- Hingga Oktober 2023, luas area terbakar hampir menyentuh angka satu juta hektare.
- Kebakaran di lahan gambut, baik yang telah direstorasi maupun yang belum pernah terjamah restorasi, dan berfungsi lindung dan di wilayah moratorium izin masih terjadi.
- Papua Selatan mencatatkan kebakaran hebat pada 2023,
Sudah lebih dari dua pekan, Redi Herman, masyarakat Desa Henda, Kecamatan Jabiren Raya, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah berjaga-jaga di kebun karetnya agar tak hangus dilalap api yang semakin mengarah ke kebunnya. Ia mengerahkan anggota keluarga laki-laki untuk ikut membantu, dari anak hingga kemenakan. Meski begitu, seluas hampir 300 meter persegi lahannya tetap jadi korban perambatan api, ia hanya bisa menyelamatkan yang tersisa.
Ia ditemani juga oleh Masyarakat Peduli Api (MPA) yang dikomandoi oleh Wideni. Menurut Deni, dalam sejarahnya, Desa Henda yang sebagian besar merupakan lahan gambut, berulang kali diamuk si jago merah. "Tapi kalau dibandingkan dengan 2017 bahkan 2019, ini paling parah," kata dia kepada Katadata saat ditemui awal Oktober lalu.
Berdasarkan perkiraan pria yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Henda ini, sekitar 2.000 hektare wilayah Henda yang terbakar. Sebagian besar gambut. "Lahan masyarakat yang terbakar sekitar 20%," kata dia.
Merujuk pada data sistem pengawasan kebakaran hutan dan lahan yang dikelola KLHK (SiPongi) jumlah karhutla sampai Oktober 2023, seluas 994.313,14 hektare dengan 3.431 kejadian penanganan kebakaran. Emisi CO2 yang terlepas ke atmosfer dari karhutla tersebut, menurut data SiPongi+, sebesar 141.800.368,00 ton CO2e.
Jika dibandingkan dengan karhutla periode 2020-2022, luasan lahan yang terbakar tercatat melonjak 3-4 kali lipat. Sepanjang tiga tahun ke belakang, luasan karhutla berada di angka 200-300 ribuan hektare, dengan emisi yang terlepas kurang dari 50 juta ton CO2e. Namun jika dibandingkan dengan 2019, luasan area terbakar sampai dengan Oktober 2023 berkurang.
Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan pada 2023 ini, areal yang terbakar mayoritas adalah areal yang terbuka. "Sehingga harus diteliti dan dicarikan solusi karena areal terbuka berarti ingin dipergunakan oleh masyarakat," kata dia Rabu, (15/11).
Meski ada peningkatan jumlah lahan terbakar pada September-Oktober 2023, termasuk lahan gambut, menurut Siti luas areal hutan yang terbakar hanya 66.287 hektare, sedangkan areal non hutan yang terbakar mencapai 928.025 hektare. Dari luasan terbakar sampai dengan Oktober, kebakaran paling banyak terjadi di lahan non gambut dengan luas 839.883 hektare, sedangkan di lahan gambut seluas 154.429 hektare.
Menurut Siti, jika dibandingkan dengan 2015, luas gambut terbakar sebanyak 34% saat itu. "Pada 2023 ini hanya 16%," kata dia. Meski begitu, jika dibandingkan dengan periode sebelum September, karhutla di lahan gambut ikut meningkat sepanjang September-Oktober 2023 dari 12,19% menjadi 16%.
Menurut pantauan Katadata, karhutla masih terjadi di beberapa titik hingga memasuki Desember 2023. Berdasarkan tiga peta interaktif yang kerap digunakan untuk memantau titik panas sebagai indikasi karhutla, yaitu: FIRMS yang dikelola NASA; PRIMS yang dikelola BRGM; dan SiPongi yang dikelola KLHK, masih ditemukan titik panas di beberapa titik. Antara lain di Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, hingga Papua yang saat ini terpecah menjadi tiga daerah otonom baru yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Wahyu Perdana, Juru Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut mengatakan berdasarkan perhitungan lembaganya, luasan karhutla sudah menyentuh angka 1 juta hektare. "Kami memperkirakan sampai akhir tahun akan melampaui satu juta hektare," kata dia.
Menteri Siti menyampaikan hal serupa. Ia memperkirakan luasan karhutla bisa mencapai satu juta hektare karena data yang ia paparkan baru menghimpun data karhutla sampai periode Oktober.
Meski begitu, kata Siti, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia saat ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Kanada dengan luas lahan terbakar 18,5 juta hektare, Brazil 3,6 juta hektare, dan Amerika Serikat 2,4 juta hektare.
Fenomena Krusial Karhutla 2023, Ancaman Si Jago Merah di Kawasan Lindung dan Moratorium
Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, yang merupakan kawasan konservasi terbakar sejak Agustus hingga awal September 2023. Mengutip keterangan resmi TNS dari situs web dan Instagram yang dikelola, pengurus Balai TNS menyatakan peristiwa kebakaran bermula dari arah pinggir sungai yang merambat cepat ke dalam hutan.
Berdasarkan perhitungan sementara saat itu, lahan yang terbakar seluas 300 hektare. "Lokasi terbakar merupakan gambut dangkal dengan kedalaman 1-2 meter, areal penanaman, areal PE mekanisme alam dan sebagian hutan riparian," demikian bunyi keterangan resmi yang dirilis 5 September 2023.
Persoalannya, hingga 7 Oktober 2023, kebakaran terus terjadi. Pengurus Balai TNS kembali mengeluarkan keterangan resmi dengan minim informasi baru antara lain lahan terbakar di gambut dangkal, titik api diduga berasal dari pinggir sungai, dan upaya pemadaman masih terus dilakukan. Padahal, taman nasional yang memiliki luas sekitar 568.700 hektare itu adalah rumah bagi orangutan kalimantan dan merupakan salah satu salah satu kawasan konservasi hutan rawa gambut tropis di Indonesia.
Saat Katadata menyambangi Kalimantan Tengah di awal Oktober 2023 lalu, kepulan asap pekat dari arah TNS terlihat jelas. Jejak jelaga hitam dan hutan yang sudah gundul terlihat dari sisi Dermaga Kereng Bangkirai yang berseberangan sungai dengan TNS.
Di Jakarta, Madani Berkelanjutan menerbitkan laporan mengenai ancaman karhutla pada 2023 yang dibayang-bayangi oleh fenomena El Nino dan menyebutkan karhutla di ekosistem gambut dengan fungsi lindung, PIPPIB dan PIAPS masih menghantui. Laporan tersebut merupakan hasil analisis spasial terhadap areal yang diduga terbakar sejak Januari-September 2023.
Menurut Madani, luas areal indikatif terbakar yang berada di ekosistem gambut sejak Januari-21 Agustus 2023 mencapai 45 ribu hektare. Seluas 36,7 ribu hektare di antaranya berada di area moratorium izin atau dikenal sebagai Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) dan berada di kawasan pencadangan perhutanan sosial atau Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS).
Fadli Ahmad Naufal, Spesialis Sistem Informasi Geografis Madani Berkelanjutan, mengatakan dalam sejarah karhutla di Indonesia, kawasan PIPPIB yang seharusnya diawasi secara ketat, selalu berkontribusi di atas 40% dari total karhutla. Adapun luas areal PIPPIB 2022 periode pertama yang ditetapkan KLHK adalah 66.511.600 hektare. KLHK telah mengeluarkan SK Menteri terbaru mengenai PIPPIB 2023 periode pertama, namun tak ada detail mengenai luasannya.
Ia menyebutkan tak menutup kemungkinan luasan areal terbakar di kawasan moratorium izin bertambah, mengingat angka kebakaran cenderung meningkat. "Karhutla terpantau naik sejak Juli, sehingga tidak menutup kemungkinan angka ini kembali naik," kata dia.
Fadli mengatakan, karhutla juga terjadi di kawasan PIAPS, tetapi luasannya relatif kecil karena hanya berkontribusi sekitar 10%. "Meskipun tidak terlalu luas, menganalisis karhutla di PIAPS dan PIPPIB karena ini seharusnya wilayah yang diawasi dengan baik. Faktanya ini menjadi area open access," kata dia.
Menurut Fadli, sejak beberapa tahun belakangan, Madani kerap melayangkan surat kepada KLHK. Tujuannya agar perlindungan terhadap area-area ini ditingkatkan. "Kontribusi yang tinggi terhadap karhutla dari kawasan-kawasan ini membuat kami merasa miris," kata dia.
Fadli menjelaskan PIPPIB merupakan win-win solution dari pemerintah untuk menyelamatkan hutan primer yang tersisa dan ekosistem gambut yang masih baik. Sedangkan PIAPS adalah kawasan yang dicadangkan untuk kelak digunakan oleh masyarakat melalui skema perhutanan sosial. "Kasihan masyarakat yang berhak untuk mengelola nantinya kalau dikasih kawasan yang sudah rusak," kata dia.
Di luar itu, menurut Fadli, karhutla yang berada di ekosistem gambut dengan arahan fungsi lindung, juga masih menjadi perhatian karena jumlahnya yang terus meningkat sejak Juli.
Adapun yang dimaksud dengan ekosistem gambut dalam fungsi lindung sesuai dengan aturan KLHK dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 14 Tahun 2017 tentang Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Gambut, memiliki kriteria kedalaman lebih dari tiga meter. Artinya, kawasan gambut yang memiliki kedalaman lebih dari tiga meter, di dalam maupun di luar kawasan hutan, merupakan gambut dengan fungsi lindung.
Dalam pasal 9 ayat 2 peraturan itu juga disebutkan kawasan ekosistem gambut dengan fungsi lindung paling sedikit seluas 30% dari seluruh Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Sedangkan puncak kubah gambut ditentukan dengan mempertimbangkan kedalaman gambut dan ketinggian permukaan gambut. Gambut yang memiliki fungsi lindung, tidak dapat dibebani izin pemanfaatan untuk menjaga fungsinya.
Fadli menyebutkan karhutla di ekosistem gambut tersebut pada Juli tercatat sebesar 1,7 ribu hektare. Beranjak ke Agustus, luasannya bertambah menjadi 12 ribu hektare dan di September sudah melampaui 52 ribu hektare. "Ini menjadi catatan sendiri karena seharusnya gambut dengan fungsi lindung, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan, harusnya masuk dalam moratorium izin," kata dia.
Pernyataan senada diungkap oleh Guru Besar Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Bambang Hero, yang menyebutkan wilayah gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter, sudah seharusnya masuk ke dalam fungsi lindung dan dikeluarkan dari seluruh izin konsesi. Sedangkan gambut yang sudah terbakar, menurut pakar gambut dan ahli forensik karhutla itu, semestinya juga dikeluarkan dari konsesi untuk diambil alih pemerintah dan direstorasi.
Bambang mengatakan, persoalan yang terus mengintai saat ini adalah pengabaian konsesi dan pemerintah daerah terhadap kawasan gambut dengan fungsi lindung tersebut. "Dalam memberikan rekomendasi izin, kepala daerah tidak menjadikan gambut dengan fungsi lindung sebagai pertimbangan sehingga diberikan saja izin di atasnya, sedangkan konsesi yang terlanjur memiliki izin di atas gambut dengan fungsi lindung, enggan melepaskan daerah itu dari konsesinya," kata dia.
Sementara itu, Pantau Gambut mencatat sekitar 52% titik panas di ekosistem gambut yang tercatat sepanjang bulan September, berada di fungsi lindung dengan jumlah 24.650 titik dari 47.760 titik panas yang tersebar di 865 KHG seluruh Indonesia. "Kami mengkhawatirkan situasi ini karena wilayah tersebut adalah wilayah gambut dengan kedalaman di atas tiga meter yang belum pernah terbakar sebelumnya. Dengan adanya fenomena ini, artinya luasan gambut kritis bertambah," kata Wahyu Perdana, Juru Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dengan Nomor SK.130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional, Indonesia memiliki 865 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan luas total 24.667.804 hektare. Luasan ekosistem dengan indikatif fungsi lindung ditetapkan seluas 12.398.482 hektare dan untuk budidaya atau yang dapat dimanfaatkan adalah seluas 12.268.321 hektare.
Papua yang Membara
Fenomena lainnya yang tak biasa adalah kenaikan angka karhutla di Papua yang sudah mengalami pemekaran dengan kehadiran tiga daerah otonom baru yaitu Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Menurut data SiPongi, karhutla di Papua terbesar terjadi pada 2019 dengan luasan 108.110 hektare. Tak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan angka karhutla di Kalimantan dan Sumatera.
Pada 2022, luasan karhutla di Papua tercatat sebesar 8.336 hektare. Namun pada 2023, wilayah terbakar di Papua Selatan saja hingga Oktober tercatat seluas 102.014,70 hektare. Jika luasan areal terbakar di empat provinsi digabungkan, mencapai 103.010,04 hektare. Luasan ini hampir menyamai luasan areal terbakar di 2019.
Menurut Fadli Ahmad Naufal, Spesialis Sistem Informasi Geografis Madani Berkelanjutan, luasan wilayah terbakar di Papua bisa bertambah karena jumlah titik-titik api masih terus membayangi beberapa wilayah di Papua Selatan, seperti di Merauke. Dalam analisis area indikatif terbakar yang dilakukan Madani Berkelanjutan, Merauke menempati posisi ketiga sebagai kabupaten dengan AIT terluas sepanjang Januari-21 Agustus 2023, yaitu seluas 15.518 hektare.
Menginjak September, Merauke menempati posisi teratas kabupaten dengan AIT tertinggi yaitu 65.140 hektare. Disusul Ogan Komering Ilir di Sumatera Selatan dengan AIT seluas 44.944 hektare dan Ketapang di Kalimantan Barat seluas 40,521 hektare. Sedangkan AIT untuk Papua dan provinsi baru hasil pemekaran menurut analisis Fadli seluas 73,844 hektare.
Sedangkan Pantau Gambut yang menganalisis titik panas di area KHG menempatkan sebaran titik panas di Papua Selatan berada di posisi ketiga teratas dengan jumlah 2.331 titik. Kajian Pantau Gambut yang lain menunjukkan Papua Selatan memiliki 547.068,89 hektare wilayah KHG dengan kerentanan karhutla kelas tinggi. Artinya, wilayah tersebut dalam kondisi sangat kritis dan sangat rentan terbakar.
Dari wilayah itu, KHG Sungai Ifuleki Bian–Sungai Dalik menjadi KHG paling rentan karena 97% total area KHG berada di wilayah kerentanan kelas tinggi. "Kami menganalisis kerentanan di KHG ini berkaitan dengan proyek food estate yang ada di bagian selatan KHG," kata Wahyu Perdana, Juru Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut.
Menurut Wahyu, aktivitas pembukaan hutan gambut untuk digunakan aktivitas non-kehutanan seperti pertanian dapat meningkatkan kerentanan terhadap karhutla. Apalagi pembukaan dan pembersihan lahan dilakukan dengan cara bakar. Selain itu, Badan Pangan Dunia (FAO) mendefinsikan konversi hutan menjadi penggunaan lahan lain atau pengurangan tutupan tajuk pohon dalam jangka panjang tersebut sebagai deforestasi.