Skema New Normal Versi Pengusaha
Di luar pemerintahan, pengusaha juga mengkaji skema new normal. Pemilik PT Saratoga Investama Sandiaga Uno menilai new normal bisa dimulai dengan membuka sektor usaha yang memiliki risiko kesehatan minim tapi manfaat ekonominya tinggi. Ia menyebutnya sebagai Go Zone. UMKM shopping atau pertokoan menurutnya paling cocok untuk dibuka pada Juni, bukan mal seperti dalam rencana pemerintah.
Karena, menurut riset mandiri Sandiaga, UMKM berkontribusi terhadap 60 % ekonomi nasional dan menyerap 97 % tenaga kerja. UMKM juga dianggap mampu membangkitkan konsumsi nasional yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Seperti kita ketahui, lebih 50 % kontribusi ekonomi kita dari konsumsi,” kata mantan calon wakil presiden pada Pilpres 2019 ini kepada Katadata.co.id, Jumat (22/5).
Pernyataan Sandiaga selaras dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). Pada 2018 UMKM menyumbangkan Rp 8.573,9 triliun ke PDB Indonesia atau mencapai 57,8 % dari total pendapatan negara Rp 14.838,3 triliun. UMKM pun menyerap 116.978.631 orang tenaga kerja atau 97 % dari total tenaga kerja Indonesia.
(Baca: Pasca Covid-19, Politik Irasional Tak Akan Didukung)
Jumlah UMKM di Indonesia pun terus tumbuh. Berturut-turut pada 2016, 2017, dan 2018 sebanyak 61,7 juta unit, 62,9 juta unit, dan 64,2 juta unit. Angka terakhir setara dengan 99,99 % dari total unit usaha di Indonesia. Data pertumbuhan UMKM selengkapnya bisa disimak dalam Databoks di bawah ini:
Data BPS pada 2019 juga mencatat konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan sumbangan 56,52 % dari seluruh sektor. Unggul dari pembentukan modal bruto yang menyumbang 32,32 %. Pada kuartal pertama tahun ini, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,84 % atau hampir setengah dari periode sama tahun sebelumnya. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi hanya mampu di angka 2,97 %.
Fase selanjutnya di Juli, kata Sandiaga, pemerintah bisa membuka sekolah, tempat kerja, dan layanan kesehatan. Khusus layanan kesehatan sangat penting agar penderita penyakit selain corona yang selama ini terabaikan bisa tertangani, seperti penderita DBD. Pembukaan sektor usaha yang memiliki manfaat ekonomi lebih kecil dengan risiko kesehatan rendah bisa pula dibuka. Ia menyebut fase ini sebagai Pivot Zone.
Setelah itu, restoran dan tempat peribadatan bisa dibuka dengan protokol Covid-19 yang ketat dan tetap memperhatikan pembatasan sosial. Fase ini disebut juga oleh Sandiaga sebagai Check Zone, yakni untuk sektor usaha yang memiliki manfaat ekonomi besar sekaligus risiko kesehatannya besar.
Disusul kemudian mengoperasikan kembali transportasi publik, hingga akhirnya transportasi udara. Ia menyebut fase terakhir sebagai Wait Zone, yakni sektor usaha yang bisa dibuka ketika wabah berakhir. “Tahapan ini masih bisa berubah-ubah tergantung dari pertimbangan kesehatan masyarakat dan risikonya,” kata Sandiaga.
Semakin awal pemerintah dapat mengurangi risiko kesehatan atau angka penyebaran Covid-19, menurut Sandiaga, semakin cepat pula pelonggaran bisa dilakukan. Karena, dalam kondisi pandemi segala kebijakan mesti bersandar kepada data kesehatan. Bukan data ekonomi yang populis.
(Baca: Bicara Data Sandiaga Uno: The New Normal Ekonomi-Politik Indonesia)
Wakil Ketua Umum Kadin dan Apindo Shinta Widjaja Kamdani menilai new normal tak mesti dimulai dari sektor yang memiliki manfaat ekonomi paling besar, tapi yang paling siap menerapkan protokol Covid-19. Karena, saat ini yang sedang dihadapai adalah pandemi dan sangat berisiko terjadi gelombang kedua bila memulai ekonomi dari sektor tanpa kesiapan protokol kesehatan.
Untuk itu, kata Shinta, skala UMKM atau besar boleh saja dibuka di awal masa new normal. Lagi pula, tak akan ada usaha yang tiba-tiba pulih setelah pandemi. Seluruhnya pasti akan bergerak perlahan. Karena, secara psikis masyarakat tak bisa langsung menerima kenyataan masa baru. Sangat mungkin masih ada yang takut beraktivitas secara normal.
Fungsi kesiapan sektor usaha melaksanakan protokol kesehatan Covid-19 juga untuk meyakinkan masyarakat kembali melakukan kegiatan ekonomi. Sehingga pemulihan ekonomi bisa benar-benar berjalan.
“Manfaat ekonominya kan harus melihat pasarnya, demand-nya. Bukan hanya lokal, tapi ekspornya, luar negerinya juga dilihat. Makanya yang penting siap dengan protokol kesehatan Kemenkes,” kata Shinta kepada Katadata.co.id, Rabu (27/5).
(Baca: Risiko New Normal Berdamai dengan Corona ala Jokowi)
Protokol pencegahan penularan corona di tempat kerja sektor jasa dan perdagangan diterbitkan Kemenkes melalui Surat Edaran Menteri Nomor HK.02.01/Menkes/335/2020. Isinya yakni, pengelola wajib membersihkan dan mendisinfeksi secara berkala area kerja dan area publik setiap empat jam sekali, menyediakan fasilitas cuci tangan, melakukan pengecekan suhu badan pekerja sebelum beraktivitas, mewajibkan pekerja menggunakan masker, dan memasang media informasi untuk mengingatkan pekerja, pelaku usaha, dan pelanggan agar mengikuti pembatasan jarak fisik minimal satu meter.
Shinta menekankan yang terpenting dari setiap fase adalah evaluasi oleh pemerintah pusat dan pemerintah derah. Keduanya mesti sinkron dan tak boleh berbeda data. Sebab jika berbeda berisiko menciptakan ketimpangan kebijakan yang semakin merugikan dunia usaha, khususnya terkait arus pasok.
Meskipun begitu, Shinta mendukung pemerintah membuka kembali perekonomian pada 1 Juni. Karena semakin lama ekonomi ditutup, krisis akan semakin dalam. Jalan terbaik adalah berdamai dengan keadaan sambil tetap memperhatikan secara serius protokol kesehatan.
“Yang pasti peningkatan ekonomi akan lebih besar daripada waktu PSBB, tapi tidak akan kembali langsung seperti pra-pandemi,” kata Shinta. “Untuk pulih kembali mungkin kuartal IV,” imbuhnya.
(Baca: Bisnis Makanan dan Pakaian Babak Belur Jelang Lebaran)
Membandingkan dengan Fase Pemulihan Singapura
Negara Asia Tenggara yang juga akan memulihkan ekonomi pada Juni adalah Singapura. Pada 19 Mei Menteri Pembangunan Nasional Singapura Lawrence Wong menyatakan terdapat tiga fase pemulihan yang dipersiapkan. Pertama memberi izin operasi untuk bidang manufaktur, produksi, dan jasa yang tak banyak memerlukan interaksi publik pada 2 Juni.
Dalam fase ini, pemerintah Singapura mengestimasikan sepertiga dari total jumlah pekerja dapat kembali bekerja. Sementara sisanya tetap bekerja dari rumah atau work from home. “Kami harus melakukan ini dengan hati-hati dan terkalibrasi,” kata Lawrence melansir Bloomberg.
Fase kedua membuka restoran, outlet ritel, dan gimnasium. Fase ini diperkirakan berlangsung selama berbulan-bulan tergantung dengan hasil evaluasi pemerintah tehadap penyebaran virus corona dan kesiapan masyarakat menjalani normal baru.
Terakhir, adalah mengizinkan pertemuan, kegiatan sosial, dan bisnis lain dalam skala terbatas. Bioskop, bar, dan klub malam akan diizinkan. Fase ini akan berlangsung sampai vaksin virus corona ditemukan. Pemerintah Singapura pun meminta masyarakatnya untuk menaati protokol covid-19 selama seluruh fase tersebut dipersiapkan.
Berdasarkan seluruh fase tersebut, terlihat pemerintah Singapura tetap mempertimbangkan faktor penyebaran corona sebagai tolok ukur untuk memulai setiap tahapan. Pertimbangan manfaat ekonomi juga sangat terlihat dari sektor usaha yang dibuka di awal. Karena, seluruhnya adalah yang selama ini menjadi penopang utama PDB mereka.
Data Singapore Economic Development Board pada 2019 menyatakan kontribusi manufaktur terhadap PDB sebesar 22% dengan pertumbuhan paling tinggi di manufaktur biomedis, yakni 21,9%. Disusul pertumbuhan di teknik presisi sebesar 4% dan teknik transportasi sebesar 3%. Pertumbuhan manufaktur Singapura selengkapnya bisa dilihat dalam Databoks di bawah ini:
(Baca: Bayang-Bayang Resesi di Asia Tenggara dan Ekonomi Indonesia Tumbuh 0%)
Sementara sektor jasa paling berkontribusi terhadap PDB Singapura, yakni 70,6%. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja terbanyak, yakni 75,66% dari total tenaga kerja terserap. Sehingga, bisa dikatakan membukanya di awal berpeluang mendorong kembali perekonomian negara ini yang Maret lalu sempat diprediksi Development Bank of Singapore pertumbuhannya akan -0,5%.
Prediksi tersebut lebih buruk dari realisasi pertumbuhan ekonomi saat krisi finansial global 2009 yang masih di angka 0,1%. Dalam catatan DBS, Singapura tiga kali mengalami pertumbuhan ekonomi negatif: saat jatuhnya saham perusahaan-perusahaan teknologi pada 2001 (-1,1%), krisis finansial 1999 (-2,2%), dan resesi sektor manufaktur pada 1985 (-0,6%).
Hal ini serupa dengan kajian new normal Kemenko Perekonomian. Sektor industri yang akan dibuka awal, menurut data BPS pada 2019, berkontribus 19,82% terhadap PDB Indonesia atau paling besar. Sementara jasa berkontribusi terbesar kedua, yakni 12,49%.
Halaman selanjutnya: Belum Saatnya Indonesia Memasuki New Normal