Kecerdasan buatan (AI) melaju pesat seiring perkembangan teknologi. Kemampuan AI yang memungkinkan mesin untuk belajar dari pengalaman, menyesuaikan input-input baru, dan melaksanakan tugas seperti manusia ini semakin banyak diadopsi oleh perusahaan telekomunikasi, juga industri lainnya.

Demikian pula dengan Internet of Things, sebuah program yang mampu untuk mentransmisikan data melalui jaringan tanpa menggunakan bantuan perangkat komputer dan manusia. Kecerdasan buatan dan IoT ini sekarang berjalan beriringan, makin masif dimanfaatkan manusia dalam mengembangkan bisnisnya.

Di Indonesia, pemanfaatan artificial intelligence dan IoT sudah menjangkau berbagai lini usaha. Di sektor manufaktur, pemanfaatan AI terlihat dari otomatisasi yang diadopsi banyak perusahaan.

PT Astra Honda Motor, misalnya, sudah lama menggunakan Arc Welding Robot. Alat ini untuk memproses pengelasan dengan ketentuan koordinat posisi robot, nilai parameter arus, tegangan, kecepatan yang diberikan. Arc Welding Robot menggunakan algoritma yang membuat pengelasan bisa dilakukan secara presisi dan cepat.

Di sektor energi, pemanfaatan AI dan IoT mulai diterapkan secara luas, bahkan di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Memang, kebanyakan PLTN di dunia masih menggunakan teknologi analog, karena usia pembangkit yang tua. Namun beberapa PLTN generasi empat, sudah memakai teknologi digital, termasuk PLTN berbasis thorium.

Chief Operating Officer PT Thorcon Power Indonesia Bob Effendi mengatakan, penggunaan IoT dalam ketenagalistrikan, termasuk PLTN, utamanya berwujud supervisory control and data acquisition (SCADA).

Sistem elemen perangkat lunak dan keras memungkinkan organisasi industri dalam pengontrolan proses, pemantauan, pengumpulan, dan pemrosesan data. Selain itu, sistem ini memampukan operator untuk berinteraksi langsung dengan perangkat seperti sensor, katup, pompa, motor, dan lainnya melalui perangkat lunak atau human-machine interface (HMI).

Sistem SCADA sangat penting bagi organisasi industri karena membantu menjaga efisiensi, memproses data untuk keputusan yang lebih baik, dan mengomunikasikan masalah sistem untuk membantu mengurangi waktu henti. “Sementara penggunaan AI di sektor ketenagalistrikan lebih ke arah grid control, apalagi di era smartgrid seperti saat ini,” kata Bob Effendi.

Kehadiran IoT bahkan sudah merambah ke dunia perikanan. Ini terwujud dari produk atau alat yang dikenalkan perusahaan rintisan bidang perikanan, eFishery. Startup ini memperkenalkan perangkat keras pemberi pakan ikan otomatis berbasis IoT atau smart feeder.

Co-founder sekaligus CEO eFishery Gibran Huzaifah menjelaskan, alat ini memudahkan pembudi daya memberi pakan ikan secara otomatis. Pemantauan bisa melalui ponsel, serta memanfaatkan komputansi awan (cloud).

AI dan IoT memang menjadi dua teknologi yang berpotensi digunakan secara luas di masa mendatang. Laporan World Economic Forum bertajuk 'The Future of Jobs Report 2020' menyebutkan, sebanyak 9 % perusahaan pada 2025 sudah memanfaatkan teknologi IoT. Sementara, AI berpotensi dimanfaatkan 8 % perusahaan pada 2025.

Beberapa teknologi yang dijabarkan pada laporan World Economic Forum ini, sebenarnya perwujudan dari teknologi AI dan IoT, namun lebih maju. Keamanan siber, komputansi awan atau cloud, dan blockchain misalnya, termasuk dalam pemanfaatan AI dan IoT yang maju, lebih dari sekadar menghubungkan antar perangkat saja.

Kemajuan kecerdasan buatan dan IoT ini selaras juga dengan laju penyebaran perangkan digital dalam mengakses internet. Laporan bertajuk e-Conomy SEA 2021 yang dikeluarkan Google, Temasek dan Bain & Company menunjukkan, semua sektor yang terkait dengan internet di Indonesia tumbuh dua digit.

Gross merchandise value ekonomi internet Indonesia diperkirakan US$ 70 miliar, meningkat 49 % dibandingkan 2020. Pada 2025, nilainya diramal mencapai US$ 146 miliar. Dari seluruh sektor yang dipantau, e-commerce mencatatkan GMV tertinggi, yakni US$ 53 miliar, atau naik 52 % dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI) memproyeksikan market value IoT Indonesia bakal mencapai US$ 40 miliar pada 2025. Ini berasal dari 678 juta perangkat IoT di Indonesia.

Lebih Banyak Digunakan Startup dan Sektor Finansial

Meski beberapa sektor ekonomi di Indonesia sudah memanfaatkan AI dan IoT, namun pemanfaatan teknologi ini masih didominasi oleh pelaku industri di sektor keuangan, e-commerce dan non-industrial seperti perbankan, jasa, dan pelayanan publik.

Menurut Vice President Internet of Things PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Alfian Manullang, untuk industri manufaktur, AI masih menjadi suatu teknologi yang diharapkan bisa memberikan nilai tambah bagi bisnis. Masih terdapat gap yang cukup besar terkait pemahaman dan kompetensi untuk mengimplementasikan AI bagi kebutuhan proses bisnis di industri tersebut.

“Sedangkan untuk IOT, saat ini sudah mulai pesat perkembangannya, bahkan sudah mulai masif diimplementasikan mulai dari industri skala besar, menengah hingga industri kecil,” kata Alvian.

Pendapat senada diungkapkan Chairman Asosiasi Big Data dan AI (ABDI) Rudi Rusdiah. Menurutnya, saat ini sektor finansial dan e-commerce yang paling banyak memanfaatkan teknologi AI dan IoT.

Peran AI dalam sektor finansial, perbankan maupun non-bank, saat ini lebih banyak digunakan untuk credit rating serta untuk mewujudkan digital bank. Sementara untuk e-commerce, pemanfaatan AI untuk mnganalisis tren.

Contoh penggunaan dua teknologi ini dalam dunia finansial yaitu penerapan AI dan big data dalam sistem kerja Amar Bank. Dalam webinar Indonesia Data and Economic Conference 2022 (IDE Katadata) 6 April lalu, President Director Amar Bank Vishal Tulsian mengatakan perusahannya gencar mengadopsi sejumlah teknologi. Berdasarkan urutan alfabet, Amar Bank mengadopsi A untuk AI, B untuk big data, dan C untuk cloud.

Ia menjelaskan, teknologi AI dimanfaatkan sebagai alat deteksi penipuan (fraud) dan mengawasi risiko keamanan siber. Sementara big data bermanfaat untuk personalisasi nasabah. Lalu cloud digunakan untuk menghemat biaya penyimpanan data.

Selain itu, AI sudah dimanfaatkan di bisnis layanan on-demand milik GoTo, yakni GoJek. Perusahaan ini mengandalkan mesin pembelajar (machine learning) dan AI untuk memitigasi order fiktif. Kedua teknologi ini juga dipakai untuk mendeteksi kecurangan menggunakan aplikasi ilegal.

SVP Corporate Affairs GoJek Rubi Purnomo menjelaskan, melalui dua teknologi ini, mitra pengemudi bisa mengklik tombol lapor sebelum menerima pesanan jika dianggap mencurigakan. Mesin pembelajar pun akan menganalisis order berdasarkan kebiasaan pelanggan menggunakan aplikasi GoJek sebelumnya.

Hasil analisisnya dapat menjadi pertimbangan mitra pengemudi untuk mengambil pesanan atau tidak. Apabila diambil dan terbukti order fiktif, perusahaan akan memblokir akun konsumen. Selain itu, Gojek akan mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan oleh mitra jika terbukti order fiktif.

Bentuk lain yang pemanfaatan teknologi AI dan IoT yakni dalam perangkat penunjang pekerjaan dan rumah tangga, seperti smart building dan smart home. Ketua Umum ASIOTI Teguh Prasetya menyebutkan, dua teknologi ini sudah dimanfaatkan untuk leisure dan perangkat-perangkat kantor.

Sejatinya, keberadaan teknologi ini berpotensi untuk digunakan secara luas di seluruh sektor ekonomi. Menurut Alvian, pemanfaatan terbesar AI dan IoT untuk menyiapkan layer bawah dalam menghubungkan peralatan, perlengkapan, aset dan sistem.

Sehingga, perusahaan bisa menyiapkan dan memvisualisasikan data secara real time. Selain itu, dapat mengumpulkan data ke data platform, yang selajutnya diolah unutuk memberikan insight, rekomendasi, dan pengambilan berbagai keputusan.

Secara luas, AI dan IoT bisa digunakan untuk mengoptimalkan performa produksi, keamanan kerja, inspeksi kualitas produk, pengelolaan inventori, energy management, dan aset yang ada di perusahaan. “Termasuk penggunaan AI untuk pengolahan big data dari vertical integration dan horizontal integration, permintaan pasar, perilaku konsumen dan lain sebagainya,” ujarnya.

Secara umum, IoT berperan sebagai data collection dari setiap aset, baik perangkat, mesin, sensor, dan dikirim ke suatu platform, baik yang berbasis cloud atau on-premise location. Di sini, AI berperan untuk mengolah data sehingga mendapatkan insight and foresight berupa prediksi dan analisis perspektif. AI juga berkembang dengan proses yang ada di cloud dan AI EDGE.

Berkembang Pesat Berkat Pandemi

Meski penggunaan AI dan IoT telah terlihat selama satu dekade terakhir, perkembangannya di Indonesia menjadi pesat saat pandemi Covid-19. Percepatan pemanfaatan AI dan IoT ini, di luar penggunaan teknologi di sektor manufaktur beberapa yang tetap berjalan berkat otomatisasi, meski di tengah pandemi Covid-19 sekalipun.

Teguh Prasetya menyebutkan, secara umum percepatan pemanfaatan IoT sepanjang pandemi Covid-19 terlihat dari keberadaan alat-alat pengecek temperatur di beberapa pusat perbelanjaan, gedung-gedung pelayanan publik, dan pemerintah. Kemudian, kehadiran aplikasi absensi untuk memudahkan pemantauan kerja, serta penggunaan cloud untuk memudahkan koordinasi pekerjaan.

Selain itu, perwujudan IoT di era pandemi Covid-19 adalah kemunculan PeduliLindungi. Aplikasi ini termasuk bentuk pemanfaatan IoT yang maju karena sudah menghubungkan sekian juta perangkat serta menghubungkan ribuan fasilitas kesehatan. Keberadaannya sangat membantu pemerintah menangani Covid-19.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkapkan, sepanjang 2021-2022, PeduliLindungi telah mencegah 3.733.067 orang dengan status merah atau belum vaksinasi lengkap memasuki ruang publik. Aplikasi tersebut juga mendeteksi 538.659 orang yang terinfeksi Covid-19 atau dengan status hitam ketika melakukan perjalanan atau mengakses ruang publik tertutup.

Keandalan PeduliLindungi bahkan mendapat pengakuan dari Uni Eropa, yang mengesahkan pemakaian aplikasi ini di wilayah tersebut mulai 11 Mei. Commisioner for Justice Uni Eropa Didier Reynders mengatakan, Indonesia melalui PeduliLindungi telah tergabung dalam sistem Sertifikat Digital Covid-19 Uni Eropa yang terhubung dengan 27 negara.

Pasca-pandemi, keberadaan PeduliLindungi bisa ditingkatkan menjadi superapp bidang kesehatan. Ketua Satuan Tugas Sistem Informasi Satu Data untuk Covid-19 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Joddy Hernady mengatakan, PeduliLindungi dapat mengintegrasikan beberapa ekosistem dan layanan kesehatan, terutama telemedicine.

Bicara soal telemedicine, Teguh menyebutkan, layanan ini juga merupakan perwujudan IoT yang berkembang pesat sejak pandemi Covid-19. Inovasi layanan kesehatan berbasis internet ini membantu pasien, karena tidak harus datang ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan untuk berkonsultasi.

Minat menggunakan telemedicine ini, sedikit banyak tercermin dari hasil survei yang dilakukan Katadata Insight Center. Survei yang dilakukan pada 28 Februari-7 Maret ini menunjukkan, jumlah pengguna baru telemedik meningkat 44,1 %. Dari 2.108 responden yang disurvei, 1.416 orang menggunakan layanan telemedik seperti Halodoc, Alodokter, dan Good Doctor.

Co-Founder sekaligus Chief Brand Officer (CBO) Halodoc Doddy Lukito menjelaskan, perusahaan akan memanfaatkan AI untuk menyempurnakan cara dokter menerima masukan. Ketika mitra dokter membuka platform, mereka akan mendapatkan informasi kinerja yang didasarkan pada waktu respons dan metrik indeks kualitas. Informasi ini sebelumnya telah dianalisis oleh AI.

Semakin luasnya pemanfaatan AI dan IoT ini ditunjang juga oleh perkembangan infrastruktur, serta pengembangan yang disediakan oleh beberapa perusahaan teknologi, seperti cloud hyperscale yang dikembangkan oleh AWS, GCP, dan Microsoft. Kemudian, pengembangan chipset oleh Intel, Qualcomm, dan Nvidia. Lalu, global system integrator yang dikembangkan oleh Accenture dan IBM.

Masih Perlu Peningkatan Mutu Ketenagakerjaan dan Riset untuk Menjawab Potensi AI-IoT

Potensi kecerdasan artifisial dan IoT makin berkembang pesat. Sejumlah lembaga memproyeksikan pendapatan jasa pelayanan berbasis IoT atau e-services mencapai US$ 2,46 miliar pada 2022. Volume pasar ini diprediksi meningkat menjadi US$ 3,87 miliar pada 2026.

Untuk mencapai proyeksi ini, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dari sisi tenaga kerja, infrastruktur, hingga riset serta kolaborasi antara industri dan lembaga riset. Laporan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi berjudul “Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045” menyebutkan, masyarakat Indonesia belum teredukasi dengan baik oleh pengetahuan dan pembelajaran kecerdasan artifisial.

Selain itu, kemampuan lulusan sarjana matematika, sains, teknik, dan ilmu komputer masih minim untuk siap menggarap pekerjaan di bidang AI. Lalu, jumlah tenaga ahli, dosen, dan profesor Indonesia di bidang AI masih sedikit.

Menyikapi hal ini, pemerintah menyiapkan peta jalan untuk meningkatkan ketenagakerjaan, mencakup pengembangan sumber daya manusia untuk data science dan knowledge base system. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika Hary Budiarto dalam "From Data Science to AI" menjabarkan, pemerintah memiliki strategi pengembangan talenta kecerdasan artifisial Indonesia atau SKKNI.

SKKNI bidang data science telah disusun dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 299 Tahun 2020. Kepmenaker ini menyusun 21 kompetensi untuk bidang data science. Sementara di bidang knowledge base system disusun melalui Kepmenaker Nomor 123 Tahun 2021 yang berisi 17 unit kompetensi.

Kementerian Komunikasi juga telah menyusun peta okupansi nasional untuk bidang data management system bagi profesi data analyst. Di bidang AI, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Pusat Pengembangan Profesi dan Sertifikasi Nomor 602 Tahun 2021, telah ditetapkan empat okupansi yang akan dikembangkan menjadi skema sertifikasi.

Empat okupansi tersebut antara lain data engineerassociate data engineerdata scientist, dan associate data science. Untuk memastikan keahlian SDM di bidang AI, ke depan ada pengujian untuk kompetensi.

Untuk IoT, ASIOTI bekerja sama dengan pemerintah untuk menyusun standar kompetensinya, mulai dari level pengawas atau supervisor hingga untuk bidang keamanan IoT.

Chairman ABDI Rudi Rusdiah menyebutkan, pelatihan dan uji kompetensi di bidang AI memang diperlukan. Sebab, ada banyak profesi yang terpengaruh dengan pesat perkembangan AI dan IoT ini. “Disrupsi teknologi di era 4.0 sama halnya ketika kehadiran mesin ATM mengurangi tugas teller bank. Hanya saja, kali ini percepatannya jauh lebih tinggi. Ini yang harus diwaspadai,” kata Rudi.

Pelatihan serta uji kompetensi ini akan mengikis efek yang mungkin timbul dari disrupsi teknologi. Studi McKenzie pernah menyebutkan, otomatisasi di Indonesia bakal berimbas pada 20 juta orang kehilangan pekerjaan. Namun pada saat bersamaan akan ada 30 juta lebih lapangan pekerjaan baru, terutama untuk bidang yang belum pernah ada.

Untuk infrastruktur, Ketua Umum ASIOTI Teguh Presetya mengatakan, Indonesia tidak mengalami masalah. Sebab, pemerintah gencar membangun infrastruktur teknologi di daerah.

“Tahun lalu saja, pemenang “2021 IoT Creation” yang diadakan ASIOTI dimenangkan peserta dari Lombok. Ini sedikit banyak menunjukkan digitalisasi dan penguasaan IoT sudah menjangkau daerah di luar Pulau Jawa, tidak seperti yang dibayangkan banyak orang,” kata Teguh.

Daya saing digital antarprovinsi pun semakin merata berkat pembangunan infrastruktur yang masif dan digitalisasi UMKM. Laporan “East Ventures Digital Competitiveness Index 2022” menunjukkan, skor median indeks meningkat dari 32,1 pada 2021 menjadi 35,2 tahun ini. Spread skor EV-DCI antar-provinsi selama tiga tahun berturut-turut pun semakin mengecil, dari 55,6 menjadi 48,3.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami