Perang melawan virus corona baru terus berlangsung. Berbagai negara memberlakukan langkah antisipasi, termasuk pelarangan penerbangan dari dan menuju Tiongkok secara keseluruhan. Indonesia dan Amerika Serikat termasuk dalam daftar negara yang memilih kebijakan pelarangan. Sedangkan New Zealand melarang turis Tiongkok masuk negara tersebut.

Kebijakan ini diambil seiring terus bertambahnya jumlah orang yang teridentifikasi terjangkit virus corona baru. Saat berita ini ditulis, lebih dari 25 ribu orang – mayoritas di Tiongkok – teridentisikasi terjangkit, dan lebih dari 500 orang dinyatakan meninggal akibat virus tersebut. Bahkan, banyak pihak menduga jumlah korban meninggal lebih dari itu.

Pemerintah Tiongkok sendiri juga melakukan pengetatan prosedur, bukan hanya untuk penerbangan internasional, tapi domestik, guna menahan penyebaran virus tersebut. Virus corona baru telah ditemukan di 29 provinsi di Tiongkok, termasuk di ibu kotanya yaitu Beijing dan kota turis seperti Shanghai. Sedangkan temuan kasus terbanyak masih di Provinsi Hubei (Wuhan), tempat di mana virus tersebut pertama kali ditemukan.

(Baca: WHO Siapkan Respons Penanganan Virus Corona Senilai Rp 9,22 Triliun)

Penutupan penerbangan dari dan menuju Tiongkok bisa jadi menandai dimulainya tantangan berat bagi sektor pariwisata dunia -- sektor yang telah 10 tahun berturut-turut tumbuh positif, bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi global. Bagaimana tidak? Berdasarkan data World Tourism Organization (UNWTO), Tiongkok merupakan ‘eksportir’ turis terbesar dunia.  

Berdasarkan laporan UNWTO yang dilansir pertengahan tahun lalu, sebanyak 10% dari total 1,4 miliar penduduk Tiongkok melakukan perjalanan internasional. Ini artinya sekitar 140 juta orang atau lebih dari separuh penduduk Indonesia. Dengan jumlah yang masif tersebut, Tiongkok tercatat sebagai pembelanja terbesar dalam pariwisata internasional.

Pengeluaran Tiongkok untuk pariwisata internasional tercatat US$ 277 miliar pada 2018, seperlima dari total pengeluaran dunia untuk pariwisata internasional. Bila diperhitungkan dengan rata-rata kurs rupiah 2018 yang sebesar Rp 15.000 per dolar AS, maka jumlah tersebut setara Rp 4.155 triliun, dua kali lipat belanja pemerintah Indonesia di tahun yang sama.  

Pengeluaran Tiongkok tersebut telah melampaui AS. Pengeluaran dari Negeri Paman Sam tercatat US$ 144 miliar atau sekitar Rp 2.160 triliun, setengah dari pengeluaran Tiongkok.

Berikut daftar 10 negara dengan pengeluaran terbesar untuk pariwisata internasional pada 2018:

NegaraPengeluaranPertumbuhan (%)
TiongkokUS$ 277 miliar5%
Amerika SerikatUS$ 144 miliar7%
JermanUS$ 94 miliar1%
InggrisUS$ 76 miliar3%
PerancisUS$ 48 miliar11%
AustraliaUS$ 37 miliar10%
RusiaUS$ 35 miliar11%
KanadaUS$ 33 miliar4%
Korea SelatanUS$ 32 miliar1%
ItaliaUS$ 30 miliar4%

Sumber: UNWTO (Diolah)

Indonesia sendiri tercatat sebagai salah satu negara yang memperoleh keuntungan dari turis Tiongkok. Data Badan Pusat Statistik (BPS), kunjungan dari turis Tiongkok berkontribusi 12,86% terhadap total 16,11 juta kunjungan turis asing ke Indonesia pada 2019. Kunjungan turis Tiongkok ke Indonesia merupakan yang terbanyak kedua setelah kunjungan turis Malaysia.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengatakan Indonesia berpotensi kehilangan devisa US$ 4 miliar atau setara Rp 54,8 triliun bila rute penerbangan dari dan menuju Tiongkok ditutup selama setahun. Nilai tersebut berasal dari jumlah turis asal Tiongkok yang mencapai 2 juta orang dalam setahun, dengan rata-rata pengeluaran US$ 1.400 per kunjungan.

Potensi kerugian bisa lebih besar lantaran adanya risiko turis asing lainnya menunda perjalanan lantaran wabah virus corona juga memunculkan kekhawatiran untuk melancong. “Jadi memang ini sebuah tantangan yang cukup berat buat pariwisata,” kata Wishnutama. Sejauh ini, kasus orang terinfeksi virus ini telah ditemukan di 27 negara/regional, selain Tiongkok.

(Baca: Pariwisata Sepi akibat Virus Corona, Maskapai Bakal Beri Diskon Tiket)

Sektor Pariwisata Mulai Tertekan

Sejumlah kota di dunia mulai merasakan dampak dari pembatasan ataupun penutupan penerbangan dari dan menuju Tiongkok. Penurunan bisnis drastis terjadi di lokasi-lokasi yang dikenal sebagai tempat berkumpul atau yang banyak dikunjungi orang Tiongkok alias Chinatown, dan destinasi-destinasi wisata terkenal, termasuk Bali.  

Pada Selasa, 4 Februari lalu, New York Times memberitakan Manager hotel dekat Newark Liberty Internasional Airport yang bergantung pada turis Tiongkok mengestimasi kerugian imbas virus corona “Berkisar US$ 100 ribu dan terus menanjak.” Perusahaan yang merancangkan tur bis berbahasa Tiongkok di Manhattan menghadapi sebanyak-banyaknya 300 pembatalan dari turis Tiongkok yang tidak bisa datang ke New York, pekan ini.

Pemilik restoran dan toko di Chinatown New York – di Lower Manhattan, Flushing, Queens, dan Sunset Park, Brooklyn – juga mengatakan virus corona dan ketakutan tentang hal itu telah memukul bisnis. Pekerja dan pemilik restoran di Chinatown Manhattan menyatakan bisnis telah anjlok 50-70% dalam 10 hari belakangan.  

Di Chinatown London, operator restoran juga merasakan penurunan drastis bisnis sejak dua orang di timur laut Inggris dinyatakan positif terinfeksi virus corona, pekan lalu. “Dibandingkan dengan beberapa bulan belakangan, kami kehilangan sekitar 50% dari pelanggan kami. Alasannya adalah virus,” kata Martin Ma, General Manager Jinli, restoran yang buka di dua lokasi di Chinatown London.

Sedangkan di Bali, pembatalan kunjungan dari turis Tiongkok sudah mulai dirasakan sejak Januari lalu, sebelum pemerintah secara resmi melarang penerbangan dari dan menuju Tiongkok mulai 5 Februari. Seperti dikutip Antaranews akhir Januari lalu, Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Ketut Ardana mengatakan pembatalan dilakukan oleh turis dari beberapa daerah di Tiongkok.

Adapun Bali Kintamani Festival yang sejatinya digelar pada 8 Februari 2020 dibatalkan. Sebelumnya, Pemerintah Bali telah menggandeng Asita untuk mendatangkan turis asal Tiongkok guna menonton parade tersebut. Kepala Dinas Pariwisata Bali I Putu Astawa mengatakan penundaan hingga waktu yang belum ditentukan. 

Selanjutnya:  

Kontribusi Pariwisata Internasional Terhadap Ekonomi Global Membesar  

Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan RI di Tengah Wabah

Kontribusi Pariwisata Internasional Terhadap Ekonomi Global Membesar

Sektor pariwisata memegang peran yang semakin besar dalam perekonomian dunia. Ini seiring pesatnya peningkatan kunjungan turis internasional. Pada 2019 lalu, UNWTO memperkirakan terjadi 1,5 miliar kunjungan turis internasional, naik 54 juta kunjungan dari tahun sebelumnya, atau naik total 509 juta kunjungan dalam 10 tahun.

Perkiraan jumlah kunjungan turis internasional di 2019 tersebut tumbuh 3,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini lebih lambat dari pertumbuhan pada 2017 (7%) dan pada 2018 (5,4%). Ini juga lebih lambat dari rata-rata pertumbuhan dalam 10 tahun belakangan yang sebesar 5,1%. Namun, terus melampaui pertumbuhan ekonomi dunia.  

Seiring peningkatan kunjungan turis internasional, pendapatan dari pariwisata internasional tercatat semakin besar. Pada 2018, pendapatan pariwisata internasional ditambah transportasi penumpang tercatat sebesar US$ 1,7 triliun, sekitar 2% terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) global di tahun tersebut. Pendapatan dari pariwisata internasional ini telah 10 tahun berturut-turut tumbuh positif.

(Baca: Tiongkok Akhirnya Terima Bantuan Amerika untuk Tangani Virus Corona)

Sekretaris Jenderal UNWTO Zurab Pololikashvili pun menyebut sektor pariwisata sebagai sektor paling bisa diandalkan di tengah ketidakpastian dan volatilitas sekarang ini. Di bawah bayang-bayang perlambatan ekonomi global, tensi dagang internasional, demonstrasi sosial, dan masalah geopolitik, “Sektor kita ini terus (tumbuh) melebihi ekonomi global,” kata dia dalam laporan perkembangan sementara pariwisata internasional 2019.

Namun, bila ketidakpastian terkait virus corona terus berlanjut, tampaknya akan sulit menyebut sektor pariwisata bisa diandalkan, tahun ini. Adapun sebelum masalah virus ini mengemuka, UNWTO memprediksikan pertumbuhan 4% pada kunjungan turis internasional tahun ini, tak jauh berbeda dengan tahun lalu.

Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan RI di Tengah Wabah

Goldman Sach menyatakan dampak ekonomi jangka pendek dari masalah wabah virus corona ini cukup besar. Namun, “Apa yang akan terjadi di 2020 tergantung seberapa cepat episode ini bisa dikontrol,” Kepala Ekonom Goldman Sach Jan Hatzius seperti dikutip Finansial Times.

Lembaga keuangan internasional tersebut memperkirakan risiko koreksi 0,1%-0,2% dari proyeksinya atas pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini yaitu 3,25%. Ini dengan asumsi penyebaran wabah turun signifikan pada Februari atau Maret. Namun, bila penyebaran wabah tersebut tidak juga mencapai puncaknya hingga kuartal II, lembaga tersebut memperkirakan koreksi hingga 0,3%.

Senada, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan dampak ekonomi dari virus corona masih akan dipengaruhi oleh tingkat keparahan dan berapa lama wabah virus tersebut akan bertahan. Dampak virus corona akan mempengaruhi perekonomian Tiongkok, yang selanjutnya akan mempengaruhi perekonomian global.

Jika mengacu pada pengalaman wabah virus corona penyebab SARS di 2003, ekonomi Tiongkok terdampak signifikan pada tahun tersebut. Pertumbuhan ekonominya turun dari 11,1% pada kuartal I, menjadi 9,1% pada kuartal berikutnya. Meskipun, seiring penanganan yang cepat, pertumbuhan ekonomi Tiongkok pulih menjadi 10% pada kuartal III.

Namun, pada saat wabah SARS, PDB Tiongkok tidak signfikan lantaran baru 4% terhadap total PDB global. “Bagian itu sekarang berdiri di 17%, yang berarti pengaruhnya bisa lebih besar,” ujarnya dalam pesan tertulis kepada katadata.co.id.

(Baca: Cegah Penyebaran Corona, Impor Hewan Hidup Tiongkok Disetop Sementara)

Sejauh ini, Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam mengatakan, Indonesia sudah terdampak melalui gejolak di sektor keuangan dan pariwisata. Di sektor keuangan, IHSG turun drastis dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi akibat sentimen negatif yang muncul di tengah kekhawatiran akan virus novel corona.

Sedangkan di sektor pariwisata -- seiring penutupan akses penerbangan dan jalur lainnya dari dan menuju Tiongkok -- jumlah turis asing khususnya dari Tiongkok turun drastis. Penurunan ini akan berpengaruh negatif ke sektor terkait seperti transportasi, hotel, restoran, dan lainnya.

“Industri transportasi udara, darat, laut akan turun. Demikian juga dengan industri hotel dan restoran, industri cinderamata, dan barang oleh-oleh, semua akan terpukul,” kata dia kepada katadata.co.id.

Di sisi lain, kebijakan penyetopan impor barang bahan baku dari Tiongkok akan menghantam industri manufaktur Indonesia. “Kalau virus corona tidak selesai hingga Maret, pertumbuhan ekonomi kuartal I diyakini di bawah 5%,” ujarnya.

Sedangkan Josua memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok bisa melambat dari 6,1% tahun lalu menjadi 5,7% sampai 5,9% tahun ini, bila wabah virus novel corona berlangsung cukup lama. Adapun Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan berada di kisaran 4,95% sampai 5,02% pada kuartal I tahun ini.

Reporter: Dimas Jarot Bayu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami