Tantang Ekonomi Global Lebih Berat
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan situasi dan stabilitas politik Indonesia segera pulih menyusul berbagai aksi unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta.
"Saya berharap hal yang menjadi pemicu bisa dibahas melalui proses-proses politik yang ada sehingga tidak menimbulkan dampak atau sentimen yang lebih luas," katanya pada Selasa kemarin.
Menurut dia, saat ini sebenarnya Indonesia memiliki momentum yang baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi meski ada ancaman resesi yang dihadapi sejumlah negara termasuk perang dagang.
Momentum tersebut, lanjut dia, di antaranya penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed). Penurunan itu dapat memberikan ruang bagi sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk menggeliatkan ekonomi.
Bank Indonesia juga bulan ini kembali menurunkan tingkat suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate menjadi 5,25 persen. Keputusan ini dipicu perkembangan ekonomi dalam negeri membaik dan inflasi yang rendah.
"Sejak April-Agustus kita banyak mendapatkan cukup banyak positif capital inflow ke Indonesia. Situasi itu perlu untuk kita jaga," katanya.
Ia mengajak semua pihak untuk bisa mengembalikan momentum yang baik tersebut dan agar pemerintah dan pihak terkait bisa lebih fokus menangani tantangan ekonomi global yang berasal dari luar Indonesia.
(Baca: Mahasiswa Tepis Kabar Demonstrasi Ditunggangi Pihak Tertentu)
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meyakini berbagai aksi unjuk rasa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir di Tanah Air tidak akan menggerus kepercayaan nasabah dan investor di industri perbankan domestik.
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan gejolak politik di kalangan legislatif dan eksekutif yang berbuntut aksi demonstrasi merupakan dinamika dalam konteks kehidupan negara demokrasi. "Dinamika politik kan biasa dalam demokrasi, yang penting tidak ada kerusuhan," ujarnya.
Nasabah dan investor perbankan saat ini lebih mencermati perkembangan fundamental ekonomi domestik dan dampak dari perekonomian global.
Karena itu, ia tidak terlalu khawatir atas dampak dari demonstrasi yang terjadi terhadap kinerja industri perbankan. "Dampaknya minim, karena kalau kita bicara simpanan, itu sangat tergantung suku bunga, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan aliran modal," ujar dia.
Ekonom Institute of Development for Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menjelaskan dalam sebulan terakhir, penjualan bersih (nett sell) asing di bursa saham tercatat Rp6.7 triliun. Hal ini merupakan indikasi adanya ketidakpuasan investor portfolio terhadap kepastian hukum di indonesia.
(Baca: Asing Jualan Saham Rp 2,3 Triliun Sepekan, Korbannya Sektor Perbankan)
Dalam empat hari berturut-turut, investor asing yang melepas kepemilikan sahamnya di lantai bursa mencapai Rp 1,77 triliun. Penarikan dana asing yang terbesar terjadi pada Selasa lalu.
Investor asing sempat membukukan penjualan bersih Rp 1 triliun tetapi pada saat penutupan perdagangan, nilai jual bersih ini menurun menjadi Rp 773 miliar. Pada perdagangan kemarin, investor masih mencatat penjualan bersih namun hanya Rp 42,86 miliar.