cenderung lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan mereka, yang berujung pada pergeseran ke instrumen yang lebih aman dibandingkan saham.

Selain itu, fenomena deflasi yang terjadi pada awal 2025 menandakan adanya tekanan dalam perekonomian. Pada Februari 2025, Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,09% year-on-year, pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade, yang dipicu oleh penurunan tarif listrik dan angkutan udara sebagai bagian dari kebijakan pemerintah untuk menstimulasi ekonomi. 

Meskipun inflasi inti masih berada dalam kisaran 2,48%, angka ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat sedang mengalami tekanan. Deflasi ini, meskipun menguntungkan dalam jangka pendek karena menurunkan harga barang dan jasa, dalam jangka panjang dapat menyebabkan perlambatan konsumsi dan investasi, termasuk di pasar saham.

Tidak hanya itu, perkembangan teknologi finansial juga mempermudah investor ritel untuk mendiversifikasi portofolio mereka ke instrumen di luar saham. Beberapa platform digital mulai berkembang dengan pilihan portofolio beragam dan biaya yg kompetitif. 

Dengan tersedianya berbagai alternatif investasi yang lebih fleksibel dan mudah diakses, tidak mengherankan jika sebagian investor ritel memilih untuk mengurangi eksposur mereka di pasar saham dan mendistribusikan dana ke instrumen lain yang lebih sesuai dengan profil risiko mereka.

Namun, meskipun terjadi pergeseran pola investasi, masih ada peluang untuk meningkatkan kembali partisipasi investor ritel di pasar saham. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan literasi keuangan, terutama mengenai manfaat dan risiko investasi saham dalam jangka panjang. 

Banyak investor ritel yang baru masuk ke pasar modal dalam beberapa tahun terakhir belum memiliki pemahaman yang mendalam tentang strategi investasi yang optimal, sehingga mereka cenderung cepat berpindah ke instrumen lain ketika menghadapi tantangan di pasar saham. 

Program edukasi yang komprehensif dari regulator, bursa, dan perusahaan sekuritas dapat membantu meningkatkan pemahaman investor ritel tentang pentingnya diversifikasi yang seimbang, bukan hanya sekadar berpindah ke instrumen yang lebih aman.

Selain itu, diperlukan kebijakan yang lebih mendukung investor ritel agar tetap aktif di pasar saham. Penurunan biaya transaksi, insentif pajak bagi investor jangka panjang, serta regulasi yang lebih stabil dan transparan dapat membantu membangun kembali kepercayaan investor terhadap pasar saham domestik. 

Pemerintah dan regulator juga perlu memastikan bahwa pasar saham tetap menarik bagi investor ritel dengan menyediakan produk-produk investasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka, seperti reksa dana saham dengan biaya rendah atau program investasi berkala yang lebih fleksibel.

Kemajuan teknologi juga perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan pengalaman investor ritel dalam berinvestasi di pasar saham. Platform digital yang menawarkan edukasi investasi, analisis pasar yang lebih mudah dipahami, serta fitur transaksi yang lebih transparan dapat membantu menarik kembali minat investor ritel untuk berpartisipasi secara aktif di pasar saham. 

Dengan adanya teknologi yang lebih canggih, diharapkan investor ritel dapat lebih percaya diri dalam mengambil keputusan investasi dan tidak mudah tergiur dengan diversifikasi yang berlebihan tanpa pemahaman yang jelas.

Dengan memahami faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran perilaku investasi dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi tantangan tersebut, diharapkan partisipasi investor ritel di pasar saham domestik dapat meningkat kembali. 

Pasar saham yang likuid dan didukung oleh partisipasi aktif investor ritel tidak hanya akan membantu meningkatkan stabilitas pasar modal, tetapi juga memperkuat perekonomian nasional secara keseluruhan.

Fikri C. Permana dan Metta Melani L
Fikri C. Permana
Senior Economist PT KB Valbury Sekuritas

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...