- Konsumsi masyarakat mulai pulih pada akhir tahun lalu sehingga mendorong ekonomi kuartal IV tumbuh kuat 5,02%.
- Lonjakan kasus akibat varian Omicron membuat pemerintah kembali menerapkan PPKM level 3.
- Pemerintah dan para analis optimistis ekonomi tahun ini masih mampu tumbuh 5%.
Kinerja ekonomi tahun lalu tak seburuk perkiraan awal saat lonjakan kasus varian Delta terjadi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 berhasil kembali positif 3,69% setelah terkontraksi 2,07% pada 2020. Kini, ekonomi 2022 kembali menghadapi tantangan serupa tapi tak sama, lonjakan kasus akibat varian baru, Omicron.
Ekonomi baru perlahan pulih pada kuartal keempat tahun lalu setelah menghadapi pukulan akibat varian Delta pada Juli-Agustus 2021. Pertumbuhan ekonomi dalam tiga bulan terakhir tahun lalu tumbuh 1,06% dibanding Juli-September 2020 atau 5,02% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Konsumsi rumah tangga yang sempat negatif 0,19% pada kuartal ketiga dibandingkan kuartal sebelumnya, berhasil kembali tumbuh positif 3,02%. Hampir seluruh sektor lapangan usaha pada kuartal keempat juga mencatatkan pertumbuhan positif dibandingkan kuartal ketiga maupun periode yang sama tahun lalu, kecuali pada sektor pertanian.
Perbaikan konsumsi rumah tangga sejalan dengan angka mobilitas penduduk yang telah kembali ke level sebelum pandemi pada pengujung tahun lalu. Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, mobilitas masyarakat yang meningkat pada kuartal IV 2021 terjadi seiring kasus harian Covid-19 yang menurun.
Perbaikan mobilitas, menurut dia, berpengaruh pada aktivitas ekonomi domestik, terutama sektor transportasi domestik dan internasional.
Berdasarkan data BPS, jumlah penumpang di semua moda transportasi pada kuartal keempat 2021 meningkat. Angkutan udara domestik dan Internasional naik 155,32% secara kuartalan atau 18,23% secara tahunan, angkutan laut naik 19,75% secara kuartalan atau 9% secara tahunan, dan angkutan rel naik 110,71% secara kwartalen atau 17,41% secara tahunan.
Mobilitas masyarakat yang membaik, mendorong perbaikan penjualan eceran pada kuartal keempat yang tumbuh 5,8% secara kuartalan atau 8,7% secara tahunan. Aktivitas penjualan mobil juga tumbuh melesat 10,93% secara kuartalan atau 62,31% secara tahunan.
"Aktivitas manufaktur menunjukkan bahwa selama kuartal IV berada di level 50,17% atau mengalami ekspansi," katanya.
Namun, mobilitas masyarakat memasuki kuartal pertama tahun ini akan kembali terhambat. Pemerintah kembali memperketat pembatasan dengan memberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, hingga aglomerasi Bandung Raya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kenaikan status ini lantaran penelusuran kasus Covid-19 yang masih rendah. "Bukan karena kasus tinggi tapi karena rendahnya tracing," kata Luhut dalam konferensi pers virtual, Senin (7/2).
Meski demikian, kasus aktif Covid-19 pada Senin (7/2) telah menembus 200 ribu, melonjak dua kali lipat dalam waktu kurang dari sepekan. Berdasarkan data Satgas Covid-19 pada Senin (7/2), terdapat 26.121 kasus baru, 8.577 kasus sembuh, dan 82 kematian sehingga kini total terdapat 206.361 kasus aktif.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun mengatakan, kasus konfirmasi harian di Jakarta, Banten, dan Bali saat ini sudah melebihi dari kasus harian corona di tiga wilayah tersebut pada gelombang penularan Delta. "Sekarang sudah ada tiga provinsi yang jumlah kasusnya melebihi jumlah kasus gelombang Delta lalu," kata Budi dalam konferensi video, Senin (7/2).
Ia mencatat, tambahan kasus Covid-19 harian di DKI Jakarta menembus angka 15.800, melampaui puncak kasus harian saat lonjakan varian Delta yang mencapai 14.600 kasus.
Sementara itum tambahan kasus konfirmasi corona di Banten sudah mencapai 4.800 kasus, lebih tinggi dari puncak kasus harian Delta sebanyak 3.900, sedangkan Bali menyentuh 2.000 kasus, lebih tinggi dari puncak kasus harian Delta sebanyak 1.900 kasus.
Meski demikian, Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu mengatakan, tingkat keterisian rumah sakit di ketiga provinsi tersebut masih berkisar 30-50%. Ia meminta masyarakat untuk tidak panik meskipun kasus akan meningkat tinggi.
Masih Mampu Tumbuh 5%
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masih optimistis pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini mencapai di atas 5% meski ada penerapan PPKM level 3 di Jabodetabek, Bali, Yogyakarta, dan Bandung Raya.
"Kami melihat pertumbuhan di kuartal 1 tahun lalu masih minus 0,7 persen, kita harapkan di kuartal 1 tahun ini kami bisa dorong di atas 5%," kata Airlangga dalam Konferensi Pers PPKM pada Senin (7/2), seperti dikutip dari Antara.
Optimisme Airlangga datang dari hasil survei masyarakat yang optimistis melihat kondisi perekonomian tahun ini. Ia pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2022 mampu tumbuh di kisaran 4,7% hingga 5,6%.
Dari beberapa hasil survei masyarakat tampak optimistis sehingga Airlangga memprediksi perekonomian Indonesia sepanjang 2022 dapat mencapai 4,7% hingga 5,6%.
Airlangga menyebutkan pemerintah telah mengalokasikan dana Rp455,62 triliun untuk penanganan Covid-19 pada 2022. Dari total anggaran tersebut, sebesar Rp 122,5 triliun akan digunakan untuk penanganan kesehatan.
"Dimana untuk penanganan pasien Covid-19 sekitar Rp32,96 triliun. Walaupun akibat Delta kemarin masih ada yang di-carryover besarnya Rp 23,6 triliun," ucapnya.
Pemerintah juga mengalokasikan senilai Rp 154,8 triliun untuk program perlindungan masyarakat dan Rp 178,3 triliun untuk program penguatan pemulihan ekonomi nasional.
Ia mengatakan, ekonomi pada tahun ini juga akan terdongkrak oleh perhelatan G20 dan MotoGP yang akan digelar dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
"Kesiapan manajemen terutama terkait telemedis dan obat-obatan di daerah perlu disiapkan sambil mengakselerasi vaksinasi dan peningkatan protokol kesehatan dengan menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Tentu, berbagai kegiatan ini akan disesuaikan dengan daerah masing-masing," kata Airlangga.
Ekonom bank Mandiri Faisal Rachman menyebut ketidakpastian akibat varian Omicron masih akan menjadi salah satu risiko utama perekonomian Indonesia pada tahun ini, Meski demikian, ia memperkirakan ekonomi pada tahun ini akan tumbuh mencapai 5,17% pada sepanjang tahun ini.
“Kami melihat pemulihan ekonomi akan terakselerasi pada 2022 seiring mulai pulihnya konsumsi swasta sejalan dengan perbaikan keyakinan konsumen dan investor,” ujar Faisal dalam risetnya, Senin (7/1).
Hal ini, menurut dia, juga akan sejalan dengan pengelolaan kasus Covid-19 yang lebih baik dan akselerasi vaksinasi. Mobilitas masyarakat ke depan akan membaik dan mendorong permintaan domestik sehingga berdampak pada produksi dan inrestas.
Ia juga menilai kebijakan fiskal yang antisipatif dan responsif, kebijakan moneter yang pro stabilisas, dan Makroprudensial yang mendukung pertumbuhan akan mendorong pemulihan ekonomi. “Harga komoditas yang masih akan tinggi juga akan masih akan mendorong kinerja ekspor,” kata dia.
Di sisi lain, menurut Faisal, risiko perekonomian tak hanya datang dari penanganan Covid-19 di dalam negeri, tetapi juga perekonomian global. Lonjakan inflasi yang dialami banyak negara maju dan berkembang, serta rencana pengetatan moneter bank-bank sentral global akan menjadi risiko bagi Indonesia terutama terkait aqliran modal asing.
Prediksi tak jauh berbeda diberikan Bank Danamon yang juga memperkirakan ekonomi pada tahun ini akan tumbuh 5,1% dengan inflasi di kisaran 4%. Sementara itu, Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan kebijakannya hingga pertengahan tahun ini dan baru akan mengubah arah kebijakan pada paruh kedua.
Sementara itu, Ekonom Bank OCBC Wellian Wiranto mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat yang berada di atas perkiraan pihaknya sebesar 4,8% mendatangkan ekspektasi yang lebih baik terhadap perkonomian tahun ini. Ekonomi pada kuartal keempat tahun lalu telah berhasil kembali ke level sebelum pandemi.
"Ketika kami sedang mencerna data PDB, aliran berita seputar munculnya kasus Covid-19 yang disebabkan oleh Omicron terus muncul untuk mengingatkan kita 'siapa bos sesungguhnya'," ujar Wellian dalam risetnya.
Kasus di Jakarta yang sudah melampai rekor tertinggi, menurut dia, membuat pemerintah harus kembali menerapkan PPKM level 3. Hal ini, menurut dia, akan membuat momentum pemulihan konsumsi kuartal empat kemungkinan tak akan kembali terjadi pada kuartal pertama tahun ini karena bayang-bayang kenaikan kasus Omicron.
"Namun, seiring berjalannya waktu, kami masih mempertahankan asumsi bahwa kondisi ini akan menjadi episode yang relatif terkendali dan momentum pertumbuhan dapat dipertahankan untuk mencapai tingkat pertumbuhan 5% pada tahun ini," katanya.