• Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra optimistis perusahaan dapat memanfaatkan momentum lebaran 2023.
  • Pasca-restrukturisasi utang, Garuda merestorasi pesawat dan membuka kembali sejumlah rute lama, hingga menjajal rute baru.
  • Pembenahan keungana Garuda juga dapat melalui peningkatan pendapatan non-tiket.

Pasca-musim lebaran 2023, Garuda Indonesia bersiap-siap menangguk untung dari penjualan tiket pesawat. Mengutip program 1st Session Closing IDX Channel, Kamis (27/4), pada kondisi normal perseroan pelat merah itu biasanya mengantongi pendapatan sebesar US$ 150 juta. Namun, pada periode lebaran tahun ini, pendapatan bulanan GIAA dibidik dapat tumbuh 5%-10%.

Untuk mengantisipasi lebaran, Garuda Indonesia menyiapkan 53 unit pesawat dan 33 unit pesawat Citilink. Total ada 1,2 juta kursi tersedia selama periode libur lebaran 2023. Jumlah ini meningkat sekitar 45% dibandingkan periode libur lebaran tahun lalu.

Dengan mengandalkan momentum ini, Sang Burung Biru berpotensi mendapatkan tambahan pendapatan sekitar US$ 25 juta sampai US$ 30 juta atau setara Rp 366,65 miliar sampai Rp 447,15 miliar. Jumlah ini diyakini dapat mengerek pendapatan emiten berkode GIAA itu dibandingkan tahun sebelumnya.

Dalam wawancara eksklusif dengan Katadata.co.id, Kamis (6/4), Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra optimistis perusahaan dapat memanfaatkan momentum pergerakan masyarakat Indonesia secara baik kala lebaran. "Mungkin kami satu-satunya maskapai yang paling paham soal lebaran karena dari perusahaan berdiri sudah ada mudik," kata dia.

Irfan menjanjikan seluruh awak dan armada Garuda dalam kondisi prima untuk melayani penumpang selama lebaran. "Kami meminta teman-teman petugas tidak berlebaran dulu, gantian. Selain itu, seluruh jajaran direksi, vice president dan saya sendiri turun ke lapangan," ucapnya. Upaya memanfaatkan momentum ini merupakan salah satu strategi yang ditempuh untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam meraih laba pasca-restrukturisasi.

PKPU Garuda Indonesia
PKPU Garuda Indonesia (Katadata)
 

Pengelolaan Rute dan Konsistensi: Kunci Garuda Indonesia untuk Profit

Pasca-restrukturisasi utang, yang disebut-sebut sebagai restrukturasi terbesar sepanjang sejarah oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Garuda Indonesia bergegas merestorasi pesawat dan membuka kembali sejumlah rute lama, hingga menjajal rute baru.

Pada 20 Desember 2022, Garuda mendapatkan penyertaan modal negara senilai Rp 7,5 triliun. Menurut Irfan, sebanyak 65% dari PMN akan digunakan merestorasi pesawat Garuda Indonesia, sisanya akan digunakan untuk modal kerja.

Pengamat penerbangan Alvin Lie dalam keterangan kepada Katadata.co.id mengatakan restorasi pesawat dan pembukaan kembali rute secara selektif tak bisa dielakkan untuk membuat Garuda profitable. Pasalnya, saat penghematan terjadi, Garuda terpaksa menutup sejumlah rute karena keterbatasan armada.

Setelah restrukturisasi, beban yang ditanggung menjadi lebih ringan tetapi menimbulkan konsekuensi terhadap jumlah pesawat yang dioperasikan. "Semula ada 150 lebih menyusut ke 35, dan sekarang sudah naik lagi mencapai 50," kata Alvin, Kamis (27/4).

Untuk mengejar keuntungan, Garuda kembali mengembangkan rute yang sempat ditutup, salah satunya Surabaya-Singapura.  Ia mengatakan aksi yang dilakukan direksi Garuda saat ini sudah tepat. "Sangat selektif, tidak sembarang membuka karena hanya memilih rute yang menguntungkan saja. Selain itu, Garuda berani untuk tidak mengikuti arahan politis seperti presiden meminta harus terbang ke destinasi tertentu padahal merugikan untuk Garuda," ujarnya.

Senada dengan Alvin, pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan Garuda harus selektif dalam membuka rute-rute internasional lama. "Perlu dilihat lagi apakah rute yang dulu rugi sekarang sudah profitable dengan struktur beban Garuda saat ini," kata dia.

Gerry menyebut, kerugian Garuda di rute-rute internasional umumnya disebabkan oleh sewa pesawat berbadan lebar yang terlampau mahal. "Sekarang sudah di harga wajar," ucapnya.

Ia menekankan yang paling penting dari bisnis maskapai adalah cashflow dari segi operasional. Ia menganalisis, arus kas dari kegiatan operasional Garuda per bulannya sudah positif. "Artinya sudah menuju operational profitability. Kembali lagi, core health dari sebuah maskapai adalah cashflow from operations dan operating margin," kata dia.

Menurut Alvin, untuk mendukung upaya penyehatan kembali dengan membuka rute-rute yang menguntungkan itu, Garuda memerlukan dukungan armada yang mumpuni. "Untuk bertahan hidup dan berkembang, maskapai harus membesarkan pendapatannya, volume penumpang, dan kargo yang diangkut, ini mengandalkan rute dan jumlah pesawat," kata dia.

Ia mengatakan tanpa keduanya, Garuda tidak akan pernah mencapai economies of scale. "Ingat, industri transportasi udara ini labanya sangat tipis pada umumnya hanya 3%. Kalau laba 4% saja sudah sehat," kata dia.

Karena itu, langkah Garuda untuk melakukan restorasi pesawat sebagai bagian dari upaya menambah armada merupakan langkah tepat selanjutnya yang diambil maskapai. "Agar dapat mengoptimalkan rute yang sudah dibuka, meraih laba yang dibutuhkan untuk membiayai operasional dan membayar utang-utang," ujar Alvin.

Sementara itu, menurut Gerry, rencana bisnis Garuda yang disetujui ketika berhadapan dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mengharuskan armada operasional kembali ke sekitar 70 pesawat. "Untuk bisa kembali ke 70 pesawat yang operasional, butuh dana tambahan untuk reaktivasi armada, dan juga untuk mengejar kebutuhan maintenance armada," ucapnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement