"Apakah mereka di tengah persaingan yang ketat terkait perkembangan ekonomi dunia maupun teknologi bisa survive?," ungkap dia.

Untuk itu, menurut dia, konsolidasi harus dilakukan bank-bank kecil agar lebih efisien dan memiliki pasar yang lebih luas. Dengan demikian, bank-bank tersebut dapat bertahan di tengah persaingan yang kian ketat.

Bersambung ke Halaman Berikut....

Berebut Ceruk Pasar dengan Margin Tinggi

Pengamat Perbankan Indonesia Banking School Batara Simatupang menjelaskan, pasar perbankan Indonesia saat ini masih sangat atraktif. Dengan demikian, tak heran banyak investor asing yang tertarik pada industri padat modal ini, termasuk Bangkok Bank yang ingin memperluas bisnis melalui akuisisi  Permata.

Meski Bangkok Bank memang sudah memiliki bisnis di Indonesia sejak 51 tahun lalu, menurut dia, bisnis kantor cabang bank asing tersebut sulit berkembang. Hal ini terlihat dari posisi rasio modal atau CAR per September 2019 yang mencapai 67,98%.

"Secara geopolitis, penting bagi Bangkok Bank untuk tumbuh signifikan. Cara mereka tentu hanya dapat didongkrak dengan tumbuh secara anorganik melalui akuisisi bank di Indonesia," jelas dia.

Menurut Batara, perekonomian Indonesia yang diperkirakan akan masuk dalam empat besar dunia pada 2045 menjadi daya tarik bagi investor. Apalagi, banyak penduduk Indonesia yang saat ini belum tersentuh layanan perbankan, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Adapun Permata dinilai dapat menjadi pilihan yang tepat bagi Bangkok Bank karena telah memiliki nasabah lebih dari 3 juta orang di 62 kota.

"Bangkok Bank tentu tak ingin ketinggalan dan ingin ikut menjadi pemain seperti Singapura, Malaysia, Jepang, dan Korsel yang sudah lebih dulu," jelas dia.

Sementara itu, Analis Investa Sarana Mandiri Hans Kwee menjelaskan margin bunga bersih atau NIM perbankan di Indonesia turut menjadi daya tarik bagi investor asing. 

"NIM perbankan di Indonesia meski turun, masih salah satu yang cukup tinggi di dunia. Perbankan masih sangat prospektif terlebih dengan pasar Indonesia yang besar," jelas dia.

Berdasarkan data Statistik Perbankan OJK, rata-rata margin bunga bersih atau NIM perbankan pada September 2019 mencapai 4,9%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,1%. Namun, NIM tersebut masih berada di atas perbankan Thailand, Malaysia, apalagi Singapura.

Adapun industri perbankan pada periode tersebut juga mencatatkan laba bersih tumbuh 6,6% menjadi Rp 117,59 triliun. Kenaikan laba bersih terutama ditopang oleh pendapatan nonbunga yang tumbuh mencapai 23,7%.

 (Baca: Ditopang Pendapatan Non Bunga, Laba Perbankan Tembus Rp 117 Triliun)

Kendati masih sangat menguntungkan, persaingan bisnis perbankan di Indonesia dinilai tak mudah. Apalagi, bank merupakan industri padat modal sehingga membutuhkan investor yang kuat.

"Bangkok Bank ini salah satu bank terbesar. Harapannya memang mereka bisa suntik modal ke Bank Permata supaya bisa ekspansi bisnis," ungkap Hans Kwee.

Rencana pergantian pemegang saham Permata sebenarnya sudah didengungkan sejak beberapa tahun lalu. Ini bermula saat Standard Chartered mengumumkan ingin melepas bisnisnya di Bank Permata setelah menjual Agricultural Bank of China Ltd pada 2015.

Hal tersebut sebenarnya merupakan bagian dari upaya bank asal Inggris tersebut mereformasi portofolio bisnisnya. Namun di sisi lain, kondisi Bank Permata pada 2015 juga mulai memburuk.

Pada tahun itu, laba Permata anjlok 84% dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp 247 miliar. Kinerja keuangan bank tersebut bahkan memburuk pada 2016 dengan rugi bersih mencapai Rp 6,5 triliun, terlihat dalam databoks di bawah ini.

Namun, kinerja keuangan Permata perlahan pulih pada 2017 setelah restrukturisasi bisnis dan tambahan modal dari pemegang saham. Laba bersih pada 2017 mencapai Rp 748 miliar dan meningkat pada 2018 menjadi Rp 901 miliar. Adapun hingga kuartal III 2019, laba bersih perseroan telah mencapai Rp 1,1 triliun.

Pada awal 2019, rencana Standard Chartered melepas saham di Bank Permata pun kembali bergulir. PT Bank Mandiri Tbk bahkan sempat menyatakan minat membeli Permata, tetapi kemudian gugur di tengah jalan. 

Adapun setelah pengumuman akuisisi oleh Bangkok Bank, saham Astra Internasional bergerak naik, sedangkan sementara saham Bank Permata justru bergerak turun. "Ini memang sepertinya ada masalah, karena memang bisnis Bank Permata banyak yang terkait dengan Astra, sinerginya cukup besar," ungkap Hans Kwee.

Kendati demikian, Bangkok Bank sebelumnya telah memastikan bahwa Astra tetap akan menjalin sinergi dengan Bank Permata. "Astra tetap akan mendukung kelanjutan kerja sama bisnis yang sudah ada antara Permata dan Astra Group dalam berbagai platform dan produk," ujar Presiden Bangkok Bank Chartsiri Sophonich.

(Baca: Bakal Dikuasai Bangkok Bank, Saham Bank Permata Diburu Investor Asing)

Direktur Astra Suprano Jasmin menyatakan Astra akan memperkuat bisnis di sektor finansial terutama di segmen retail. Adapun saat ini Astra diketahui memiliki perusahaan pembiayaan, asuransi, hingga fintech.

Dari total laba bersih Astra hingga kuartal III 2019 sebesar Rp 15,86 triliun, sektor jasa keuangan memberikan kontribusi mencapai Rp 4,3 triliun.

Sementara itu, Direktur Utama Bank Permata menyebut akuisisi Bangkok Bank akan memberikan peluang bagi Bank Permata untuk memanfaatkan keahlian dan jaringan luas yang dimiliki Bangkok Bank dalam bisnis korporasi dan UKM.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement