Danantara, Transformasi Ekonomi, dan Pembiayaan Transisi Energi

Tata Mustasya
Oleh Tata Mustasya
19 Maret 2025, 10:58
Tata Mustasya, Direktur Eksekutif Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia
Ilustrator : Bintan Insani | Katadata
Tata Mustasya, Direktur Eksekutif SUSTAIN (Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia)
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Tulisan ini diawali dengan tanda tanya besar. Mampukah Daya Anagata Nusantara alias Danantara memainkan peran untuk membiayai transisi energi sebagai bagian transformasi besar ekonomi Indonesia? Di satu sisi, Indonesia harus segera melakukan transisi dari energi fosil ke terbarukan, bagian dari transformasi ekonomi yang selama ini terhambat oleh terbatasnya pembiayaan. Di sisi lain, terdapat beberapa syarat agar Danantara mampu menjalankan peran besar tersebut.

Mazzucato (2013) menyampaikan pentingnya peran negara untuk melakukan investasi yang mendukung inovasi dan teknologi skala besar. Pengalaman Amerika Serikat menunjukkan kelirunya mitos bahwa sektor swasta merupakan pelopor investasi untuk inovasi. Sebaliknya, sektor swasta yang berorientasi keuntungan jangka pendek enggan melakukan hal tersebut. Menurut Mazzucato, sektor swasta biasanya memanfaatkan berbagai inovasi yang dibiayai negara kemudian berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan kesejahteraan.

Presiden Prabowo Subianto memiliki gagasan membentuk Danantara untuk mempercepat kemajuan ekonomi Indonesia. Dalam konteks ini, transisi energi merupakan agenda besar yang praktis berjalan di tempat dalam 10 tahun terakhir.

Beberapa negara yang memiliki visi besar seperti Cina saat ini mendominasi kapasitas energi terbarukan secara global. Kapasitas pembangkit listrik tenaga matahari Cina, misalnya, mencapai 649 GW pada 2023. Negeri Tembok Raksasa itu juga berkontribusi 58 persen dari total ekspansi pembangkit listrik tenaga matahari secara global di tahun yang sama. Bukan merupakan kebetulan jika negara-negara yang mempercepat transisi energinya merupakan negara-negara yang berhasil membangun industri manufakturnya sebagai dasar transformasi struktural, seperti Cina dan Vietnam.

Posisi strategis transisi energi di dalam transformasi besar ekonomi Indonesia dapat dilihat dalam beberapa hal. Pertama, kontribusi transisi energi terhadap mitigasi krisis iklim di mana lebih dari 70 persen emisi dunia berasal dari energi fosil. Peningkatan suhu, kekeringan, banjir, dan kenaikan permukaan air laut berdampak besar bagi ekonomi dan kesejahteraan.

Kedua, memperkuat ketahanan energi, terutama berkaitan dengan volatilitas harga bahan bakar fosil secara global. Ketiga, akses kepada energi yang inklusif dengan semakin murahnya harga pembangkitan energi terbarukan.

Transisi energi akan mengurangi berbagai subsidi untuk bahan bakar fosil, seperti subsidi bahan bakar minyak dan listrik, yang saat ini sangat memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Transisi energi juga akan menciptakan lapangan kerja yang masif, di antaranya dalam industri manufaktur energi matahari dan angin, kendaraan listrik, pembangkit listrik, dan pemasangan panel surya.

Beberapa Syarat Mendasar

Terdapat beberapa syarat mendasar agar Danantara mampu berkontribusi bagi percepatan transisi energi sebagai bagian dari transformasi ekonomi. Pertama, penataan ekonomi kelembagaan secara umum maupun sektoral. Di sini, Danantara bekerja dalam bentang ekonomi-politik di Indonesia. Kebijakan fiskal, misalnya, harus secara nyata memberikan sinyal kepada publik bahwa Indonesia sedang beralih dari energi fosil ke energi terbarukan. Pemerintah harus secara konsisten memberikan disinsentif untuk energi fosil dan insentif untuk energi terbarukan. Berbagai kebijakan di sektor energi harus menunjukkan perubahan besar, misalnya target peningkatan kapasitas energi terbarukan sebesar tiga kali di 2030.

Yang sering terabaikan adalah pemberantasan korupsi sebagai efisiensi ekonomi. Secara lebih luas, Acemoglu dan Robinson (2019) menyampaikan perlunya penguasa yang terbelenggu (shackled leviathan) sebagai syarat kemajuan ekonomi dan kesejahteraan di mana negara dan masyarakat sama-sama memiliki posisi yang kuat.

Dalam konteks Indonesia, transformasi ekonomi memerlukan demokrasi yang substantif, termasuk kebebasan berpendapat. Hal inilah yang menyebabkan wacana untuk melibatkan tentara aktif di dalam ranah sipil, termasuk ekonomi, menjadi kontradiktif dengan agenda transformasi ekonomi dan merupakan langkah mundur yang besar.

Kedua, Danantara harus berfokus pada pembiayaan yang memberikan nilai tambah untuk transformasi ekonomi Indonesia. Dengan demikian, Danantara seharusnya tidak terlibat dalam praktik pembiayaan yang bersifat business as usual seperti gasifikasi batubara dan pembangunan kilang minyak. Pembiayaan pengembangan energi terbarukan seharusnya menjadi salah satu fokus Danantara. Di dalam melakukan hal tersebut, Danantara semestinya tidak perlu mengambil dividen BUMN yang sebelumnya disetorkan kepada APBN, tetapi mengelola penerimaan baru dari peningkatan berbagai pungutan ekstraktif, seperti batu bara dan nikel, dan mengelola dana investor, baik di dalam negeri maupun dari luar negeri, di antaranya Cina dan Timur Tengah.

Ketiga, kredibilitas dan integritas pengambil keputusan di Danantara. Ini syarat terakhir agar Danantara bisa berperan untuk mempercepat transformasi ekonomi Indonesia. Keterkaitan dengan politik, bahkan kepentingan bisnis tertentu, akan membuat Danantara dijauhi pasar dan layu sebelum berkembang.

Agenda Konkret

Danantara dapat mengelola peningkatan pungutan atau pungutan baru dari sektor ekstraktif di antaranya batu bara dan nikel. Perhitungan SUSTAIN (2024) dengan berbagai skenario harga batubara dan jumlah produksi riil menunjukkan, negara bisa mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 84 sampai 353 triliun per tahun. Dari perhitungan Sustain dan Transisi Bersih, negara bisa memperoleh tambahan penerimaan Rp 183 hingga 552 triliun per tahun dari pungutan batubara, nikel, dan kelapa sawit. Ini berarti dalam lima tahun, penerimaan yang bisa dikelola Rp 915 hingga 2.760 triliun.

Dana tersebut selanjutnya harus digunakan secara strategis untuk pembiayaan transisi energi, misalnya, untuk pembangunan jaringan distribusi listrik yang menurut rencana investasi Just Energi Transition Partnership (JETP) memerlukan pendanaan sebesar US$ 20 miliar atau sekitar Rp 320 triliun. Pembiayaan negara untuk jaringan distribusi menjadi syarat bagi transisi energi yang sektor swasta cenderung tidak tertarik dalam pembiayaannya.

Pembiayaan juga dapat dilakukan bagi pengembangan energi terbarukan oleh komunitas dan berbagai kegiatan penelitian sehingga Indonesia bisa menghasilkan inovasi besar, membangun industri energi terbarukan, dan memperoleh manfaat penciptaan lapangan kerja dari transisi energi. Selebihnya, sektor swasta dan BUMN menjadi pemain kunci untuk investasi energi terbarukan, baik energi terbarukan variabel maupun dispatchable/baseload. Penting bagi Danantara untuk terlibat dalam proyek yang benar-benar strategis untuk transformasi ekonomi.

Secara luas, peran Danantara juga harus bisa mengoreksi arah pembangunan ekonomi Indonesia. Henderson (2020) menyebutkan tiga permasalahan ekonomi utama saat ini, yaitu (1) tidak dimasukkannya eksternalitas dalam kalkulasi perekonomian yang menyebabkan krisis iklim dan berbagai kerusakan lingkungan (2) makin melebarnya kesenjangan dan menyempitnya persamaan kesempatan (3) pengaruh kelompok kepentingan dalam pembuatan peraturan dan kebijakan yang menyebabkan keruntuhan kelembagaan.

Danantara harus bisa mengarahkan transformasi ekonomi melalui keterlibatan BUMN dan sektor swasta, termasuk investasi dari Cina dan Timur Tengah, ke arah industrialisasi hijau, berkeadilan, dan bebas dari pengaruh konflik kepentingan. Mampukah Danantara melakukan hal tersebut? Kita akan melihat jawabannya dalam beberapa bulan ke depan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Tata Mustasya
Tata Mustasya
Direktur Eksekutif SUSTAIN (Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia)

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...