Industri Baja Nasional dalam Arus Pergeseran Prioritas RAPBN 2026

Widodo Setiadharmaji
Oleh Widodo Setiadharmaji
5 September 2025, 07:05
Widodo Setiadharmaji
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pelaku industri baja nasional dikejutkan oleh kabar penurunan drastis belanja infrastruktur dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Anggaran Kementerian PUPR diproyeksikan anjlok dari sekitar Rp400 triliun pada 2025 menjadi hanya Rp118,5 triliun pada 2026. Angka ini memicu kekhawatiran besar, terutama bagi industri baja nasional yang selama ini mengandalkan proyek-proyek infrastruktur sebagai urat nadi permintaan. Namun, melihat RAPBN 2026 hanya dari angka tersebut bisa menimbulkan salah tafsir.

Pemerintah tidak sedang memangkas pembangunan, melainkan mengubah arah dan cara membiayainya. Pendekatan pembangunan kini lebih tersebar dan berorientasi pada transformasi jangka panjang. Dalam skema baru ini, industri baja tidak kehilangan relevansi—justru memperoleh peran yang lebih luas dan mendalam. Peran baja dalam RAPBN bergeser dari fokus utama pada proyek infrastruktur menjadi enabler penting di berbagai program prioritas Asta Cita.

Pergeseran Strategi dan Skema Pembiayaan

RAPBN 2026 mencatat kenaikan belanja pemerintah pusat dari Rp2.467,5 triliun pada 2025 menjadi Rp2.631,2 triliun. Namun, alih-alih memperkuat belanja infrastruktur fisik seperti sebelumnya, komposisi belanja negara justru bergeser. Anggaran belanja modal, terutama untuk proyek-proyek Kementerian PUPR, dipangkas tajam. Sebaliknya, alokasi untuk pendidikan, kesehatan, pangan, perlindungan sosial, dan subsidi energi ditingkatkan. Pergeseran ini mencerminkan orientasi baru pemerintah yang menekankan pembangunan sosial dan transformasi ekonomi jangka panjang melalui delapan program Asta Cita.

Dari sisi pembiayaan, RAPBN 2026 menekankan pentingnya inovasi dan keberlanjutan. Alokasi Pembiayaan Investasi kepada BUMN naik dari Rp106 triliun pada 2025 menjadi Rp127 triliun pada 2026, memperlihatkan penguatan peran perusahaan negara dalam proyek-proyek strategis. Selain itu, RAPBN 2026 secara eksplisit menyebut pemberdayaan Special Mission Vehicle (SMV) dan Badan Layanan Umum (BLU), serta sinergi dengan Danantara sebagai  instrumen pembiayaan pembangunan.

Perubahan arah belanja dan skema pembiayaan ini membawa konsekuensi penting terhadap lanskap pembangunan nasional. Dengan proyek-proyek yang kini tersebar di berbagai kementerian teknis, BUMN, dan lembaga pembiayaan pembangunan, struktur pembangunan menjadi lebih terdiversifikasi dan lintas sektor. Bagi industri baja, hal ini berarti pasar tidak lagi terpusat pada proyek infrastruktur berskala besar seperti sebelumnya, melainkan meluas ke berbagai jenis proyek dengan kebutuhan yang beragam—mulai dari fasilitas sosial dasar hingga kawasan industri hilir—yang menuntut fleksibilitas, kesiapan logistik, dan kemampuan untuk melayani permintaan baja dalam spektrum yang lebih luas.

Asta Cita: Pilar Baru Permintaan Baja

Pergeseran fokus belanja dalam RAPBN 2026 diwujudkan melalui delapan pilar prioritas pembangunan nasional atau Asta Cita. Program ini menjadi fondasi arah baru pembangunan yang menekankan pemerataan, transformasi ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Bagi industri baja, Asta Cita menghadirkan panggung baru yang lebih luas dan beragam—dengan permintaan baja yang tersebar di berbagai sektor, wilayah, dan skala proyek.

Pada pilar ketahanan pangan, pembangunan irigasi, embung, lumbung pangan, peralatan pertanian dan fasilitas pascapanen seperti gudang akan menciptakan permintaan baja untuk konstruksi ringan dan sedang. Pilar ketahanan energi akan mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga air, surya, panas bumi, serta jaringan kelistrikan nasional—semuanya membutuhkan baja dalam jumlah besar untuk struktur, pipa, dan turbin.

Pada aspek kesehatan dan pendidikan, pembangunan Sekolah Rakyat, Sekolah Unggul Garuda, rumah sakit daerah, dan pusat layanan kesehatan masyarakat akan menciptakan permintaan baja tidak hanya untuk struktur bangunan, tetapi juga furnitur dan peralatan pendukung lainnya. Demikian pula pada program Makan Bergizi Gratis, akan ada kebutuhan pembangunan dapur bersama, sentra logistik pangan, dan peralatan masak massal berbahan baja karbon dan stainless steel. Pilar Pembangunan Desa akan menjadi pasar penting bagi baja dalam pembangunan jembatan, jalan desa, dan gedung koperasi, sementara Pertahanan Semesta akan menciptakan kebutuhan baja khusus untuk kendaraan tempur, kapal militer, markas, gudang dan fasilitas pertahanan lainnya.

Seluruh prioritas ini memperlihatkan satu pola penting: permintaan baja tidak lagi bergantung pada proyek raksasa yang tersentralisasi, melainkan menyebar ke ribuan proyek besar, menengah dan kecil yang tersebar di berbagai sektor. Artinya, transformasi belanja pemerintah ini justru membuka peluang perluasan pasar baja secara horizontal dan geografis, menciptakan struktur permintaan yang lebih stabil dan berkelanjutan.

Hilirisasi: Mesin Ganda Permintaan Baja

Di antara seluruh agenda Asta Cita, pilar hilirisasi industri merupakan penggerak permintaan baja yang paling kuat dan berjangka panjang. Strategi hilirisasi yang dijalankan pemerintah tidak hanya terbatas pada mineral, tetapi juga mencakup sektor-sektor strategis lain seperti pangan, perikanan, energi baru dan terbarukan, kayu, dan industri kreatif. Setiap hilirisasi ini akan menciptakan dua gelombang permintaan baja yang signifikan.

Pertama, pada fase konstruksi, pembangunan fasilitas pengolahan seperti smelter mineral, pabrik pengalengan ikan, gudang beras, cold storage, dapur logistik program makan bergizi, hingga pusat industri furnitur dan bioenergi menciptakan lonjakan kebutuhan baja untuk struktur bangunan, fondasi, tangki penyimpanan, dan jaringan distribusi. Proyek seperti smelter tembaga di Gresik, kawasan industri baterai di Halmahera, dan sentra logistik pangan nasional menunjukkan betapa luas dan beragamnya permintaan baja dari pembangunan awal sektor hilir ini.

Kedua, pada fase operasional, fasilitas hilirisasi tersebut menjadi pusat terbentuknya ekosistem industri berkelanjutan yang memperluas pasar baja secara konsisten. Produksi kendaraan listrik, baterai, panel surya, kaleng makanan dan ikan, serta alat pengolahan kayu dan bahan bangunan semuanya menggunakan baja dalam berbagai bentuk. Setiap rantai nilai pasca-hilirisasi terus menciptakan titik-titik baru permintaan baja.

Ketika pemerintah menetapkan hilirisasi sebagai poros utama transformasi ekonomi, strategi ini sesungguhnya menjadi mesin penggerak bagi industri baja nasional.

RAPBN 2026: Daya Dorong Baru Pertumbuhan Baja

Dengan demikian, RAPBN 2026 bukanlah isyarat melemahnya pembangunan atau berkurangnya peran industri baja. Sebaliknya, RAPBN ini merepresentasikan babak baru strategi pembangunan nasional—yang lebih terukur, lebih tersebar, dan lebih transformatif. Penurunan belanja infrastruktur konvensional tidak boleh disalahartikan sebagai penurunan permintaan baja. Justru, dengan bergesernya fokus pembangunan ke dalam program-program Asta Cita, permintaan baja akan meluas ke lebih banyak sektor, wilayah, dan kebutuhan yang sebelumnya tidak tersentuh oleh proyek-proyek besar berbasis APBN.

Industri baja nasional tidak sedang ditinggalkan, melainkan berperan lebih luas dan strategis sebagai enabler keseluruhan perwujudan Asta Cita: menjadi faktor penting penggerak utama transformasi ekonomi nasional. Momentum ini harus dijawab dengan kesiapan industri untuk menyesuaikan diri dengan arah baru pembangunan nasional—yang tidak lagi bersandar pada beberapa pusat pembangunan, tetapi menyebar ke seluruh simpul ekonomi, dari desa hingga kawasan industri, dari pangan hingga pertahanan, dari dapur sekolah hingga kendaraan listrik masa depan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Widodo Setiadharmaji
Widodo Setiadharmaji
Pengamat Industri Baja dan Pertambangan

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...