• Anak-anak Citayam yang mengokupansi Dukuh Atas kini banyak menjadi talenta untuk media sosial, meskipun kebanyakan justru tidak aktif di akunnya sendiri.
  • Pakar branding memprediksi bisnis konten dan talent media sosial yang punya pengikut sedikit akan berkembang pesat.
  • Sejumlah content creator sudah mulai mengontrak para bintang baru yang muncul seiring naiknya pamor Citayam Fashion Week. 

Sejak skena Citayam Fashion Week mulai dikenal publik, Alif Hanzaullah mengalami perubahan besar dalam hidupnya. Bang Betz, begitu nama bekennya, rutin menyambangi kawasan Dukuh Atas sejak beberapa bulan terakhir.

Remaja 15 tahun ini biasanya menghabiskan waktu untuk nongkrong atau sekadar adu kreativitas fesyen. Tidak jarang ia sampai menginap dan tidur di jalanan jika malas pulang ke rumah di Citayam.

Kini, kawasan Dukuh Atas sudah menjadi lapangan pekerjaan Bang Betz. Seiring dengan naiknya pamor CFW, Bang Betz punya profesi baru. Ia kini menjadi talenta konten di media sosial. Saban siang, ia keluar dari Stasiun Sudirman dengan dandanan nyentrik.

Bang Betz sering terlihat mengenakan sarung tangan hitam, tak peduli matahari yang menyengat panas di ibukota. Terkadang ia menutup kepalanya dengan bandana hitam bercorak. “Sekarang sengaja datang dari siang biar dapet kesempatan menjadi talent konten,” kata Bang Betz.

Setiap hari ada saja pembuat konten yang memintanya jadi talent. Bang Betz tidak pernah mematok harga khusus. Namun, biasanya, ia mengantongi Rp 50.000 untuk sesi wawancara atau Rp 300.000 untuk endorsement. Produk yang ia promosikan beragam. Mulai dari pakaian hingga skin care

Dalam sebulan, ia bisa memperoleh Rp 4 juta. Angka yang lumayan jika dibandingkan dengan upah minimum regional (UMR) Jakarta di kisaran Rp 4,6 juta. 

Bang Betz cuma lulusan SMP. Nongkrong di Dukuh Atas kini jadi jalan satu-satunya untuk memperoleh uang. Ia mengaku sebagian penghasilannya diberikan kepada orang tua. “Banyakan buat jajan sih. Jajan boba atau nongki-nongki,” katanya.

Kendati sosoknya kerap berseliweran di berbagai konten TikTok, Bang Betz tidak aktif mengelola akun media sosial sendiri. Penelusuran Katadata menunjukkan kebanyakan anak-anak Dukuh Atas ini memang tidak memaksimalkan potensi di akun pribadi. 

Sebaliknya, ada juga anak-anak yang kini aktif mengembangkan akun profilnya sendiri. Jeje yang juga menjadi tenar berkat skena Citayam kini bahkan sudah menjadi influencer. Akun instagramnya @911jelicascalling diikuti oleh 290.000 pengikut.

Nama-nama lain seperti Roy, Bonge, atau Kurma juga punya nasib serupa. Mereka kini semakin terkenal dan banyak menerima pesanan endorsement produk tertentu.

Infografik_Demam citayam fashion week
Infografik_Demam citayam fashion week (Katadata/ Nurfathi) 

Potensi Bisnis Konten

Menjadi talent media sosial atau content creator memang seperti mendapatkan durian jatuh bagi banyak anak-anak muda yang suka nongkrong di Citayam. Siapa sangka aktivitas yang sebelumnya dicibir banyak orang kini justru bisa menjadi sumber penghasilan. 

Pertanyaannya, apakah tren semacam ini akan berkelanjutan?

Farid Fatahillah, Associate Consultant Inventure, mengatakan anak-anak nongkrong Dukuh Atas merupakan Generasi Z yang lahir pada periode 1997-2012. Generasi ini terpapar literasi digital yang tinggi, akibat meledaknya perkembangan internet. Akibatnya, Gen Z memiliki berbagai referensi konten dari influencer di media sosial.

“Bahkan berbisnis tidak terlalu menarik bagi mereka. Bisnis masih OK, tapi self-employed menjadi content creator,” kata Farid kepada Katadata.

Kendati bisnis konten baru muncul dalam berapa tahun belakangan, Farid optimistis akan bertahan lama bahkan mengalahkan media konvensional. Apalagi ia melihat saat ini Gen Z lebih menyukai pemasaran oleh micro influencer yang memiliki jumlah follower antara 10.000 hingga 100.000 akun. 

Micro influencer ini dapat memasarkan produk secara lebih realistis dan otentik. Micro influencer biasanya mengunggah konten ulasan produk atas pengalaman pribadi sehingga bisa lebih memunculkan kepercayaan.

Dengan jumlah follower yang lebih sedikit, micro influencer bisa berinteraksi dengan lebih leluasa dibandingkan mega influencer. Oleh sebab itu, brand menilai mega influencer dan micro influencer memiliki peranan berbeda dalam memasarkan suatu produk.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement