• Pemerintah menargetkan 20% dari kebutuhan anggaran IKN akan dibiayai oleh APBN melalui penerbitan obligasi, PNBP, dan pemanfaatan barang milik negara. 
  • Sejumlah ekonom memperkirakan porsi APBN dalam pendanaan IKN akan membengkak, terutama setelah Softbank menarik diri sebagai investor strategis.
  • Pembangunan infrastruktur strategis lainnya terancam mangkrak jika pemerintah bergantung pada APBN untuk membiayai pembangunan IKN. 

 

Tepat dua hari sebelum Presiden Joko Widodo menggelar prosesi ritual ‘tanah dan air’ di calon ibu kota negara (IKN) pada 13 Maret silam, kabar buruk datang dari seberang. Raksasa konglomerasi keuangan asal Jepang, Softbank, menarik diri dari jajaran calon investor. Ini kabar mengejutkan sebab pemerintah sebelumnya sudah mendapuk CEO Softbank Masayoshi Son sebagai satu dari tiga Dewan Pengarah IKN.   

Softbank tidak pernah mengumbar alasan pasti mengapa mereka memutuskan mundur dari IKN. Sumber Katadata menyebut Softbank meminta jaminan 5 juta penduduk di IKN. Padahal, Bappenas menyebut IKN hanya akan dihuni sekitar 1,9 juta penduduk saja. Pemerintah menganggap permintaan ini tidak realistis. 

Kinerja keuangan Softbank yang memburuk juga ditengarai jadi alasan lainnya. Saham dan portofolio Softbank memang anjlok dalam setahun terakhir. Hingga November 2021, Softbank telah merugi hingga Rp 47 triliun. Perusahaan kini sibuk memperbaiki kinerja keuangannya. 

Mengutip Bloomberg, Softbank tengah mengincar pinjaman dari Apollo Global Management Inc. senilai US$ 5,1 miliar atau sekitar Rp 72 triliun. Softbank juga baru saja menjual Coupang, salah satu portofolionya di bidang e-commerce dengan nilai transaksi Rp 14 triliun. 

Apapun alasan di balik hengkangnya Softbank, ini jelas berdampak besar terhadap lanskap pembiayaan IKN. Softbank adalah pemain global di bidang investasi. Portofolionya membentang luas di seantero Asia hingga Timur Tengah dengan total modal mencapai US$ 100 miliar. 

“Softbank jelas bukan investor ecek-ecek,” kata Ekonom Indef Ahmad Tauhid kepada Katadata, Kamis (24/3).

Tauhid memperkirakan keputusan Softbank ini menjadi sinyal negatif bagi calon investor lainnya. Menurutnya, proyek-proyek IKN sejatinya kurang menarik bagi para investor. Ia menjabarkan proyek-proyek seperti jalan tol atau perumahan lebih potensial sebagai peluang bisnis. 

Menanggapi hengkangnya Softbank, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sejumlah investor sudah menyatakan minatnya untuk masuk ke proyek IKN. Ia mengaku tidak heran dengan mundurnya Softbank. Menurutnya, siapa pun sebetulnya bisa menyampaikan minatnya untuk masuk ke proyek IKN. 

"Saya saja sebagai Menteri Keuangan di berbagai kesempatan, banyak mendapat pertanyaan bagaimana proyek IKN? Kemudian, mereka (investor) menanyakan apakah di sana ada kesempatan untuk mereka," kata Sri Mulyani.

Ia menyebut investor yang akan masuk ke proyek IKN Nusantara tentunya akan mempertimbangkan sejumlah aspek, termasuk potensi keuntungan yang akan diperoleh dari proyek tersebut.

Presiden Jokowi Bermalam di Ibu Kota Negara (IKN)
Presiden Jokowi Bermalam di Ibu Kota Negara (IKN) (Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)
 

Beban Berat APBN

Sepekan sebelum Softbank mengumumkan absen dari proyek IKN, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terbang ke Riyadh, Arab Saudi. Melalui laman Instagramnya, Luhut memamerkan foto dirinya yang berpose hangat bersama dengan Pangeran Mohammed bin Salman. 

Luhut tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk merayu putera mahkota Arab Saudi itu. Proyek IKN jelas menjadi salah satu objek investasi yang ditawarkan. Luhut pulang kembali ke Tanah Air dengan riang gembira. 

“Pangeran Mohammed bin Salman juga menunjukkan sambutan yang sangat baik mengenai peluang investasi di berbagai bidang yang kita bahas,” kata Luhut (3/3). 

Mundurnya Softbank membuat investasi Arab Saudi kian mendesak diperlukan. Pemerintah memperkirakan pembangunan IKN membutuhkan setidaknya Rp 466 triliun. Sebanyak 20% dari kebutuhan itu akan ditopang oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Adapun sisanya akan dipenuhi lewat berbagai cara; mulai dari skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), pajak khusus, pemanfaatan barang milik negara, bahkan hingga crowdfunding.

Kendati demikian, menurut Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi, belum ada satupun mekanisme pembiayaan IKN yang pasti dan jelas. Menteri Luhut memang menyebut ada komitmen investasi senilai US$ 20 miliar dari Uni Emirat Arab. 

Sementara itu, Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kementerian Keuangan Didik Kusnaini mengatakan Pemerintah akan membuka semua jalur pendanaan untuk membiayai IKN. Guna menopang APBN misalnya, pemerintah akan mengandalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), obligasi, hingga pemanfaatan barang milik negara.

Selain APBN, pemerintah juga membuka ruang investasi melalui filantropi, trust fund, dan investor lain di luar pemerintah. "Swasta murni diperbolehkan sepanjang sesuai rencana induk yang dibangun," ujarnya.

Menurut Ekonom UI Fithra Faisal,  bukan perkara mudah meyakinkan investor untuk menggelontorkan uangnya di proyek IKN. Profil risiko proyek ini terlalu tinggi, sedangkan peluang keuntungannya tidak sebesar proyek infrastruktur lainnya. Ia memperkirakan porsi pendanaan APBN justru akan mendominasi pembiayaan IKN.

“Prediksi saya porsi APBN akan mencapai 50% dari total pendanaan,” kata Fithra.

Menggunakan APBN untuk membiayai sebagian besar proyek IKN bukan tanpa risiko. Fithra mengatakan APBN seharusnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek prioritas, terutama menjelang habisnya bonus demografi Indonesia pada 2035. 

Ia khawatir Indonesia akan kehilangan momentum pertumbuhan ekonomi jika terlalu fokus pada pembangunan IKN.  Apalagi menurutnya, kontribusi ekonomi dari pembangunan IKN tidak terlalu signifikan.

“Hitung-hitungan kami IKN cuma berkontribusi 0,05%-0,1% terhadap perekonomian nasional,” katanya.

Mengandalkan obligasi untuk membiayai APBN juga bukan pilihan bijak. Menurut Fithra, saat ini obligasi pemerintah menguasai sekitar 80% pasar obligasi di Indonesia. Akibatnya, sektor swasta kesulitan untuk mendapatkan dana segar guna memacu bisnis mereka. 

“Cost of fund mereka [perusahaan swasta] jadi terlalu mahal,” kata Fithra. 

Senada dengan Fithra, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad juga pesimistis investor akan menganggap IKN sebagai proyek yang menarik. Ia memperkirakan APBN-lah yang akan menjadi tulang punggung pembiayaan IKN. Padahal menurutnya, ruang APBN kita sudah terlalu sempit. Hingga 2023, defisit APBN sudah ditetapkan sebesar 3% saja.

“Paling besar APBN kita cuma bisa support Rp 5 triliun per tahun,” katanya.

Pemerintah memang bisa saja mengutak-atik postur APBN untuk membiayai IKN. Namun, Tauhid menilai hal tersebut justru akan mengorbankan proyek-proyek prioritas lainnya.  Bahkan sebelum proyek IKN di mulai, sejumlah proyek infrastruktur sudah terancam mangkrak karena kekurangan pendanaan. 

Salah satunya adalah Pelabuhan Ambon Baru (Ambon New Port) yang telah dijanjikan Presiden Jokowi sejak 2016 silam. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pihaknya tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membangun Ambon New Port saat ini. Selain itu, Sakti masih mencari investor yang mau menanamkan uangnya di proyek tersebut.  

"Ini semua [masalah] investasi. (Ambon) New Port lalu tidak jadi [dibangun tahun ini] karena memang anggarannya tidak ada," kata Sakti. 

Keputusan ini tentu saja menuai protes keras. Anggota Komisi IV Saadiah Uluputty mengaku  heran karena pemerintah dapat membangun infrastruktur lain, seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan IKN.  

"Kalau alasan tidak ada uang, bagi kami tidak adil. Benar-benar kami ditipu, pembohongan ini. Saya tidak bisa terima (alasan itu) di sini," tegas Saadiah, Rabu (23/3). 

Aneka Pajak Khusus

Salah satu poin menarik dalam pembiayaan APBN adalah pajak khusus yang akan diterapkan oleh Badan Otorita IKN. Ketentuan ini tertuang dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pendanaan IKN. Dalam pasal 42 draf RPP tersebut, terdapat 13 jenis pajak yang dapat dipungut oleh otorita IKN. 

Didik Kusnaini mematikan pajak khusus ini bukan dilakukan oleh pemerintah pusat. Pajak khusus tersebut juga berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh) yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak. Adapun tarif pajak khusus dan pungutan khusus tersebut akan ditetapkan oleh Otorita IKN setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).  

"Ini hanya khusus ada di IKN, tidak ada di tempat lain," ujarnya. 

Pertemuan Jokowi dan Tokoh Adat di IKN
Pertemuan Jokowi dan Tokoh Adat di IKN (Dokumentasi Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)
 

Badan Otoritas IKN yang kini dikomandoi oleh Bambang Susantono punya tugas berat memastikan pembangunan IKN sesuai arahan Presiden. Dalam petikan wawancara di Istana Negara pada Jumat (18/3), Bambang mengaku tetap optimistis meskipun Softbank mengundurkan diri.  

“Ini merupakan proses dari satu kerja sama dengan swasta yang sebetulnya biasa di dunia pembangunan seperti ini," kata Bambang. 

Reporter: Rizky Alika

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami