• Badan Legislasi DPR menyepakati usulan kenaikan dana desa dari Rp 1 miliar menjadi Rp 2 miliar.
  • Sejak bergulir pada 2015, dana desa mengukir sejarah dalam kasus korupsi.
  • Keteguhan DPR untuk terus merevisi UU Desa di tengah tahun politik seperti bukan kebetulan belaka.

Di tengah inisiatif kenaikan anggarannya yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, satu lagi kasus korupsi dana desa terkuak. Tren kasus korupsi di tingkat desa terus meningkat pasca pengesahan Undang-undang Desa pada 2014.

Awal Juni lalu ratusan warga Desa Pangkalan, Kecamatan Bojong, Purwakarta, beramai-ramai datang ke kantor desa. Wajah-wajah penuh marah itu sepakat menyegel Kantor Desa Pangkalan. Mereka kadung geram sebab anggaran dana desa anggaran 2022 tak ada yang terealisasi.

Aksi tersebut turut membuat Kepala Desa Pangkalan Acep Djuhdiana Wiredja undur diri dari jabatan. Dugaan korupsi dana desa di Desa Pangkalan akhirnya bergulir ke Kepolisian Resor Purwakarta, Polda Jawa Barat.

Dana desa merupakan buah dari kebijakan Presiden Joko Widodo dalam melakukan pemerataan pembangunan. Skenario awal dana ini adalah mengganti program pemerintah yang dulunya disebut Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan alias PNPM.

Alokasi dana desa pertama kali digulirkan pada 2015 dengan jumlah anggaran sebesar Rp 20,76 triliun. Penyerapannya mencapai 82% sampai akhir tahun tersebut.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi kala itu, Eko Putro Sandjojo, menyebut hanya dalam satu tahun setelah digulirkan dana desa mewujudkan pembangunan massif di desa-desa.

Hingga akhir 2016, sebanyak 66.884 kilometer jalan desa berhasil terbangun, 511,9 km jembatan, 1.819 unit pasar desa, 14.034 unit sumur, 686 unit embung, 65.998 drainase, dan 12.596 unit irigasi. Hasil lainnya, yaitu 11.296 unit pendidikan anak usia dini (PAUD), 3.133 unit Polindes, 7.524 Posyandu, 38.184 unit penahan tanah, 1.373 unit tambatan perahu, 16.295 unit air bersih, dan 37.368 unit mandi cuci kakus (MCK).

Pada 3 Juni lalu, dalam proses penyusunan revisi UU Desa, Badan Legislasi DPR menyepakati usulan kenaikan dana desa sebesar 20% yang bersumber dari transfer daerah.. Sebelumnya, besaran dana desa hanya 8,3% dari dana transfer daerah.

Singkatnya, anggaran dana untuk tiap desa naik menjadi hampir Rp 2 miliar dari semula Rp 1 miliar. Mayoritas fraksi di Baleg DPR juga turut mendorong dua usulan lain terkait kewenangan desa, yakni perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun dan uang purnatugas kades. 

Rapat pengambilan keputusan RUU Desa
Rapat pengambilan keputusan RUU Desa (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.)

Sederet Korupsi Dana Desa

Dana desa bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa dan desa adat. Uang ini lalu yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah alias APBD.

Penyalurannya melalui mekanisme transfer ke APBD kabupaten/kota, selanjutnya ditransfer ke rekening kas desa dalam tiga tahap penyaluran. Tahap I dan II disalurkan pada setiap April dan Agustus masing-masing sebesar 40%, dan tahap III sebesar 20% pada November.

Kabupaten/kota mengalokasikan dana desa kepada setiap desa berdasar jumlah desa, dengan memperhatikan jumlah penduduk (30%), luas wilayah (20%), dan angka kemiskinan (50%). Dana ini dapat membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.

Alokasi dana desa terbesar pada 2015 ada di Provinsi Jawa Barat (Rp 1,06 miliar), Jawa Tengah (Rp 1,065 miliar), dan Jawa Timur (Rp 1,16 miliar). Papua juga termasuk daerah dengan alokasi dana desa besar, bahkan lebih tinggi dari ketiga wilayah tersebut, yakni Rp1,17 miliar.

Namun, di balik kesuksesan pembangunan di berbagai daerah tertinggal, dana desa juga mengukir sejarah dalam kasus korupsi. Bukan cuma di Purwakarta, sebelumnya korupsi dana desa juga pernah menyeret Kepala Desa Nanga Libas, Kecamatan Sokan, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat pada Maret lalu.

Kades berinisial KK itu menyalahgunakan wewenang dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa atau APBDes periode 2018 hingga 2019 mencapai Rp1,5 miliar. Di bulan yang sama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis Sukmawijaya dan Yogi Purnama Aji dengan pidana 3 tahun 4 bulan penjara.

Bapak dan anak itu menjabat sebagai kepala desa dan Kepala Urusan Keuangan Desa Sodong, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Banten. Mereka terbukti korupsi dana desa senilai Rp 418 juta.

Catatan Indonesia Corruption Watch menyebut sejak 2015 hingga 2022, negara mengalami kerugian Rp 433,8 miliar dari 592 kasus korupsi terkait dana desa. Catatan korupsi dana desa milik Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan lebih tinggi, yakni 601 kasus korupsi dengan 686 tersangka dari aparatur desa dalam periode tujuh tahun.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement