- Suku bunga acuan Bank Indonesia telah naik 2,25% sejak tahun lalu.
- Rata-rata bunga kredit justru turun 1 bps sepanjang tahun lalu menjadi 9,15%.
- Survei menunjukkan permintaan kredit baru meningkat, termasuk pada kelompok UMKM.
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia membuat sebagian nasabah perbankan mulai waswas dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar cicilan utang. BI mulai meninggalkan era bunga rendah sejak Agustus 2022, bertahap menaikkan bunga hingga mencapai 2,25% menjadi 5,75%.
Lantas bagaimana dengan bunga perbankan?
Suku bunga BI yang meningkat kerap direspons oleh perbankan dengan menaikkan bunga kredit sehingga mempengaruhi permintaan, termasuk ada kredit UMKM. Hal ini juga yang terjadi di era bunga tinggi pada 2013.
BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 1,75% pada pertengahan 2013 dan mempertahankannya selama dua tahun berturut-turut. Kenaikan tersebut direspons dengan kenaikan bunga kredit dari 12,2% pada September 2013 menjadi 12,96% pada Desember 2014.
Kenaikan suku bunga BI yang direspons dengan suku bunga perbankan turut mempengaruhi pertumbuhan kredit UMKM sebagaimana tergambar dalam grafik di bawah ini.
Dalam grafik tersebut tergambar bahwa kredit UMKM kembali meningkat saat BI kembali melonggarkan kebijakannya dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 2,75% pada 2016.
Apakah kondisi tersebut berulang pada tahun ini?
Meski BI sudah menaikkan bunga hingga 2,25%, bunga kredit perbankan masih relatif landai. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit hanya naik 1% pada sepanjang tahun lalu menjadi 9,15%.
Data juga menunjukkan, belum semua bank menaikkan bunga kredit secara signifikan, terutama di segmen UMKM berdasarkan data suku bunga dasar kredit (SBDK).
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) misalnya masih mematok rata-rata bunga kredit mikro sebesar 14% atau sama seperti posisi di akhir 2021 saat BI belum menaikkan bunga acuan. PT Bank Mandiri Tbk juga baru menaikkan bunga kredit mikro 5 bps dari 11,25% menjadi 11,3%.
Beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD) bahkan menurunkan bunga kredit di segmen mikro saat BI menaikkan suku bunga acuan. Berdasarkan data OJK hingga Oktober 2022, suku bunga kredit mikro BPD Daerah Istimewa Yogyakarta turun dari 5,61% pada Desember 2021 menjadi 5,3%, BPD Jateng turun 14,1% menjadi 8,5%, dan BPD Jambi turun dari 8,87% menjadi 5,31%.
Sebaliknya, beberapa BPD mulai menaikkan bunga kredit mikro. Bank Jabar Banten naik dari 11,88% menjadi 12,17% dan Bank Jatim menaikkan bunga dari 11,46% menjadi 12,46%.
Kenaikan bunga kredit mikro yang signifikan baru terlihat di PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dari 15,87% pada Desember 2021 menjadi 17,49% pada Desember 2022.
Pengamat perbankan Universitas Bina Nusantara (Binus) Doddy Ariefianto melihat kemungkinan bunga kredit bank akan mulai naik sekitar Maret mendatang. Namun, perbankan biasanya tidak menaikkan bunga pinjaman setinggi kenaikan bunga BI, kemungkinan hanya 70%.
Kenaikan bunga pinjaman bank memang biasanya menyusul beberapa bulan setelah kenaikan bunga acuan bank sentral. BI sebelumnya memperkirakan transmisi kenaikan bunga BI ke bunga kredit kemungkinan berlangsung dua kuartal atau enam bulan.
Doddy melihat permintaan pinjaman bank dari UMKM sebetulnya tidak terlalu sensitif oleh kenaikan bunga. Namun, kenaikan bunga saat ini terjadi saat siklus bisnis mereka terancam melemah seiring lesunya perekonomian, sehingga bisa mengurangi minat pelaku usaha mengajukan kredit baru ke bank.
"Kalau pertumbuhan ekonomi melambat, UMKM kita kita kan banyak di konsumer dan bagian dari rantai pasok, saya pikir bisa lumayan juga. Kemungkinan permintaan kreditnya terkoreksi 20% dari tahun lalu, pertumbuhannya akan turun ke satu digit," kata Doddy, Selasa (17/1).
Meski demikian, survei Bank Indonesia menunjukkan permintaan kredit baru perbankan untuk dunia usaha bulan ini diperkirakan masih meningkat. Hal ini tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) untuk perkiraan rencana sumber pembiayaan korporasi yang bersumber dari bank tiga bulan ke depan pada November sebesar 17,2%, naik dari bulan sebelumnya 14,5%.
Tak Goyah Meski Bunga Naik
Bunga makin tinggi bukan berarti pembiayaan dari perbankan akan menyusut. Bank Indonesia memperkirakan kredit akan tumbuh semakin tinggi pada tahun ini, antara 10%-12%.
BI meyakini target tersebut sembari meyakinkan perbankan agar tak menaikkan suku bunga kredit. Ini dilakukan dengan memastikan likuiditas perbankan tetap longgar.
"BI memang menaikkan suku bunga karena inflasinya tinggi. Tapi saya jamin bunga bank Anda tidak akan naik, caranya? Grojogin saja likuiditas. Agak aneh tidak ada teorinya, tapi ya memang di dunia nyata tidak harus pakai teori, harus ada inovasi," kata Perry dalam seminar Infobank, Rabu (25/1).
Perry menyebut, likuditas perbankan saat ini masih longgar. Hal ini tercermin dari alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) yang masih tinggi sebesar 31,2%. Ini mengindikasikan bahwa ketersediaan dana bagi perbankan untuk penyaluran kredit atau pembiayaan bagi dunia usaha masih banyak. Dengan demikian, bank seharusnya tidak menaikkan suku bunga kredit.
Dukungan terutama diberikan BI untuk memastikan pelaku usaha, terutama UMKM tak kesulitan dengan kenaikan bunga kredit.
Meski demikian, kenaikan bunga acuan BI mulai direspons oleh perbankan dengan menaikkan bunga deposito seperti tergambar dalam databoks di bawah ini. Kenaikan bunga deposito biasanya akan dilanjutkan bank dengan menaikkan bunga kredit.
Meski demikian, kredit UMKM sebenarnya berbeda dengan segmen kredit lainnya. Pemerintah memiliki program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bunganya disubsidi untuk memastikan pelaku usaha kecil tetap mendapatkan bunga murah.
Pemerintah saat ini menetapkan bunga KUR sebesar 3% untuk pinjaman supermikro di bawah Rp 10 juta dan 6% untuk pinjaman kecil Rp 10 juta hingga Rp 500 juta. Bunga tersebut turun dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 sebesar 7%. Namun, pinjaman KUR memiliki plafon yang ditetapkan, yakni Rp 450 triliun pada 2023 dan terbatas penyalurannya oleh bank-bank yang telah ditunjuk.
Gatot adalah salah satu dari pelaku UKM yang tak terlalu terpengaruh kenaikan bunga. Pria yang sehari-harinya berjualan aneka kerupuk hingga sambal siap saji di Pasar Modern Bintaro, Tangerang Selatan tetap mengandalkan bank sebagai penyokong untuk mengembangkan usahanya. Selama 10 tahun merintis usahanya, ia telah beberapa meminjam di bank.
Pinjaman terakhir yang ditarik Gatot menggunakan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ia mendapatkan kreditdengan plafon Rp 50 juta dan bunga 3%. Bunga tersebut diperoleh karena pemerintah sempat memberikan subsidi bunga untuk pinjaman kecil yang berakhir tahun lalu.
Pengalaman Gatot yang telah berulang kali memperoleh dukungan pembiayaan dari bank menjadi alasannya tetap mengandalkan pinjaman dari bank untuk menyokong usahanya ke depan. Ia tetap akan mengandalkan bank meski nantinya mungkin tak mendapat pinjaman KUR dan memperoleh bunga lebih tinggi.
"Kalau saya lebih baik pinjam ke bank yang resmi meski bunganya makin tinggi. Ada kepastian dan rasa tanggung jawab untuk bayar, " ujarnya ditemui beberapa waktu lalu.
Senada, Masturoh juga menyebut bunga tinggi tak menyurutkan niatnya menarik pinjaman dari bank. Perempuan yang sehari-harinya menjalankan bisnis produksi variasi mobil di Tegal itu sudah bertahun-tahun mendapat pinjaman usaha dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusumma di Tega.
Sekitar enam bulan lalu, ia juga baru saja menarik pinjaman baru Rp 500 juta untuk membeli mesin-mesin produksi. Ia mendapatkan bunga sebesar 1,6% per bulan atau 19,2% per tahun dari BPR tersebut.
Dengan plafon pinjaman yang relatif besar, kenaikan bunga saat ini tentu akan cukup mempengaruhi keuangan usahanya. Meski demikian, menurut dia, kenaikan suku bunga bukan penghambat untuk mengajukan pinjaman baru.
“Tergantung kondisi usahanya, kalau memang bisnisnya jalan dan menjanjikan, saya berani mengambil biarpun ada kenaikan bunga pinjaman. Kalau posisinya bunga murah tapi tidak ada pesanan, ya tentu tidak ambil kredit,” kata Masturoh.
Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto memastikan pihaknya tidak melakukan perubahan bunga kredit untuk segmen UMKM sekalipun bunga pinjaman pendek sudah mulai bergerak. Adapun suku bunga dasar kredit (SBDK) BRI saat ini untuk segmen usaha mikro 14%, kredit ritel 8,25% dan korporasi 8%.
Ia juga memperkirakan penyaluran kredit secara keseluruhan tetap tumbuh meski suku bunga naik. BRI menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini antara 9-11%, dengan proporsi kredit UMKM akan terus didorong hingga 85% pada tahun depan.
"BRI memproyeksikan perubahan suku bunga tidak akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan kredit, mengingat suku bunga kredit bukan satu-satunya variabel untuk meningkatkan pertumbuhan kredit nasional," kata Aestika, Senin (16/1).
Menurutnya, faktor terpenting penentu pertumbuhan kredit yakni konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat. Dalam beberapa perkiraan, termasuk dari beberapa lembaga internasional, konsumsi rumah tangga Indonesia tahun ini masih akan cukup kuat dna menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha juga masih terus mengkaji potensi penyesuaian bunga usai kenaikan BI rate. Meski demikian, ia masih optimistis penyaluran pinjaman Bank Mandiri ke segmen UMKM masih akan terus tumbuh ke depannya siring digitalisasi yang makin masif.
“Bank Mandiri juga semakin giat melakukan perbaikan proses bisnis internal untuk menggarap peluang, diantaranya melalui kerja sama sinergis dengan fintech atau e-commerce agar dapat menyalurkan sekaligus memitigasi risiko penyaluran kredit UMKM secara digital,” ujarnya, Rabu (18/1).