- Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan kondisi dana pensiun BUMN telah menunjukkan lampu kuning.
- Kejagung menemukan indikasi pelanggaran hukum dalam pengelolaan investasi dana pensiun Pelindo II.
- Alokasi dana pensiun dalam saham merupakan hal lumrah tapi banyak celah.
Dana pensiun di sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) sedang harap-harap cemas. Mereka sedang mengalami defisit karena kesalahan investasi dan dugaan korupsi. Pemerintah ingin melakukan bersih-bersih sebelum bom waktu ini meledak.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan dana pensiun perusahaan pelat merah mencatat ketidakcukupan dana hingga Rp 9,8 triliun pada 2021. Defisit ini muncul akibat 65% dana pensiun tersebut memiliki masalah.
Erick telah mengumpulkan 41 direksi dari dana pensiun BUMN pada Januari 2023. Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) itu memberi peringatan. Pengelolaan dana pensiun tidak lagi boleh seperti dulu yang cenderung tidak transparan, akuntabel, dan sering bocor.
“Rekam jejaknya sudah ada. Ada aset yang hilang, investasi yang dimainkan, atau dana yang dikorupsi,” kata pendiri konglomerat Grup Mahaka itu dalam siaran pers pada 12 Januari 2023. “Sekarang saya bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk menyusun daftar hitam. Siapa saja direksi yang korup akan masuk daftar ini.”
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat 71 dana pensiun yang terafiliasi dengan BUMN hingga Februari 2023. Secara keseluruhan, nilai aset yang dikelola oleh dana pensiun perusahaan pelat merah mencapai Rp 126 triliun. Ini setara dengan kira-kira 37% dari total aset bersih dana pensiun di Indonesia pada Desember 2022.
Erick mengatakan pada Februari 2023, kondisi dana pensiun BUMN telah menunjukkan lampu kuning. Ini tandanya sudah memasuki status hati-hati. Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki 12 dugaan kasus korupsi di lingkungan BUMN.
Termasuk dalam penyelidikan itu adalah dana pensiun perusahaan pengelola pelabuhan pelat merah PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Sebelumnya, dua perusahaan asuransi BUMN terlibat dalam kasus korupsi, yaitu PT Jiwasraya dan PT Asabri.
Puncak Gunung Es, Dugaan Korupsi Dana Pensiun Pelindo
Kejagung telah meningkatkan status dugaan korupsi di Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) antara 2013 dan 2019 ke penyidikan dari penyelidikan pada 13 Maret lalu. Dalam laporannya, dana pensiun ini memiliki 13.307 peserta hingga April 2022.
Mayoritas pesertanya pasif alias sudah tidak membayar iuran dan belum mengklaim manfaat. Sebagian besar dari mereka adalah bagian dari Pelindo II, yang mengawasi pelabuhan di Wilayah II seperti Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta Utara, DKI Jakarta.
Kejagung menemukan indikasi pelanggaran hukum dalam pengelolaan investasi DP4. Dana pensiun ini telah melakukan investasi dalam tanah, saham, reksadana, dan penyertaan modal ke PT Indoport Utama dan PT Indoport Prima.
Investasi terebut sebetulnya sejalan dengan peraturan OJK tentang Investasi Dana Pensiun. Namun, praktiknya memakai makelar dan markup harga pembelian tanah di Salatiga (Jawa Tengah), Palembang (Sumatera Selatan), Tangerang (Banten), dan Depok (Jawa barat). Modus ini bemuara ke kelibahan dana yang diterima tim pengadaan.
Pelanggaran lainnya adalah tidak melakukan analisis teknis dan fundamental dalam pembelian saham dan reksadana. Kejagung berpendapat penyertaan modal ke Indoport Utama dan Indoport Prima tidak memenuhi prinsip kehati-hatian.
“Atas perbuatan tersebut, terdapat indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 148 miliar,” kata kepala pusat penerangan hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam siaran pers pada Senin lalu.
Kejagung telah memeriksa lebih dari 30 saksi terkait dugaan korupsi tersebut. Pada Rabu lalu, markas Korps Adhyaksa telah memeriksa pegawai Pelindo berinisial S dan kepala divisi distribusi kanal PT BNI Sekuritas berinisial JA.
Sebelumnya, Kejagung telah memeriksa mantan direktur keuangan DP4 berinisial AF. Lembaga ini juga telah memeriksa direktur investasi berinisial JS dan staf penjualan berinisial K dari manajer investasi PT Pratama Capital Assets Management.
Tim penyidik dari Kejagung juga telah melakukan penggeledahan di beberapa tempat, termasuk kantor DP4, Indoport, dan Pratama Capital Assets Management. Tim berhasil memperoleh dan menyita dokumen-dokumen penting terkait dugaan korupsi.
Selain DP4, Dana Pensiun Pertamina dan Dana Pensiun Bukit Asam (DPBA) juga memiliki investasi saham yang bermasalah. Dana Pensiun Pertamina, misalnya, menginvestasikan dananya dalam 1,99 miliar saham senilai Rp 99,86 miliar di perusahaan minyak dan gas PT Sugih Energy Tbk.
Namun, Bursa Efek Indonesia telah menangguhkan perdagangan saham perusahaan dengan kode saham SUGI tersebut sejak Juli 2019. Penyebabnya, Sugih Energy tidak memenuhi kewajiban, seperti menerbitkan laporan keuangan pada 2018 dan membayar dendanya.
Dana Pensiun Pertamina menempatkan hanya 6,6% dari total investasinya ke saham. Porsi ini lebih kecil dari 10,8% pada tahun sebelumnya. Sebagian besar investasinya mengalir ke surat berharga negara, tanah, bangunan, dan obligasi.
Menurut laporan tahunannya, Dana Pensiun Pertamina memiliki 42.865 peserta pada 2021. Ini menandai penurunan 3,3% dari tahun sebelumnya.
Manajemen Dana Pensiun BUMN
Menurut staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, masalah di sebagian besar dana pensiun BUMN timbul karena pengurusnya adalah pensiunan perusahaan pelat merah yang tidak memiliki keahlian investasi.
Kementeriannya akan melibatkan direksi di BUMN, seperti direktur keuangan dan sumber daya manusia, dalam pengelolaan dana pensiun tersebut dan pengambilan keputusan investasi.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan, profesional yang memiliki kualifikasi harus mengisi dewan pengurus dana pensiun perusahaan pelat merah. Dengan begitu pengelolaan investasinya menjadi lebih baik.
Toto menambahkan, OJK sebagai otoritas yang mengawasi dana pensiun perlu memperketat penegakkan hukum dan mendorong kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. “Mesti ada indikator peringatan dini di otoritas pengawas yang bisa mengantisipasi kegagalan pengelolaan dana pensiun, termasuk milik BUMN,” kata Toto.
Pengamat Industri Keuangan Non-Bank sekaligus mantan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Suheri mengatakan, alokasi dana pensiun dalam saham merupakan hal lumrah di negara manapun. Namun, permasalahan yang muncul terkait kinerja keuangan dana pensiun BUMN bisa karena dua hal. Yakni, kesalahan analisis pasar atau kongkalikong alias by design antara pengurus dan pemilik perusahaan terbuka tersebut.
Ketika memasukkan dana ke saham, menurut dia, harus melihat beberpa hal. Misalnya, profil resiko dan pesertanya, berapa usianya dan lain-lain. Baru setelah itu bisa ditentukan berapa ekspektasi resiko dan keuntungan yang diharapkan. "Dapen harus cari emiten yang secara bisnis prospektif, bisa memberikan gain ke investor," katanya.