Praktis hal ini mempengaruhi penerimaan negara yang baru mencapai 63 persen dari pagu Rp 1.761,6 triliun. Sementara itu, belanja pemerintah hingga 5 November 2015 telah menghabiskan 71 persen dari pagu Rp 1.984,1 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran menyentuh Rp 298,9 triliun atau 2,55 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan alasan tak memenuhi target inilah Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito undur diri. Posisinya lalu diisi oleh Ken Dwijugiasteadi.

Di sinilah harapan besar pemerintah. Karenanya, rancangan aturan ini dibuat semenarik mungkin bagi wajib pajak. Misalnya, dalam draf awal yang diterima Katadata, Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak bisa menghapuskan sanksi para “pendosa” yang tak membayar pungutan wajib ke negara. (Baca: “Pendosa” Pajak Akan Bebas dari Jeratan Pidana).

Misalnya, penebusan dosa secara khusus dituangkan dalam Pasal 9. Jika mengajukan permohonan, pajak terutang mereka akan dihapus. Begitu pula dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana untuk kewajiban perpajakan. Untuk mendapat fasilitas tersebut, syaratnya, wajib pajak telah memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Pajak.

Terkait porses hukum yang menjeratnya, beleid ini menawarkan keistimewaan terhadap perusahaan atau orang yang telah memperoleh bukti penerimaan permohonan pengampuna pajak. Pertama, pihak yang bersangkutan tidak akan dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana perpajakan.

Kedua, jika si wajib pajak sedang menjalani pemeriksaan atau penyidikan tindak pidana pajak maka dia akan kalis darinya. Sehingga, semua proses hukum yang sedang mereka jalani dihentikan. Bahkan, draft itu juga menyebutkan hal itu termasuk bila terkait upaya hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Yang juga menggiurkan jika undang-undang ini disetujui yaitu terkait kemanan wajib pajak. Data dan informasi yang terdapat dalam Surat Permohonan Pengampuna Pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyidikan atau penuntutan pidana dalam bentuk apa pun. Namun klausul ini tak berlaku dalam hal tindak pidana narkotika, terorisme, dan perdagangan manusia.

Rupanya, DPR belum mewujudkan harapan itu. Hanya, pemerintah sedikit lega ketika RUU Tax Amnesty akhirnya ditetapkan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2016. Namun, masih ada kekhawatiran beleid ini terus terhambat. Pasalnya, Dewan Perwakilan Rakyat meminta barter dengan pembahasan RUU Komisi Pemberantasan Korupsi.

Atas dugaan tersebut, Bambang Brodjonegoro sempat menyangkalnya. Menteri Keuangan ini membantah lambannya penyerahan Amanat Presiden atau Ampres ke DPR terkait RUU Pengampunan Pajak karena tersandera masalah politik. Bila draft dari pemerintah belum dikirim ke Sanayan, hal itu semata karena ada pasal yang belum tuntas dibahas. “Bukan soal politik,” kata Bambang pertengahan bulan lalu. (Baca: RUU Tax Amnesty Masih Terganjal Amanat Presiden).

Menurutnya, ketika itu draf RUU Pengampunan Pajak sudah rampung. Rancangannya puns sudah berada di Presiden. Seiring dengana itu juga akan mengeluarkan Amanat Presiden. Tetapi hingga saat ini Ampres belum juga dikirimkan ke DPR. Meski begitu, Bambang yakin RUU Pengampunan Pajak bisa disahkan di paruh pertama tahun ini dan diharapkan menambah penerimaan pajak hingga Rp 60 triliun.

Lagi-lagi, keinginan ini tak terlaksana. Dengan alasan pimpinan fraksi belum menerima draft akademik secara utuh, Kamis pekan lalu Badan Musyawarah DPR menunda membahas RUU Pengampunan Pajak. Kenyataan ini pun memupus harapan Lapangan Banteng yang bermimpi pembahasannya terlaksana pada masa sidang pertama tahun ini, sebelum masa reses pada April nanti. (Baca: Ganjal RUU Tax Amnesty, DPR Minta Jokowi Keluarkan Ampres).

Aneka Jurus Selamatkan Anggaran

Menteri Bambang Brodjonegoro akhirnya bersikap realistis setelah Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak ditunda oleh Badan Musyawarah DPR. Dia berencana mengajukan usulan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 pada Juli mendatang. Pemerintah akan mendasarkan pada laporan ekonomi semester satu. Pada saat itu, dia juga berharap sudah ada kepastian mengenai pembahasan tax amnesty.

Menurutnya, tax amnesty  penting untuk mengukur potensi pemasukan kas negara. Apalagi dengan penurunan harga minyak dunia, penerimaan negara diperkirakan merosot Rp 90 triliun. Belum lagi selisih antara penerimaan dan target atau shortfall pajak diperkirakan mencapai Rp 200 triliun. Meskipun tanpa acuan yang pasti mengenai penerimaan, Bambang ingin tetap melanjutkan pembahasan APBN-P 2016. (Baca: Perubahan APBN 2016 Menunggu Kepastian Tax Amnesty).

Jika kebijakan ini gagal, pemerintah akan memotong belanja negara dalam jumlah cukup besar. Adapun menambah utang merupakan opsi akhir. Sebab, pemerintah juga harus menjaga agar defisit anggaran tidak melebihi tiga persen. Meski begitu, dia berharap beleid untuk menambah penerimaan negara tetap dibahas, entah pada semester satu atau paruh kedua akhir tahun ini.

Dalam hitungannya, bila tax amnesty tidak ditetapkan, kemungkinan ada selisih antara target dan penerimaan pajak sebesar Rp 290 triliun pada tahun ini. Konsekuensinya, akan ada pemotongan belanja, terutama belanja Kementerian dan Lembaga, juga selain dua institusi tersebut. “Subsidi elpiji juga akan turun, karena harganya kan turun,” ujar dia usai acara penandatanganan perjanjian kerja sama proyek Palapa Ring di Jakarta, Senin, 29 Februari 2016.

Selain memotong anggaran, Bambang juga membuka ruang pelebaran defisit dari 2,15 menjadi 2,31 persen terhadap Produk Domestik Bruto yang mencapai Rp 12.707 triliun. Artinya, defisit akan membengkak Rp 20 triliun menjadi Rp 293,2 triliun. Bila perkiraan ini sesuai, maka pemerintah tidak perlu menambah utang. Lalu, dari mana uang untuk menutup defisit tambahan ini? “Kami masih punya sisa kas tahun lalu Rp 20 triliun. Nah, itu mau kami pakai untuk pembiayaan, tanpa harus nambah utang,” tutur dia.

Tak hanya itu, belanja negara yang sifatnya mendadak seperti Asian Games 2018 juga akan dipangkas. Rencananya, Rp 700 miliar akan dipakai guna merenovasi Gelora Bung Karno, Jakarta.

Di lain kesempatan, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah perlu mempersiapkan langkah efisiensi anggaran guna mengantisipasi skenario terburuk, yakni jika tax amnesty ditolak Dewan. Meski begitu, penghematan itu tidak harus dengan memotong anggaran. “Tapi membuat anggaran lebih efisien,” ujar Darmin.

Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan potensi pemasukan dari tax amnesty sebenarnya cukup besar, Rp 60-80 triliun. Namun, melihat perkembangan politik di Senayan, kecil kemungkinan tujuan tersebut tercapai. “Saya pikir, terlalu bergantung pada tax amnesty riskan melihat kemungkinan masih ada tarik menarik di DPR,” ujarnya kepada Katadata.

Karena itu, pilihan untuk keluar dari tekanan rendahnya penerimaan pun akan seperti tahun lalu. Pertama dengan mengurangi belanja modal, termasuk menunda penyertaan modal negara. Hal ini lebih memungkinkan bila harus memotong belanja rutin. Adapun pilihan kedua dengan menambah utang, yang juga pelik dilaksanakan. (Baca: Tax Amnesty Diganjal DPR, Ditjen Pajak Bisa Adu Kewenangan).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyayangkan tertundanya tax amnesty. Selain bakal mengancam penerimaan negara, hal itu dapat menurunkan kepatuhan para wajib pajak. Sebab, wajib pajak membutuhkan kepastian aturan untuk membuat perkiraan dan rencana usaha. Jika diterapkan April, wajib pajak bisa menyelesaikan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan tax amnesty bersamaan. Tetapi bila berlaku di paruh kedua tahun ini, potensinya berkurang.

Halaman:
Reporter: Muchamad Nafi, Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement