Tesla bukan satu-satunya perusahaan yang berinvestasi Bitcoin dalam jumlah besar. Perusahaan teknologi informasi MicroStrategy, misalnya, memiliki 91.579 koin. Jumlah itu dua kali lipat lebih banyak dari Bitcoin yang dimiliki Tesla.

Bursa Khusus Uang Kripto

Tak hanya di Indonesia yang tercatat mengalami lonjakan jumlah investor uang kripto. Masyarakat di banyak negara pun banyak yang memilih uang virtual ini sebagai instrument investasi. Apalagi beberapa perusahaan sudah menggunakannya untuk transaksi pembayaran.

Hasil survei Statista, masyarakat di sejumlah negara dunia mulai memiliki atau menggunakan mata uang kripto. Dari 74 negara, Nigeria merupakan negara dengan intensitas penggunaan mata uang kripto tertinggi di dunia. Sekitar 32% responden telah memanfaatkan mata uang tersebut.

Kabiro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappebti Muhammad Syist memprediksi jumlah investor uang kripto akan terus bertambah. Perdagangan aset kripto memang menarik bagi investor khususnya dari kalangan milenial yang identik berani mengambil risiko.

Dia mengakui investasi aset kripto hanya didasari kepercayaan, karena tidak memiliki aset fisik yang jelas. Namun, beberapa negara sudah membuat aturannya.

“Di Indonesia juga sudah mengatur beberapa regulasi, antara lain ada undang-undang, peraturan Bappebti, dalam rangka memberikan kepastian usaha dan perlindungan ke investor,” ucapnya dalam Creative Money “Jurus Investasi Aset Kripto” yang disiarkan BeritaSatu TV, Selasa (20/4) malam.

Demi mengakomodasi minat masyarakat berinvestasi di uang kripto, pemerintah pun berencana memisahkan perdagangannya uang virtual tersebut. Selama ini, perdagangan uang kripto masuk dalam bursa komoditas berjangka.

“Bursa khusus kripto ini fokusnya pada perlindungan pelaku usaha agar hubungan semua pihak bisa berjalan dengan baik, antara pedagang, investor maupun dengan lembaga lain bisa jelas dan aman,” kata Ketua Bappebti Sidharta Utama, Jumat (16/4).

Saat ini Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) hanya mengizinkan 229 jenis mata uang kripto untuk diperdagangkan di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Bitcoin, Ethereum, Tether, Polkadot, dan Litecoin.

Hingga awal tahun 2021, terdapat 13 perusahaan yang sudah memperoleh tanda daftar dari Bappebti sebagai calon pedagang fisik aset kripto. Perusahaan tersebut adalah PT Cripto Indonesia Berkat, Upbit Exchange Indonesia, PT Tiga Inti Utama, PT Indodax Nasional Indonesia, PT Pintu Kemana Saja, PT Zipmex Exchange Indonesia, PT Bursa Cripto Prima, PT Luno Indonesia Ltd, PT Rekeningku Dotcom Indonesia, PT Indonesia Digital Exchange, PT Cipta Coin Digital, PT Triniti Investama Berkat, dan PT Plutonext Digital Aset.

Risiko Investasi Uang Kripto

Pemilihan instrumen investasi bergantung pada kemampuan masing-masing investor dalam menyerap risiko. Namun, investor harus memperhatian dan memitigasi keseimbangan antara risiko dan hasil yang didapat.

Di Indonesia, uang kripto memang hanya bisa digunakan sebagai investasi di bursa berjangka. Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan mata uang kripto tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. BI pun turut memantau penggunaan mata uang kripto dalam investasi, meski pengawasannya berada di Otoritas Jasa Keuangan.

Bank Indonesia (BI) memperingatkan investor agar berhati-hati saat berinvestasi menggunakan mata uang tersebut. "Kami mewanti-wanti risikonya karena tidak ada underlying asset," ujarnya dalam Media Briefing Kesiapan Sistem Pembayaran pada Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1442H, Rabu (14/4).

Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, uang kripto cukup berisiko untuk dijadikan instrumen investasi, karena mata uang digital ini tidak memiliki aset yang mendasarinya (underlying asset).

"Berbeda dengan saham yang jelas aset tetapnya. Kita beli kepemilikan atas perusahaan yang fisiknya ada," kata Wafi dalam Market Movers, podcast Katadata.co.id dan KBR episode 2, Senin (26/4).

Meski diperdagangkan di Indonesia, Bitcoin dan mata uang kripto lainnya dinilai tidak bisa menggantikan posisi rupiah di dalam negeri. Makanya, BI tengah merumuskan penerbitan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency) bersama bank sentral negara-negara lain. Mata uang ini akan diedarkan melalui perbankan dan fintech.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement