Selain itu, Indonesia juga perlu belajar dari Filipina yang sulit mengendalikan impor ayam dari AS, Brasil, dan negara lainnya. "Sekali produk impor masuk, maka akan sulit untuk dihentikan," kata dia.

Syarat Impor Ayam Perlu Diperketat

Masuknya daging ayam Brasil sebenarnya tak akan menjadi masalah besar kalau momennya tak berdekatan dengan anjloknya harga ayam beberapa waktu lalu. Apalagi saat ini kondisi pasokan ayam sudah melebihi permintaan atau oversupply.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan, kelebihan pasokan itu sempat membuat harga ayam jatuh pada pertengahan tahun ini. Kalau ditambah dengan daging ayam impor sudah pasti harganya akan anjlok lagi.

Konsumen mungkin yang mendapat keuntungan. Tapi secara pangsa pasar ternyata daging ayam Brasil, yang mayoritas dalam bentuk daging beku atau frozen, belum tentu diminati masyarakat.

Orang Indonesia lebih memilih daging segar atau baru dipotong. Sementara, 90% peternak lokal menyediakan ayam segar tersebut. “Seharusnya impor ini tidak akan berpengaruh besar karena market-nya beda,” katanya ketika dihubungi Katadata.co.id.

Jumlah impor ayam pun selama ini tidak terlalu besar karena pasokan dalam negeri mencukupi. Dari grafik Databoks di bawah ini terlihat pada 2018 jumlah impornya hanya 76,5 ribu kilogram untuk ayam buras.

Jadi, bisa dibilang sebenarnya impor ini tak terlalu dibutuhkan. Hanya saja, Indonesia sebagai negara anggota mau-tak mau tunduk pada keputusan WTO. “Kalau kita terus menolak, akan kena retaliasi,” ucapnya.

Retaliasi adalah tindakan balasan. Brasil bisa saja melakukan hal tersebut. Hal ini tentu akan menghambat tujuan pemerintah yang ingin membuka pasar ekspor nontradisional, termasuk ke negara Amerika Latin.

(Baca: Permainan Harga yang Membuat Peternak Ayam Merugi)

Permintaan Ayam Potong Naik Jelang Ramadan
Ilustrasi penjualan ayam potong di pasar tradisional. Pemerintah akan membuka keran impor ayam dari Brasil. (ANTARA FOTO/RAHMAD)

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah mengatakan, ayam broiler dalam negeri akan sulit bersaing dengan ayam dari Brasil. Pasalnya, ongkos produksi ayam di sana lebih murah daripada Indonesia.

Rusli mengambil data Kementerian Pertanian AS 2018. Menurut laporan itu, biaya ayam hidup di Brasil mencapai Rp 9.400 per kilogram. Sementara, per hari ini, harga daging ayam lokal di Indonesia mencapai Rp 37 ribu per kilogram.

Perbandingan itu memang antara ayam hidup dan mati (daging). Kalau membandingkan daging ayam untuk kedua negara ini bedanya mungkin hingga tiga kali lipat. Brasil tetap lebih murah.

Kondisi ini sebenarnya tak perlu dikhawatirkan, asal pemerintah berani memanfaatkan celahnya. Rusli mengatakan, Indonesia perlu menentukan nontariff barrier untuk impor ayam.

Aturan ini serupa dengan apa yang dilakukan pemerintah Tiongkok terhadap produk manggis Indonesia. Syaratnya sangat ketat. Bahkan sampai mengatur soal bentuk kulit dan warna daging buahnya. Selain, tentu saja, harus bebas dari virus dan penyakit.

(Baca: Keran Impor Dibuka, Berdikari Bawa 10 Ribu Ton Daging Sapi Brasil)

Pemerintah bisa melakukan hal yang sama untuk ayam Brasil. “Selain soal sanitasi dan sertifikasi halal, spesifikasi produk bisa dipersulit,” kata Rusli.

Pangsa pasarnya pun perlu diarahkan agar tak membunuh peternak mandiri atau UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Ayam Brasil, menurut Rusli, lebih cocok masuk ke industri makanan olahan, seperti nugget dan sosis.

Kalau berhasil melakukan itu, pemerintah punya kesempatan untuk meningkatkan ekspor makanan olahan. “Saya kira di sini pemerintah harus menggandeng para pengusaha,” ucap Rusli. Harapannya, dengan cara itu, tak ada UMKM alias peternak ayam yang gulung tikar.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement