Dampak Sampah Makanan pada Perubahan Iklim

Ringkasan
- Jam tangan merupakan kado relevan dan bermanfaat sebagai penunjuk waktu sekaligus aksesori. Pertimbangkan selera sahabat, seperti desain klasik, sporty, atau modern agar sesuai dengan kepribadiannya.
- Sepatu bermanfaat untuk aktivitas sehari-hari dan menjadi kado berharga bagi kolektor sepatu. Pastikan mengetahui jenis sepatu kesukaan sahabat, baik sneakers, formal, atau sandal, serta ukuran dan warna favoritnya.
- Parfum berguna untuk meningkatkan kepercayaan diri dan memberi kesan baik. Perhatikan aroma kesukaan sahabat, seperti floral, woody, atau citrus, dan pilih merek serta varian yang sesuai.

Sampah makanan adalah masalah global yang berdampak pada ekonomi, sosial, dan lingkungan. UNEP Food Waste Index Report 2021 menyebutkan, umpama sampah makanan itu adalah sebuah negara, maka menjadi sumber penghasil gas rumah-kaca ketiga terbesar di dunia.
Gas rumah kaca menyebabkan perubahan iklim yang mengancam rantai pasok pangan, serta mempengaruhi mutu hasil pangan dunia. Lingkaran masalah sampah makanan dan iklim harus cepat dikelola demi keberlangsungan hidup manusia dan bumi.
Masalah Sampah Makanan
UNEP mendefinisikan sampah makanan sebagai makanan beserta bagian-bagiannya yang tidak dapat dimakan yang keluar dari rantai pasok makanan manusia dan menjadi sampah. UNEP Food Waste Index 2021 melaporkan, pada 2019, 17% dari total produksi pangan dunia terbuang: 11% dari rumah-tangga, 5% dari penyaji makanan, dan 2% dari penjualan, dan total kerugian ekonomi sekitar US$1 triliun.
Selain di penjualan dan konsumen, sampah makanan juga timbul dari sistem pangan yang mencakup semua kegiatan penyediaan pangan. Mulai dari produksi, pengumpulan, pengolahan, distribusi sampai ke konsumen, dan pembuangan produk-produk pangan. Produk pangan berasal dari agrikultur, peternakan, perhutanan, atau perikanan. Pada 2019, FAO mengestimasi 14% dari produksi pangan dunia terbuang antara panen dan penjualan.
Ilustrasi berikut menunjukkan bahwa sebagian besar sampah makanan adalah makanan yang dapat dikonsumsi.
Secara keseluruhan, rantai pasok pangan menghasilkan lebih dari 30% sampah makanan setiap tahun yang membebani sistem pengelolaan sampah. Laporan EPA tahun 2021 menyebutkan bahwa di Amerika 24% landfills dan 22% sampah yang diinsinerasi adalah sampah makanan.
Perbaikan ekonomi dan peningkatan populasi bumi berpotensi memperburuk situasi dan mengancam ketahanan pangan. Dengan proyeksi populasi 9,3 miliar pada 2050, UN memperkirakan kenaikan produksi makanan lebih dari 50% dari jumlah tahun 2010. Riset Bappenas pada 2021 mengindikasikan kenaikan jumlah sampah makanan global 54% dalam periode 2019-2030, dari 57.4 juta ton menjadi 88.6 juta ton.
Sampah Makanan, Emisi Gas Rumah Kaca, dan Perubahan Iklim
Gas rumah-kaca adalah berbagai gas yang timbul dari alam dan aktifitas manusia. Secara alamiah gas-gas tersebut menghangatkan bumi, dan diserap kembali oleh laut dan daratan. Namun berbagai kegiatan manusia menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berlebihan, hingga menyebabkan suhu bumi meningkat lebih cepat.
Grafik berikut memperlihatkan lonjakan suhu bumi yang mengkhawatirkan. Pemanasan bumi mengubah iklim, ditandai dengan adanya pergeseran pola cuaca dan perubahan-perubahan lingkungan lainnya yang berdampak langsung pada sektor pangan.
Produksi pangan global –meliputi penggunaan lahan, produksi panen, ternak, perikanan, dan rantai pasoknya—menyumbang 26% dari emisi gas rumah-kaca dunia.
Sampah makanan dari sistem pangan menyumbang 8-10% dari emisi gas rumah kaca global tahunan, terutama dari metana dari penguraiannya di landfills. Hampir setara 5 kali emisi sektor penerbangan. Pada 2017 sampah makanan global menghasilkan 9.3 GtCO2e emisi, sekitar separuh dari emisi gas rumah kaca global dari sistem pangan seluruhnya dalam setahun. Jumlah tersebut mirip jumlah emisi total Amerika Serikat dan Uni Eropa tahun itu.
Dampak Perubahan Iklim pada Pangan
Produksi pangan dan perubahan iklim saling mempengaruhi. Suatu studi di Cornell University menemukan perubahan iklim mengakibatkan kemerosotan produktivitas pertanian 21% sejak 1960an.
Kenaikan suhu, perubahan ketersediaan air, mutu tanah yang memburuk, bencana cuaca ekstrim, kenaikan permukaan air laut, dan pengasaman air laut adalah beberapa faktor yang dapat berdampak pada produksi, pengolahan, penyimpanan dan distribusi, sampai konsumen. Suhu panas membuat ternak dan tanaman pangan tertekan dan menjadi rentan terkontaminasi patogen dan jamur yang membahayakan bila dikonsumsi manusia. Mencairnya gunung es melepas merkuri yang mencemari perairan perikanan. Curah hujan tinggi, terutama di daerah pertambangan, membawa racun-racun metal ke perairan, mencemari habitat laut.
Peristiwa ekstrem lebih sering, lebih parah, dan tidak terprediksi, berdampak langsung dan lama pada pertanian, seperti menurun atau gagalnya panen, dan variasi mutu panenan. Awal tahun 2024 musim dingin ekstrim di Mongolia mematikan lebih dari 7 juta hewan. Pada 2023 cuaca panas menurunkan hasil susu di Singapura. Kelangkaan pasokan menyebabkan naiknya harga-harga pangan.
Perubahan iklim meningkatkan timbulnya kerugian pangan pada tahap produksi pangan, serta menurunkan mutu dan keamanan pangan yang mengancam ketahanan pangan dunia.
Perubahan iklim bisa juga membantu tanaman tumbuh di area yang sebelumnya tidak sesuai. Studi tahun 2005 menyebutkan kacang kedelai, chickpeas, dan anggur nantinya bisa tumbuh lebih baik di Inggris karena pemanasan global. Perkebunan anggur di Inggris kini berkembang pesat.
Solusi Reduksi Emisi dari Sampah Makanan
Suatu riset menyimpulkan, mengurangi separuh sampah makanan akan menghilangkan seperempat dari total emisi gas rumah-kaca dari sistem pangan global. Hampir 10 tahun lalu komunitas internasional menetapkan komitmennya untuk mengurangi separuh sampah pangan dari penjualan dan konsumen makanan, dan mengurangi sampah dari sistem pangan sampai tahun 2030 dalam Sustainable Development Goal 12.3 (SDG 12.3), namun pelaksanaannya lambat.
Kompleksitas masalah sampah makanan membutuhkan kolaborasi dari produsen, konsumen, dan pembuat kebijakan untuk mengatasinya. Selain kebijakan-kebijakan diperlukan juga target-target, serta investasi dalam teknologi, infrastruktur, pendidikan, dan sistem pantau yang efektif. Aplikasi AI membantu memantau dan mengoptimasi rantai pasok dan produksi makanan, distribusi kelebihan makanan, dan mendukung upaya pengurangan sampah dan daur-ulang.
Pada 2016 Prancis mengharuskan toko-toko menyumbangkan makanan yang tidak terjual ke tempat-tempat yang memerlukan untuk menyelamatkan makanan. Cina menerapkan aturan anti sampah pangan tahun 2021 dengan tanggung jawab yang jelas, insentif, hukuman. Jepang menargetkan pengurangan sampah makanan 50% pada 2030.
Dibutuhkan pula investasi perbaikan infrastruktur untuk memperlancar rantai pasok pangan, investasi dalam teknologi pangan, penyimpanan, pengemasan, serta fasilitas pengelolaan sampah makanan rendah emisi guna menghindari menjadi landfills. Korea Selatan, mendaur-ulang sebagian besar sampah makanan dan dipakai untuk menghasilkan biogas dan pupuk.
Perusahaan rintisan biokonversi Australia Goterra Agustus 2024 lalu berkolaborasi dengan Hyatt Regency Sydney mengimplementasikan sistem manajemen sampah makanan modular menggunakan larva black soldier flies (BSF) dan robot di hotel terbesar di Australia, untuk mengurangi 95% sampah makanan harian dan jejak karbon hotel. Goterra juga berpartner dengan supermarket besar Woolworth di Canberra untuk mengelola sampah organik 6000 ton setahun. Larva BSF menjadi sumber protein pakan ternak.
Publik perlu diedukasi untuk aktif terlibat dalam mengurangi sampah pangan dengan membeli bahan pangan segar setempat secukupnya, mempelajari teknik pengolahan dan penyimpanan makanan yang aman, memilah sampah rumah tangga, dan mengompos. Inovasi pemanfaatan bahan sisa bisa mengurangi timbulnya sampah, misalnya keripik biji durian, suplemen kesehatan dari kulit manggis, ampas makanan untuk pakan ternak, dan lainnya. Beberapa restoran all-you-can-eat mengenakan sanksi kepada konsumennya bila menyisakan makanan.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.